Sunday 29 May 2011

Sanitasi Bahan Pangan Segar

BAB 1. PRINSIP ANALISA

Bahan pangan mentah yang tidak ditangani dengan proses yang baik akan dapat menyebabkan terjadinya kontaminasi pada produk akhir olahan pangan yang dihasilkan. Hal ini disebabkan karena bahan pangan mentah banyak mengandung komposisi senyawa nutrisi yang juga sangat dibutuhkan untuk pertumbuhan mikroorganisme. Kontaminasi pada bahan pangan mentah akan menyebabkan penurunan mutu pada produk akhir. Kontaminasi pada bahan pangan segar dapat disebabkan karena kontaminasi lingkungan sekitarnya maupun saat proses penanganan sebelum pengolahan.

Untuk mengetahui kondisi sanitasi bahan pangan segar dapat dilakukan dengan mengamati adanya bakteri koliform dan filamen kapang serta total mikroba. Pengujian sanitasi kali ini diawali dengan persiapan sampel dan dilanjutkan dengan kegiatan analisis.

1. Persiapan bahan

Ada beberapa metode yang dapat dilakukan untuk mengambil sampel dari bahan pangan segar yang akan diuji, yaitu :

§ Metode celup/bilas

Metode ini biasanya dilakukan terhadap bahan pangan segar yang memiliki ukuran cukup kecil. Metode sangat mudah dilakukan dan tidak merusak sturktur contoh yang dianalisis. Caranya adalah dengan memasukkan contoh yang akan dianalisis ke dalam larutan pengencer (bufer fosfat atau garam fisiologis) steril dengan volume tertentu lalu dikocok kuat-kuat. Untuk bahan metah seperti ikan, udang, dan daging dilakukan penimbangan berat tertentu, sedangkan untuk sayuran daun dilakukan pemotongan dengan ukuran tertentu misalnya 2 cm x 2,5 cm.

§ Metode oles/swab

Metode ini dilakukan terhadap bahan mentah yang memiliki permukaan cukup luas. Cara kerjanya adalah dengan mengoles alat swab yang telah dicelup dalam larutan pengencer pada permukaan bahan seluas 2 cm x 2 cm untuk ukuran minimalnya.

2. Analisis

Analisis yang dilakukan adalah analisa kuantitaif dan analisa kualitatif terhadap bakteri koliform, streptokoki fekal, atau Clostridium perfringens serta juga ada analisis khusus pada filamen kapang seperti pada uji sanitasi sari buah.

a). Uji koliform

Uji ini biasanya dilakukan secra bertahap, meliputi uji penduga, uji penguat, dan uji lengkap. Pada uji penduga biasanya digunakan analisa MPN (most Probable Number) yaitu dengan cara menginokulasikan contoh bahn pada tabung berisi media dan tabung durham yang disediakan. Uji ini biasanya menggunakan 5, 7, 9 atau 15 tabung. Pada uji penguat dilakuakn inokulasi goresan dari tabung MPN yang menunjukkan tabung positf (menghasilkan gas) pada media cawan EMBA. Uji lengkap dilakukan dengan inokulasi koloni spesifik dari EMBA yaitu hijau metalik (koliform fekal) dan merah berbintik hitam (koliform non fekal) pada agar miring NA dan LB dengan tabung durham. Uji MPN koliform biasanya dilakukan pada pengujian susu, sanitasi air, ikan, daging. Pengujian ini tidak perlu dilengkapi dengan uji identifikasi spesies bakteri secara lengkap karena hanya ditujukan untuk mengetahui kondisi sanitasi bahan.

b). Uji filamen kapang

Keberadaan filamen kapang pada produk buah dapat diamati dengan bantuan gelas obyek Howard yang dibawah mikroskop akan terlihat mempunyai cincin Newton. Dari beberapa gelas obyek akan diambil minimal 25 bidang pandang dan bidang pandang yang dinyatakan positif berarti mengandung filamen kapang dengan panjang lebih dari satu per enam diameter bidang pandang dan hasil perhitungan dinyatakan sebagai persen jumlah bidang pandang yang positif.


BAB 2. TINJAUAN PUSTAKA

Bahan makanan, selain merupakan sumber gizi bagi manusia, juga merupakan sumber makanan bagi mikroorganisme. Pertumbuhan mikroorganisme dalam bahan pangan dapat menyebabkan perubahan yang menguntungkan seperti perbaikan bahan pangan secara gizi, daya cerna ataupun daya simpannya. Selain itu pertumbuhan mikroorganisme dalam bahan pangan juga dapat mengakibatkan perubahan fisik atau kimia yang tidak diinginkan, sehingga bahan pangan tersebut tidak layak dikonsumsi. Kejadian ini biasanya terjadi pada pembusukan bahan pangan dan apabila terkomsumsi oleh manusia dapat menyebabkan penyakit.

Makanan yang diproses dari bahan pangan mentah yang tidak bersih dan higienis dapat bertindak sebagai perantara atau substrat untuk pertumbuhan mikroorganisme patogenik dan organisme lain penyebab penyakit. Penyakit menular yang cukup berbahaya seperti tifus, kolera, disentri, atau tbc, mudah tersebar melalui bahan makanan.

Gangguan-gangguan kesehatan, khususnya gangguan perut akibat makanan yang kurang terjaga kebersihannya disebabkan, antara lain oleh kebanyakan makan, alergi, kekurangan zat gizi, keracunan langsung oleh bahan-bahan kimia, tanaman atau hewan beracun, toksin-toksin yang dihasilkan bakteri, mengkomsumsi pangan yang mengandung komponen atau senyawa parasit dari hewan dan mikroorganisme (Giyarto, 2004).

Dewasa ini masyarakat lebih dianjurkan untuk mengkonsumsi makanan atau bahan pangan segar daripada makanan atau bahan pangan yang sudah diawetkan. Hal ini memberi kesempatan mikroorganisme untuk mengkontaminasi gangguan saluran pencernaan jika bahan pangan segar tersebut tidak ditangani dengan baik. Terdapat tiga jalur yang dapat digunakan oleh mikroorganisme untuk mengkontaminasi makanan, yaitu bahan baku dan ingredien, pekerja pada pengolahan makanan dan lingkungan pengolahan.

Untuk mendapatkan makanan yang aman dan berkualitas maka diperlukan bahan mentah yang aman, bersih, bebas kontaminasi, serta segar. Hal ini terkait dengan penyimpanan dan perlakuan yang diberikan pada bahan sebelum diolah. Penanganan yang tepat akan mempertahankan mutu dan sanitasi bahan sebelum diproses. Sangat tidak dianjurkan mengguakan bahan mentah yang sudah mengalami cacat visual, rusak dan berjamur karena akan menyebabkan terjadinya kontaminasi pada produk akhir yang dihasilkan dan dapat menurunkan kualitas produk akhir olahan pangan (Puspitasari, 2004).

Dalam keadaan segar, bahan pangan nabati seperti sayuran dan buah-buahan kemungkinan terkontaminasi oleh mikroorganisme dari tanah dimana tanaman tersebut tumbuh. Buah-buahan karena jauh dari tanah, kemungkinan untuk terkontaminasi lebih kecil dibandingkan dengan sayuran atau bahan pangan yang lain yang kontak langsung dengan tanah. Kebersihan saluran juga berpengaruh terhadap kualitas mikrobiologi pangan bahan pangan nabati. Penggunaan air dari irigasi yang tercemar dan penggunaan pupuk kandang atau kotoran manusia sebagai pupuk beresiko terhadap kontaminasi oleh Salmonella (termasuk S. typhi), Shigella dan V. cholerae serta virus. Pencucian dan pembilasan dengan air yang mengandung semua bakteri kecuali sporanya (Buckle, 1987).

Daging merupakan bahan pangan yang berasal dari hewan merupakan sumber utama bakteri penyebab infeksi dan intoksikasi. Mikroorganisme yang terdapat pada hewan hidup dapat terbawa ke dalam daging segar dan mungkin bertahan selama proses pengolahan. Banyak hewan-hewan yang disembelih membawa mikroorganisme seperti Salmonella dan Campylobacter, selain mikrooranisme yang secara alami terdapat pada saluran pencernaan seperti Clostridium perfringens, Escherichia coli, Yersinia entercolitica dan Listeria monocytogenes. Proses pemotongan unggas secara kontinyu, meningkatkan penularan mikroorganisme dari karkas yang satu ke yang lainnya. Demikian juga penggilingan daging dalam pembuatan daging cincang dapat menyebarkan mikroorganisme, sehingga daging cincang merupakan produk daging yang beresiko tinggi (Pelczar, 1988).

Kulit telur kemungkinan mengandung Salmonella yang berasal dari kotoran ayam dan mungkin mengkontaminasi isi telur pada waktu telur dipecahkan. Di negara-negara Eropa terjadi peningkatan gangguan pencernaan karena infeksi oleh

S. enteritidis yang berasal dari telur yang telah terinfeksi. Departemen kesehatan Inggris memberikan peringatan terhadap penggunaan telur mentah pada makanan yang tidak mengalami pengolahan lebih lanjut

Susu yang telah mengalami pengolahan yang benar, misalnya pasteurisasi dan sterilisasi, merupakan produk yang aman. Akan tetapi susu segar yang diperoleh

dari hewan sehat bisa terkontaminasi dari hewan yang menyusui atau dari peralatan

dan lingkungan pemerahan susu. Di Inggris telah dilaporkan keracunan makanan (Salmonellosis) karena mengkonsumsi susu sapi segar. Gangguan pencernaan juga kadang-kadang terjadi akrena prises pemanasan susu tidak cukup. Produk-produk susu yang disiapkan dari susu yang tidak mengalami proses pemanasan merupakan produk yang potensial mengandung Staphylococus auerus, Bacillus cereus, Yersenia

Enterocolitia monocytogenes. Pengasaman susu dan fermentasi susu dapat menghilangkan atau menghambat mikroorganisme patogen enterik, tetapi beberapa mikroorganisme masih bisa tahan. Walaupun susu telah mengalami pemanasan, kontaminasi dapat terjadi selama penanganan produk atau karena penambahan komposisi bahan yang tidak mengalami perlakuan dekontaminasi. Adanya L. monocytogenes pada keju yang dimatangkan diduga karena rekontaminasi selama proses pembuatan dan penanganan keju (http://library.usu.ac.id/download/fkm/fkm-albiner3.pdf)

Susu terutama susu segar mudah sekali mengalami kerusakan. Bakteri staphylococcus Aureus salah satu jasad renik yang menyukai susu sebagai media hidupnya. Keracunan bakteri ini biasanya ditandai dengan gangguan sistem pencernaan seperti, mual, muntah dan diare. Pencegahan bisa dilakukan dengan perebusan susu segar selama 10 menit pada suhu 66oC, pada suhu ini biasanya bakteri akan mati. Biasakan memanaskan suhu segar sebelum dikonsumsi dan jangan membiarkan susu berada di suhu ruang terlalu lama karena akan mudah rusak (http://tumoutou.net/702_07134/hapsari_m.htm).

Jumlah kandungan mikroorganisme yang terdapat dalam bahan pangan mentah biasanya dipengaruhi oleh jenis bahan pangan, sumber kontaminasi, dan penanganan serta penyimpanan sebelum dilakukan kegiatan pengolahan. Bahan pangan yang banyak mengandung protein atau lemak seperti daging/ikan sering dikontaminasi oleh mikroba pemecah protein (proteolitik), sedangkan pada sayuran ataupun buah-buahan sering dijumpai adanya mikroba pemecah pektin dan karbohidrat. Selain itu, bahan pangan mentah juga banyak mengandung mikroorganisme yang berasal dari pencemaran lingkungan sekitarnya, misalnya adanya kandungan mikroorganisme perusak, mikroba indikator sanitasi, dan mikoroba patogen. Jenis mikroorganisme yang sering dijadikan indikator sanitasi dalam makanan adalah jenis bakteri koliform terutama fekal koliform, streptokoki fekal, dan Clostridium perfringens (Anonim, 2008:16).


BAB 3. METODOLOGI PRAKTIKUM

3.1 Alat dan Bahan

3.1.1 Alat

§ Cawan petri steril

§ Gelas piala steril

§ Pipet 1 mL steril

§ Jarum ose/ alat swab

§ Gelas obyek Howard

§ Gelas penutup

§ Batang pengoles steril

§ Inkubator 30oC dan 35-37oC

3.1.2 Bahan

§ Air Media PCA

§ Sayuran segar Media APDA

§ Daging/ikan Media VRBA

§ Susu Media LB

§ Telur Larutan pengencer @ 5 mL

§ Buah Larutan pengencer @ 9 mL

§ Alkohol Larutan pengencer @ 90 mL

§ Larutan pengencer @ 90 mL

(mengandung butiran gela)

3.2 Skema Kerja

  1. Air

Menyiapkan tabung berisi media LB + tabung durham,

5 tabung LB konsentrasi ganda, dan 2 tabung berisi LB konsentrasi biasa




Dimasukkan




@ 10 mL contoh @ 1mL dan 0,1 mL contoh

Pada 5 tabung LB Pada 2 tabung LB




Tabung diinkubasikan pada suhu 35oC selama 1-2 hari




Mengamati jumlah tabung positif (dihitung dengan metode MPN)

  1. Susu Pasteurisasi

Menyiapkan tabung berisi BGLBB) + tabung durham konsentrasi ganda dan

10 tabung BGLBB konsentrasi tunggal




Dimasukkan




@ 10 mL contoh @ 1mL contoh @ 0,1 mL contoh

Pada 5 tabung LB Pada 5 tabung LB Pada 5 tabung LB




Tabung diinkubasikan pada suhu 35oC selama 1-2 hari




Mengamati jumlah tabung positif (dihitung dengan metode MPN)

  1. Susu Bubuk

Menimbang 10 gram susu bubuk

Dimasukkan dalam 90 mL larutan pengencer 40oC

Dikocok beberapa kali hingga larut




Diencerkan hingga 10-3

Pemupukan pada pengenceran 10-1 – 10-3 secara duplo dengan media PDA


Diinkubasikan pada suhu 30oC selama 2 hari




Menghitung jumlah koloni yang tumbuh

(jumlah koloni per gram susu bubuk)

  1. Sayuran Segar

10 gram sayuran

Dimasukkan ke dalam 90 mL larutan pengencer




Dikocok selama 2-3 menit

Diencerkan hingga 10-3

Pemupukan (duplo) dengan media PCA

Pemupukan (duplo) dengan media VBRA (untuk koliform)

Diinkubasikan pada suhu 30oC atau pada 35oC (VBRA) selama 2 hari




Menghitung jumlah koloni yang tumbuh (jumlah koloni per gram contoh)

  1. Sari Buah Segar

§ Uji filamen kapang

Gelas obyek Howard




Dibersihkan dengan alkohol

Dikeringkan

Gelas obyek dibuka




Menyebarkan contoh di atas gelas obyek dengan jarum ose

Pengamatan dengan perbesaran 100x




Diamati minimal 25 bidang pandang

Menghitung jumlah bidang pandang positif

§ Total kapang-khamir

Sari buah diencerkan hingga 10-4


Pemupukan pada pengenceran 10-2 – 10-4 secara duplo dengan media PCA

Diinkubasikan pada suhu 30oC selama 2 hari

Menghitung jumlah koloni yang tumbuh

(jumlah koloni per mL sari buah)

  1. Daging/Ikan

Mengoleskan batang pengoles steril pada daging/ikan seluas 3 cm x 4 cm

Memasukkan batang pengoles pada 10 mL larutan pengencer

Ditekan-tekan dan digoyang hingga mikroba tersuspensi




Pengenceran 10-5

Pemupukan pada pengenceran 10-3 – 10-5 secara duplo dengan media PCA (untuk total mikroba dan psikrofilik) dan VBRA (untuk koliform)




Diinkubasikan pada suhu 30oC atau 35oC selama 2 hari (total koliform) dan pada suhu 5oC - 7oC selama 5-7 hari




Menghitung jumlah koloni yang tumbuh

(jumlah koloni per gram contoh)

  1. Telur

Membersihkan ujung telur

Memindahkan isinya ke gelas piala steril

10 gram contoh




Dimasukkan ke dalam 90 mL larutan pengencer berisi butiran gelas

Dikocok kuat-kuat


Pengenceran hingga 10-3

Pemupukan (duplo) dengan media PCA dan VBRA

Diinkubasikan pada suhu 30oC (PCA) atau pada 35oC (VBRA) selama 2 hari




Menghitung jumlah koloni yang tumbuh (jumlah koloni per gram contoh)


BAB 4. HASIL PENGAMATAN DAN PERHITUNGAN

4.1 Hasil Pengamatan

►Uji Sanitasi Bahan Segar

Kel

Bahan

Media

n

Pengenceran

Jumlah Koloni

Bakteri

Kapang

Khamir

1

Sayur Bayam

PCA

1

10-3

TBUD

TBUD

TBUD

10-4

23

19

60

10-5

60

81

56

2

10-3

TBUD

-

4

10-4

4

1

TBUD

10-5

44

12

15

PDA

1

10-3

TBUD

47

TBUD

10-4

74

36

110

10-5

TBUD

17

35

2

10-3

TBUD

50

TBUD

10-4

23

10

23

10-5

100

21

47

2

Wortel

PCA

1

10-3

307

-

62

10-4

45

-

11

10-5

6

-

-

2

10-3

107

-

105

10-4

140

1

12

10-5

18

1

3

PDA

1

10-3

105

-

5

10-4

90

1

15

10-5

46

-

-

2

10-3

148

TBUD

-

10-4

46

-

9

10-5

38

1

4

3

Daging

Sapi

SA

1

10-3

17

-

-

10-4

1

-

-

10-5

1

-

-

2

10-3

219

-

-

10-4

115

-

-

10-5

-

-

-

PDA

1

10-3

3

-

-

10-4

14

-

1

10-5

5

-

-

2

10-3

45

1

-

10-4

69

-

-

10-5

14

-

-

Kel

Bahan

Media

n

Pengenceran

Jumlah Koloni

Bakteri

Kapang

Khamir

4

Daging

Ayam

SA

1

10-3

32

-

-

10-4

9

1

-

10-5

7

1

-

2

10-3

139

-

-

10-4

3

-

-

10-5

35

1

-

PDA

1

10-3

13

-

-

10-4

25

-

-

10-5

33

-

-

2

10-3

43

-

-

10-4

148

-

-

10-5

185

6

-

4.2 Hasil Perhitungan

►Uji Sanitasi Bahan Segar

Kel

Bahan

Media

Jumlah Koloni (koloni/gram)

Bakteri

Kapang

Khamir

1

Sayur Bayam

PCA

5,2 x 106

4,7 x 106

3,6 x 106

PDA

4,9 x 105

4,9 x 104

6,7 x 105

2

Wortel

PCA

2,1 x 105

< 3,0 x 104

( 5 x 103 )

8,4 x 104

PDA

1,3 x 105

< 3,0 x 104

( 5 x 103 )

< 3,0 x 104

( 2,5 x 103 )

3

Daging Sapi

SA

1,2 x 105

-

-

PDA

4,2 x 105

< 3,0 x 104

( 5 x 102 )

< 3,0 x 104

( 5 x 103 )

4

Daging Ayam

SA

8,6 x 104

< 3,0 x 104

( 5 x 103 )

-

PDA

8,7 x 105

3 x 105

-


BAB 5. PEMBAHASAN

Pada kegiatan praktikum kali ini, kami melakukan uji sanitasi bahan pangan segar. Sampel bahan pangan yang digunakan adalah sayur bayam, wortel, daging sapi, dan daging ayam. Metode yang digunakan untuk uji sanitasi sayuran adalah metode celup dan metode yang digunakan untuk uji sanitasi daging adalah metode swab/oles. Metode celup biasanya dilakukan terhadap bahan pangan segar yang memiliki ukuran cukup kecil. Metode sangat mudah dilakukan dan tidak merusak sturktur contoh yang dianalisis. Caranya adalah dengan memasukkan contoh yang akan dianalisis ke dalam larutan pengencer (bufer fosfat atau garam fisiologis) steril dengan volume tertentu lalu dikocok kuat-kuat. Untuk bahan mentah seperti ikan, udang, dan daging dilakukan penimbangan berat tertentu, sedangkan untuk sayuran daun dilakukan pemotongan dengan ukuran tertentu. Metode swab/oles dilakukan terhadap bahan mentah yang memiliki permukaan cukup luas. Cara kerjanya adalah dengan mengoles alat swab yang telah dicelup dalam larutan pengencer pada permukaan bahan seluas area tertentu lalu dicelup lagi dalam larutan pengencer dan segera dilakukan pengenceran untuk dianalisa kandungan mikroba pada bahan.

Bahan pangan segar banyak mengandung nutrisi yang sangat diperlukan untuk pertumbuhan mikroba serta memiliki nilai aktivitas air yang cukup tinggi sehingga bahan pangan segar yang tidak ditangani dengan baik akan dapat terkontaminasi dan mudah rusak karena terdapat pertumbuhan mikroba perusak/patogen pada bahan pangan tersebut. Oleh karena itu, bahan pangan segar tergolong komoditi yang perishable (mudah rusak).

Salah satu jenis kerusakan bahan pangan segar yang paling sering terjadi adalah karena kerusakan mikrobiologis akibat kontaminasi mikroba perusak. Kontaminasi bahan pangan segar berupa sayur dan buah dapat terjadi ketika proses pemanenan, perlakuan pasca panen, transportasi, serta selama masa penyimpanan sebelum dikonsumsi. Sedangkan kontaminasi produk daging segar dapat terjadi selama waktu penyembelihan/pemotongan baik oleh mikroba dari kulit, kotoran, rambut, alat pemotong, pekerja, air, udara, lingkungan tempat pemotongan, kontaminasi saat penanganan setelah penyembelihan, dan selama masa penyimpanan. Contoh mikroba yang ada pada daging segar adalah Micrococcus, Pseudomonas, Acinobacter, Rhodotorula, dan Geotrichum.

Sumber kontaminasi bahan pangan segar dapat berasal dari beberapa faktor, yaitu :

1. Manusia/pekerja yang memanen atau mengangani bahan saat dan setelah panen

2. Peralatan dan wadah yang digunakan untuk penanganan saat dan setelah panen

3. Teknik penanganan yang tidak aseptis dan penyimpanan bahan yang kurang tepat

4. Sampah atau kotoran yang melekat pada bahan saat dipanen

5. Kontak dengan debu/udara yang mengandung mikroba saat didistribusikan

6. Air yang digunakan untuk mencuci bahan pangan segar sebelum diolah lebih lanjut

7. Bahan pangan segar itu sendiri yang di dalamnya telah mengandung mikroba yang siap tumbuh apabila mendapat kondisi lingkungan yang cocok

Pada kegiatan praktikum kali ini digunakan beberapa jenis media biakan, yaitu media PCA (Plate Count Agar) untuk sayur bayam dan wortel, SA (Staphylococcus Agar) untuk daging sapi dan daging ayam, dan PDA (Potato Dextrose Agar) untuk semua jenis sampel sayur serta daging. Masing-masing media tersebut memiliki komposisi senyawa nutrisi penyusun yang berbeda-beda sebagai berikut:

1. PCA (Plate Count Agar)

Media ini merupakan jenis media umum yang digunakan untuk menumbuhkan lebih dari 1 jenis mikroorganisme secara umum. Media ini tersusun atas bacto tryptone, bacto agar, bacto yeast extract, dan bacto dextrose/glucose. Media ini mengandung komposisi senyawa nutrisi yang kompleks, meliputi protein, karbohidrat, dan gula untuk kebutuhan pertumbuhan semua jenis mikroorganisme sehingga memungkinkan ditumbuhi oleh semua jenis mikroorganisme, seperti bakteri, kapang, dan khamir.

2. SA (Staphylococcus Agar)

Media ini merupakan salah satu jenis media selektif. Media selektif merupakan media pertumbuhan mikroba yang terpilih dan khusus, maksudnya media ini dapat ditumbuhi oleh suatu jenis mikroba dan dapat menghambat/mematikan pertumbuhan mikroba jenis lainnya. Media ini sangat berguna untuk identifikasi jenis mikroba. Media ini tersusun atas bacto agar dan nutrisi yang dibutuhkan untuk pertumbuhan Staphylococcus. Oleh karena itu, media ini cenderung digunakan untuk menumbuhkan bakteri jenis Staphylococcus. Pertumbuhan Staphylococcus ditandai dengan adanya koloni berwarna hitam

3. PDA (Potato Dextrose Agar)

Media ini merupakan jenis media umum yang digunakan untuk menumbuhkan lebih dari 1 jenis mikroorganisme secara umum. Media ini tersusun atas bacto dextrose, bacto agar, dan potato. Media ini mengandung komposisi senyawa nutrisi yang kaya akan karbohidrat dan gula sehingga lebih cenderung untuk ditumbuhi oleh kapang dan khamir.

Komposisi senyawa nutrisi yang menyusun bahan pangan sangat berpengaruh terhadap pertumbuhan mikroba pada bahan pangan tersebut. Bahan pangan yang banyak mengandung protein akan cenderung ditumbuhi bakteri. Bahan pangan yang banyak mengandung karbohidrat akan cenderung ditumbuhi kapang dan bahan pangan yang banyak mengandung gula akan cenderung ditumbuhi khamir.

Bahan-bahan pangan segar yang digunakan sebagai sampel dalam kegiatan pengujian sanitasi kali ini memiliki komposisi gizi yang berbeda-beda, seperti berikut ini:

Kandungan nutrisi

Sayur Bayam

Wortel

Daging Sapi

Daging Ayam

air (g)

87

88

60

60

kalori (kal)

25

42

273

302

karbohidrat (g)

5.3

9.3

2.3

1.1

protein (g)

1.6

1.2

19.6

18.2

lemak (g)

0.2

0.3

22

25

vitamin A (SI)

0

12000

40

810

vitamin B1 (mg)

0.14

0.06

0.08

0.08

vitamin C (mg)

10

6

0

0

Ca (mg)

33

39

10

14

P (mg)

66

37

150

200

Fe (mg)

1

0.8

2.6

1.5

bjdd (g)

80

88

100

50

(Krisno, 2001: 113-116).

Berdasarkan susunan senyawa nutrisi dari masing-masing sampel tersebut dapat diketahui bahwa keempat sampel tersebut mengandung nutrisi yang dibutuhkan oleh mikroba. Wortel, bayam, daging sapi, dan daging ayam memiliki kandungan air yang cukup tinggi sehingga memungkinkan mikroba jenis bakteri dapat tumbuh optimal pada bahan. Kandungan protein daging sapi dan daging ayam memiliki yang cukup tinggi memungkinkan mikroba jenis bakteri dapat tumbuh. Kandungan karbohidrat wortel dan bayam yang lumayan tinggi juga memungkinkan tumbuhnya kapang. Kandungan protein wortel dan bayam yang cukup rendah memungkinkan tumbuhnya sedikit bakteri. Pertumbuhan mikroba pada bahan pangan juga dipengaruhi oleh nilai aktivitas air bahan, kondisi pH bahan, suhu bahan saat disimpan, oksigen, serta potensial redoks bahan. Bahan-bahan yang memiliki kadar aktivitas air lebih dari 0,9 akan cenderung ditumbuhi bakteri, bahan yang memiliki kadar aktivitas air sekitar 0,88 akan cenderung ditumbuhi khamir, dan bahan yang memiliki kadar aktivitas air sekitar 0,8 akan cenderung ditumbuhi kapang. Jenis mikroba yang banyak dijumpai pada bahan pangan segar adalah jenis bakteri. Hal ini dapat disebabkan karena kandungan aktivitas air pada bahan pangan segar cukup tinggi sehingga memungkinkan bakteri dapat tumbuh secara optimal.

Prosedur kerja yang dilakukan untuk pengujian sanitasi bahan pangan segar berupa sayuran dilakukan sebagai berikut, yaitu dengan menyiapkan 10 gram sayur wortel dan bayam lalu sayuran tersebut dimasukkan ke dalam aquades steril 90 mL sehingga diperoleh pengenceran 100, lalu dikocok selama 2-3 menit. Tujuan pengocokan ini adalah untuk mendapatkan suspensi larutan yang homogen dan mikroba dalam suspensi tersebar merata. Sedangkan untuk pengujian sanitasi bahan pangan segar berupa daging sapi dan daging ayam dilakukan sebagai berikut, yaitu dengan metode swab (pengolesan). Caranya adalah dengan mengoleskan swab pada permukaan daging seluas area tertentu bisa 2 cm x 2,5 cm atau 2 cm x 3 cm. Lalu swab dimasukkan ke dalam 10 mL aquades, ditekan dan digoyang-goyang pada dinding tabung. Setelah diperoleh suspensi biakan mikroba dari sampel yang diuji, maka dilakukan pengenceran hingga 10-5. Caranya adalah dengan mengambil 0,1 mL dari larutan pengenceran 100 dan dimasukkan ke dalam 9 mL aquades steril sehingga diperoleh pengenceran 10-3. Lalu dari larutan ini diambil 0,1 mL dan dimasukkan ke dalam 9 mL aquades steril sehingga diperoleh pengenceran 10-5. Kemudian mengambil suspensi sebanyak 1 mL dari larutan pengenceran 10-3 dimasukkan ke petridish sebagai cawan dengan pengenceran 10-3, diambil 0,1 mL suspensi dari larutan pengenceran 10-3 dimasukkan ke petridish sebagai cawan dengan pengenceran 10-4, dan diambil suspensi sebanyak 1 mL dari larutan pengenceran 10-5 dimasukkan ke petridish sebagai cawan dengan pengenceran 10-5. Setelah itu dituangkan media PCA dan PDA (untuk uji wortel dan sayur bayam) serta PDA dan SA (untuk uji daging sapi dan daging ayam) ke dalam petridish. Lalu ditunggu hingga media memadat dan cawan segera diinkubasikan dengan posisi terbalik dalam inkubator 30o-35oC selama 2 hari. Sebelum diinkubasi cawan diduplo/pengulangan terlebih dahulu. Tujuan dilakukannya duplo ini adalah untuk mendapatkan jumlah mikroba yang lebih akurat dari suatu hasil pengamatan semakin banyak jumlah pengulangan, maka diharapkan jumlah mikroba yang diperoleh dari hasil pengamatan bisa lebih akurat/tepat. Inkubasi pada suhu tersebut dianggap cukup optimal untuk menumbuhkan semua jenis mikroba. Inkubasi ini bertujuan untuk mengetahui pertumbuhan dan perkembangan mikroba yang ada pada bahan. Cawan yang diletakkan pada posisi terbalik ini dimaksudkan agar air tidak jatuh membasahi permukaan media dan dapat menyebabkan terjadinya penyebaran koloni mikroba serta ditujukan untuk memudahkan identifikasi jenis mikroba saat perhitungan. Setelah itu dilakukan perhitungan jumlah koloni mikroba yang dinyatakan sebagai jumlah koloni per gram bahan.

Berdasarkan hasil pengamatan dan perhitungan, diketahui bahwa jumlah koloni mikroba per gram bahan adalah sebagai berikut :

1. Sayur bayam

Jumlah koloni mikroba per gram untuk media PCAà bakteri: 5,2 x 106, kapang: 4,7 x 106, dan khamir : 3,6 x 106. Untuk media PDAà bakteri: 4,9 x 105, kapang: 4,9 x 104, dan khamir : 6,7 x 105. Hal ini menunjukkan bahwa jumlah bakteri paling banyak terdapat pada media PCA dan khamir pada media PDA. Hal ini sudah sesuai dengan literatur karena bayam mengandung air dalam jumlah cukup tinggi dan cocok untuk pertumbuhan bakteri. Adanya sedikit kandungan karbohidrat memungkinkan hanya sedikit kapang yang dapat tumbuh pada bahan ini. Pada media PDA seharusnya jumlah bakteri yag tumbuh lebih sedikit daripada kapang dan khamir karena media ini tersusun atas bacto dextrose, bacto agar, dan potato. Media ini mengandung komposisi senyawa nutrisi yang kaya akan karbohidrat dan gula sehingga lebih cenderung untuk ditumbuhi oleh kapang dan khamir. Namun, media PDA merupakan jenis media umum yang digunakan untuk menumbuhkan lebih dari 1 jenis mikroorganisme secara umum sehingga tidak menutup kemungkinan untuk tumbuhnya bakteri yang dapat menghasilkan toksin dan menghambat tumbuhnya kapang serta khamir. Pada media PCA dapat tumbuh semua jenis mikroorganisme karena media ini tersusun atas bacto tryptone, bacto agar, bacto yeast extract, dan bacto dextrose/glucose. Media ini mengandung komposisi senyawa nutrisi yang kompleks, meliputi protein, karbohidrat, dan gula untuk kebutuhan pertumbuhan semua jenis mikroorganisme

2. Wortel

Jumlah koloni mikroba per gram untuk media PCAà bakteri: 2,1 x 105, kapang: <3,0 x 104 ( 5 x 103 ), dan khamir : 8,4 x 104. Untuk media PDAà bakteri: 1,3 x 105, kapang: <3,0 x 104 ( 5 x 103 ), dan khamir : <3,0 x 104 ( 2,5 x 103 ). Hal ini menunjukkan bahwa jumlah bakteri paling banyak terdapat pada media PCA dan media PDA lalu diikuti khamir serta kapang. Hal ini sudah sesuai dengan literatur karena wortel mengandung air dalam jumlah cukup tinggi dan cocok untuk pertumbuhan bakteri. Adanya sedikit kandungan karbohidrat memungkinkan hanya sedikit kapang yang dapat tumbuh pada bahan ini. Pada media PDA seharusnya jumlah bakteri yag tumbuh lebih sedikit daripada kapang dan khamir karena media ini tersusun atas bacto dextrose, bacto agar, dan potato. Media ini mengandung komposisi senyawa nutrisi yang kaya akan karbohidrat dan gula sehingga lebih cenderung untuk ditumbuhi oleh kapang dan khamir. Namun, media PDA merupakan jenis media umum yang digunakan untuk menumbuhkan lebih dari 1 jenis mikroorganisme secara umum sehingga tidak menutup kemungkinan untuk tumbuhnya bakteri yang dapat menghasilkan toksin dan menghambat tumbuhnya kapang serta khamir. Pada media PCA dapat tumbuh semua jenis mikroorganisme karena media ini tersusun atas bacto tryptone, bacto agar, bacto yeast extract, dan bacto dextrose/glucose. Media ini mengandung komposisi senyawa nutrisi yang kompleks, meliputi protein, karbohidrat, dan gula untuk kebutuhan pertumbuhan semua jenis mikroorganisme

3. Daging sapi

Jumlah koloni mikroba per gram untuk media SAà bakteri: 1,2 x 105, kapang: -, dan khamir : -. Untuk media PDAà bakteri: 4,2 x 105, kapang: <3,0 x 104 ( 5 x 102 ), dan khamir : <3,0 x 104 ( 2,5 x 103 ). Hal ini menunjukkan bahwa jumlah bakteri paling banyak terdapat pada media SA dan media PDA lalu diikuti khamir serta kapang. Hal ini sudah sesuai dengan literatur karena daging sapi banyak mengandung protein dan punya nilai Aw cukup tinggi sehingga cocok ditumbuhi bakteri. Adanya sedikit kandungan karbohidrat memungkinkan hanya sedikit kapang yang dapat tumbuh pada bahan ini. Media SA hanya ditumbuhi oleh bakteri saja. Hal ini juga sudah sesuai dengan literatur karena media SA merupakan media selektif untuk pertumbuhan mikroba yang terpilih dan khusus, maksudnya media ini dapat ditumbuhi oleh suatu jenis mikroba dan dapat menghambat/mematikan pertumbuhan mikroba jenis lainnya. Media ini sangat berguna untuk identifikasi jenis mikroba. Media ini tersusun atas bacto agar dan nutrisi yang dibutuhkan untuk pertumbuhan Staphylococcus. Media PDA merupakan jenis media umum yang digunakan untuk menumbuhkan lebih dari 1 jenis mikroorganisme secara umum. Media ini tersusun atas bacto dextrose, bacto agar, dan potato. Media ini mengandung komposisi senyawa nutrisi yang kaya akan karbohidrat dan gula sehingga lebih cenderung untuk ditumbuhi oleh kapang dan khamir. Namun, tidak menutup kemungkinan tumbuhnya bakteri.

4. Daging ayam

Jumlah koloni mikroba per gram untuk media SAà bakteri: 8,6 x 104, kapang: <3,0 x 104 ( 2,5 x 103 ), dan khamir : -. Untuk media PDAà bakteri: 8,7 x 105, kapang: 3 x 105 , dan khamir : -. Hal ini menunjukkan bahwa jumlah bakteri paling banyak terdapat pada media SA dan media PDA lalu diikuti kapang serta khamir. Hal ini sudah sesuai dengan literatur karena daging ayam mengandung mengandung protein dan punya nilai Aw cukup tinggi sehingga cocok ditumbuhi bakteri. Adanya sedikit kandungan karbohidrat memungkinkan hanya sedikit kapang yang dapat tumbuh pada bahan ini. Media SA hanya ditumbuhi oleh bakteri saja. Hal ini juga sudah sesuai dengan literatur karena media SA merupakan media selektif untuk pertumbuhan mikroba yang terpilih dan khusus, maksudnya media ini dapat ditumbuhi oleh suatu jenis mikroba dan dapat menghambat/mematikan pertumbuhan mikroba jenis lainnya. Media ini sangat berguna untuk identifikasi jenis mikroba. Media ini tersusun atas bacto agar dan nutrisi yang dibutuhkan untuk pertumbuhan Staphylococcus. Pada media PDA seharusnya kapang dan khamir yang lebih banyak tumbuh daripada bakteri karena media ini tersusun atas bacto dextrose, bacto agar, dan potato. Media ini mengandung komposisi senyawa nutrisi yang kaya akan karbohidrat dan gula sehingga lebih cenderung untuk ditumbuhi oleh kapang dan khamir. Namun, media PDA merupakan jenis media umum yang digunakan untuk menumbuhkan lebih dari 1 jenis mikroorganisme secara umum sehingga tidak menutup kemungkinan untuk tumbuhnya bakteri yang dapat menghasilkan toksin dan menghambat tumbuhnya kapang serta khamir.

Dari keempat sampel bahan pangan segar yang diuji, diketahui bahwa bahan yang paling banyak mengandung bakteri secara total adalah dimulai dari sayur bayam, daging ayam, daging sapi, dan wortel. Hal ini tidak sesuai dengan literatur karena kandungan protein dari daging sapi dan ayam lebih tinggi daripada sayur bayam, namun tidak menutup kemungkinan juga karena air yang dikandung bayam juga tinggi sehingga bakteri juga dapat tumbuh meskipun tidak optimal karena nutrisinya mengandung sedikit protein. Penyimpangan ini bisa disebabkan karena pengambilan suspensi yang tidak tercampur rata, kesalahan perhitungan dan identifikasi jenis mikroba. Bahan yang paling banyak mengandung kapang secara total adalah dimulai dari sayur bayam, daging ayam, wortel, dan daging sapi. Bahan yang paling banyak mengandung khamir secara total adalah dimulai dari sayur bayam, wortel, daging sapi, dan daging ayam. Hal itu sudah sesuai dengan literatur karena kandungan karbohidrat dan gula sayur bayam serta wortel lebih tinggi daripada daging sapi dan ayam. Secara keseluruhan bahan yang paling banyak mengandung mikroba adalah bayam, daging ayam, daging sapi, dan wortel. Seharusnya daging segar yang paling banyak mengandung bakteri karena protein dan kandungan airnya tinggi.

Berdasarkan pengamatan diketahui bahwa jumlah mikroba pada beberapa jenis media biakan sampel semakin meningkat seiring dengan semakin tingginya tingkat pengenceran. Misalnya pada pengenceran 10-3 bakterinya sebanyak 3, namun pada pengenceran 10-4 bakterinya menjadi sebanyak 14 (pada cawan I PDA daging sapi) serta masih banyak lagi contoh kasus seperti itu pada beberapa media biakan yang lainnya. Seharusnya semakin tinggi tingkat pengenceran, jumlah mikroba yang ada lebih sedikit/semakin turun karena pengenceran bertujuan untuk mendapatkan jumlah mikroba yang optimum untuk dihitung. Penyimpangan yang terjadi pada kegiatan praktikum kali ini dapat disebabkan karena beberapa faktor, yaitu:

  1. Kesalahan saat menghitung jumlah mikroba (tidak teliti dan tidak cermat saat menghitung) karena ukuran mikroorganismenya sangat kecil dan banyak
  2. Kesalahan saat mengidentifikasi jenis-jenis mikroba, kurang cermat dalam membedakan mana mikroba yang termasuk jenis bakteri, kapang, dan khamir karena ukurannya sangat kecil sehingga terlihat hampir sama/mirip.
  3. Pengambilan suspensi sampel yang tidak homogen (tidak dikocok merata) sehingga berpengaruh pada jumlah mikroba yang diinkubasikan. Saat mengambil suspensi mikroba untuk tabung pengenceran kesekian kalinya, bisa jadi suspensi yang ikut terambil adalah suspensi yang mengandung banyak koloni mikroba atau justru bagian suspensi yang kebetulan tidak mengandung koloni mikroba sama sekali sehingga jumlah mikroba pada tiap pengenceran tidak sama bahkan ada yang semakin tinggi pengenceran, maka jumlah koloni mikrobanya semakin besar. Padahal seharusnya semakin tinggi tingkat pengenceran, jumlah mikroba yang ada lebih sedikit/semakin turun karena pengenceran bertujuan untuk mendapatkan jumlah mikroba yang optimum untuk dihitung.
  4. Teknik yang dilakukan praktikan saat praktikum yang kurang aseptis sehingga banyak terjadi kontaminasi dari luar. Saat praktikum bisa jadi pengambilan sampel tidak dilakukan di dekat nyala api bunsen, membuka tutup cawan petri terlalu lebar saat memasukkan suspensi dalam cawan, menaruh pipet yang digunakan untuk mengambil suspensi mikroba secara sembarangan.
  5. Penggunaan peralatan yang kurang bersih dan steril, seperti tidak mencuci pipet saat digunakan untuk mengambil suspensi yang berlainan tingkat pengenceran, tidak menggunakan tabung reaksi yang bersih untuk meletakkan suspensi yang diencerkan.
  6. Perlakuan praktikan saat praktikum dan sebelum menginkubasikan mikroba (perlakuan pra proses). Pada saat praktikum berlangsung, praktikan selalu mengobrol di sekitar area pengambilan dan peletakan suspensi sehingga mikroba dari udara pernafasan atau mulut praktikan dapat mengontaminasi sampel dan terjadilah kontaminasi dari luar. Praktikan tidak mengocok suspensi saat diencerkan dan saat akan mengambil suspensi yang akan diinkubasikan sehingga persebaran koloni mikroba dalam suspensi tidak merata/homogen. Hal ini memungkinkan terambilnya suspensi yang tidak mengandung mikroba sama sekali atau justru mengandung banyak koloni mikroba. Praktikan tidak mengambil sampel dengan pinset./penjepit steril, tetapi dengan tangan sehingga memungkinkan mikroba dari tangan praktikan bisa berpindah dan mengontaminasi bahan

Dari uraian tersebut dapat dimengerti bahwa tidak ada media tunggal yang hanya ditumbuhi oleh satu jenis mikroba. Setiap media dapat ditumbuhi oleh beberapa jenis mikroba. Makin spesifik suatu media, maka semakin sedikit jenis mikroba yang dapat tumbuh pada media tersebut, dengan demikian makin baik media tersebut untuk menetapkan jenis mikroba kontaminan. Namun karena tidak ada satu jenis media yang hanya dapat ditumbuhi oleh satu jenis mikroba, maka perlu menggunakan kombinasi beberapa media. Bila menggunakan beberapa media secara bersama dapat menimbulkan permasalahan, karena jika kontaminan lebih dari satu jenis maka koloni pada media yang berbeda mungkin dari jenis berbeda. Dengan demikian media satu tidak memperkuat kesimpulan dari media yang lain. Disamping itu, penggunaan beberapa media secara bersama dapat menjadi pemborosan. Untuk mengantisipasi hal ini dapat dilakukan satu media pada tahap pertama dan dilanjutkan dengan media lain jika hasilnya meragukan. Namun yang menjadi pertanyaan media mana yang didahulukan. Untuk rnenentukan media yang dipergunakan maka diperlukan analisa mengenai sifat mikroba yang diuji dan media yang digunakan. Komponen yang terkandung pada media dan reaksi/respon yang terjadi bila suatu jenis mikroba tumbuh merupakan pengetahuan yang sangat diperlukan. Dari pengetahuan tersebut maka urutan media yang digunakan akan lebih mudah ditentukan dan hasilnya akan saling memperkuat untuk menetapkan jenis kontaminan tersebut. Namun dengan cara demikian walaupun dapat menghemat penggunaan media dan jenis kontaminan dapat ditetapkan dengan yang lebih baik tetapi memerlukan waktu pengujian lebih lama.


BAB 6. KESIMPULAN DAN SARAN

6.1 Kesimpulan

1. Bahan pangan segar banyak mengandung nutrisi dan nilai Aw yang cukup tinggi yang sangat diperlukan untuk pertumbuhan mikroba.

2. Metode celup biasanya dilakukan terhadap bahan pangan segar yang memiliki ukuran cukup kecil.

3. Metode swab/oles dilakukan terhadap bahan mentah yang memiliki permukaan cukup luas.

4. PCA adalah media umum yang tersusun atas bacto tryptone, bacto agar, bacto yeast extract, dan bacto dextrose/glucose, digunakan untuk menumbuhkan lebih dari 1 jenis mikroorganisme secara umum, seperti bakteri, kapang, dan khamir.

5. SA (Staphylococcus Agar) adalah jenis media selektif/media pertumbuhan mikroba yang terpilih dan khusus yang dapat ditumbuhi oleh suatu jenis mikroba bakteri Staphylococcus dan dapat menghambat/mematikan pertumbuhan mikroba jenis lainnya.

6. PDA adalah media umum yang tersusun atas bacto dextrose, bacto agar, dan potato, digunakan untuk menumbuhkan lebih dari 1 jenis mikroorganisme secara umum terutama kapang dan khamir.

7. Wortel, bayam, daging sapi, dan daging ayam memiliki kandungan air yang cukup tinggi sehingga memungkinkan mikroba jenis bakteri dapat tumbuh optimal pada bahan.

8. Kandungan protein daging sapi dan daging ayam memiliki yang cukup tinggi memungkinkan mikroba jenis bakteri dapat tumbuh.

9. Kandungan karbohidrat wortel dan bayam yang lumayan tinggi juga memungkinkan tumbuhnya kapang.

10. Kandungan protein wortel dan bayam yang cukup rendah memungkinkan tumbuhnya sedikit bakteri.

11. Pengenceran bertujuan untuk mendapatkan jumlah mikroba yang optimum untuk dihitung.

12. Dari keempat sampel bahan pangan segar yang diuji, diketahui bahwa bahan yang paling banyak mengandung bakteri secara total adalah dimulai dari sayur bayam, daging ayam, daging sapi, dan wortel.

13. Dari keempat sampel bahan pangan segar yang diuji, bahan yang paling banyak mengandung kapang secara total adalah dimulai dari sayur bayam, daging ayam, wortel, dan daging sapi.

14. Dari keempat sampel bahan pangan segar yang diuji, bahan yang paling banyak mengandung khamir secara total adalah dimulai dari sayur bayam, wortel, daging sapi, dan daging ayam.

15. Berdasarkan pengamatan diketahui bahwa jumlah mikroba pada beberapa jenis media biakan sampel semakin meningkat seiring dengan semakin tingginya tingkat pengenceran. Seharusnya semakin tinggi tingkat pengenceran, jumlah mikroba yang ada lebih sedikit.

16. Penyimpangan pada kegiatan praktikum kali ini dapat disebabkan karena kesalahan saat menghitung jumlah mikroba (tidak teliti saat menghitung), kesalahan saat mengidentifikasi jenis-jenis mikroba, pengambilan suspensi sampel yang tidak homogen (tidak dikocok merata) sehingga berpengaruh pada jumlah mikroba yang diinkubasikan, teknik praktikan yang kurang aseptis sehingga banyak terjadi kontaminasi dari luar, penggunaan peralatan yang kurang bersih dan steril, perlakuan praktikan saat praktikum dan sebelum menginkubasikan mikroba (perlakuan pra proses).

6.2 Saran

Mohon skema kerja praktikum ditulis di papan sekaligus dijelaskan. Jadi para praktikan bisa paham.


DAFTAR PUSTAKA

Anonim. 2008. Petunjuk Praktikum Sanitasi Industri dan Keamanan Pangan. Jember: Jurusan THP FTP UNEJ.

Buckle, K.A. 1987. Ilmu Pangan. Jakarta: Universitas Indonesia (UI-Press)

Giyarto dkk. 2004. Buku Ajar Sanitasi Industri. Jember: Jurusan THP FTP UNEJ.

Krisno, Budiyanto, Agus. 2001. Dasar-Dasar Ilmu Gizi. Malang : UMM Press.

Pelczar, M.J. dan E.C.S. Chan.1988. Dasar-Dasar Mikrobiologi. Jakarta: UI Press

Puspitasari. 2004. Sanitasi dan Higiene dalam Industri Pangan. Jember: Jurusan THP FTP UNEJ.

http://library.usu.ac.id/download/fkm/fkm-albiner3.pdf

http://tumoutou.net/702_07134/hapsari_m.htm

No comments:

Post a Comment