Sunday, 29 May 2011

Minimal Processing buah

Buah Terolah Minimal

Keinginan konsumen untuk mendapatkan makanan yang bersifat mudah dikonsumsi dan masih dalam keadaan segar, akan membuka kesempatan bidang pengawetan makanan dengan cara pengolahan minimal (minimal processing) (Irawati , Santi (2008).). Pada dasarnya produk terolah minimal terdiri dari proses pencucian, sortasi, pengupasan, dan pemotongan/pengirisan menjadi bagian-bagian yang lebih kecil dengan bentuk spesifik sesuai komoditas. Produk sayur atau buah terolah minimal masih memiliki karakteristik segar dan lebih praktis kerena telah dihilangkanya bagian yang tidak dapat dimakan.

Pada pemotongan dan pengirisan buah atau sayur-sayuran mentah, sebagian sel-selnya rusak terpotong, sehingga isinya termasuk vitamin C menjadi keluar. Keadaan ini menyebabkan terbuka pengaruh udara yang mengandung oksigen dan pengaruh sinar matahari yang mengandung sinar ultraviolet.

Mengiris-iris buah atau sayur menjadi potongan yang semakin halus menyebabkan kerusakan semakin berat bila sesudah dipotong-potong masih dibiarkan saja beberapa lama sebelum dimasak. Pengirisan buah atau sayur mentah sebaiknya dilakukan segera sebelum dimasak lebih lanjut. Kerusakan atau kehilangan dapat dihindari dengan cara mendidihkan dulu air perebus baru buah atau sayur dimasukkan ditutup rapat dan direbus tidak terlalu lama. Keadaan ini akan menyebabkan uap air akan mendesak keluar udara yang mengandung oksigen, sehingga dapat dihindarkan kerusakan vitamin C oleh pengaruh udara dalam zat asam tersebut. Selain itu ion-ion logam yang terlepas dari alat pemasak yang dibuat dari bahan logam akan memudahkan terjadinya kerusakan oleh oksidasi vitamin C. kerusakan vitamin C dapat dihindari dengan menggunakan alat pemasak berlapis email atau terbuat dari bahan stainless steel.

Asam Askorbat adalah vitamin yang paling mudah rusak diantara semua vitamin yang ada. Asam askorbat sangat larut dalam air. Asam askorbat mudah teroksidasi. Oksidasi sangat cepat bila kondisinya alkalis, pada suhu tinggi dan terkena sinar matahari serta logam-logam yang rendah. (Gaman and Sherrington, 1994 dikutip dari skripsi, Bastian, dkk. 2004). Asam askorbat pada buah apel disintesa dari glukosa, dimana asam askorbat ini akan mengalami penurunan selama penyimpanan. Salah satu penyebab penurunan kandungan asam askorbat ini disebabkan oleh aktivitas enzim asam askorbat oksidase (Tranggono dan Sutardi, 1989 dikutip dari Tesis Bastian, dkk, 2004).

Distribusi vitamin C dalam berbagai tumbuhan sangat bervariasi. Beberapa buah ada yang sebagian besar sumber vitamin C nya terdapat pada bagian kulit dibandingkan dengan bagian daging dan paling sedikit bagian biji. Adapula jenis buah-buahan yang kandungan vitamin C nya paling banyak pada dagingnya. Biasanya rasa daging buah itu asam-asam manis karena vitamin C atau asam askorbat adalah sejenis gula yang mudah teroksiodasi, tetapi kegiatan koenzimnya ini memegang peranan penting dalam system

pengoksidasian atau penyusutan faali. Kadar vitamin C sangat dipengaruhi oleh varietas, lingkungan, tempat tumbuh, pemakaian berbagai jenis pupuk, tingkat kematangan buah dan sebagainya, kemungkinan adanya variasi yang besar dalam kadar vitamin C harus selalu dipertimbangkan (Winarno,1980). Vitamin C sangat mudah rusak pada saat pemasakan, penyimpanan dan berbagai proses pengolahan pangan sehingga dalam hidangan vitamin C yang tertinggal jauh lebih kecil dibandingkan dengan kadarnya dalam makanan segar sebelum mengalami pemasakan dan penanganan lainnya. Sifat umum dari vitamin C dalam bentuk murni merupakan kristal putih, tidak berwarna, tidak berbau dan mencair pada suhu 190 - 192 °C. Senyawa ini bersifat reduktor kuat dan mempunyai rasa asam, mudah larut dalam air dan tidak larut dalam bensin, eter, kloroform dan minyak. Sangat sensitif terhadap faktor-faktor yang menyebabkan kerusakan terhadap suhu, udara, konsentrasi gula garam, pH, oksigen, enzim katalisator logam, onsentrasi awal baik dalam larutan maupun sistem model dan rasio antara asam askorbat dan dehidro asam askorbat. Oleh karena itu dalam proses pengolahan terutama menggunakan suhu tinggi vitamin C banyak yang hilang serta dihindari pengirisan dan penghancuran yang berlebihan (Winarno, 1980)

PENGEMASAN BAHAN PANGAN

Pengemasan merupakan suatu cara atau perlakuan pengamanan terhadap makanan atau bahan pangan, agar makanan atau bahan pangan baik yang belum diolah maupun yang telah mengalami pengolahan, dapat sampai ke tangan konsumen dengan “selamat”, secara kuantitas maupun kualitas.

Interaksi bahan pangan atau makanan dengan lingkungan dapat menimbulkan dampak yang merugikan bagi bahan pangan tersebut, antara lain :


1. Interaksi massa :
– Kontaminasi mikrobia (jamur, bakteri, dll).
– Kontaminasi serangga.
– Penambahan air atau menguapnya air.
– Benturan / gesekan.

2. Interaksi cahaya :
– Oksidasi terhadap lemak, protein, vitamin, dll.

3. Interaksi panas :
– Terjadi gosong, perubahan warna.
– Rusaknya nutrisi, case hardening dll.

Fungsi Pengemasan

Mengatur interaksi antara bahan pangan dengan lingkungan sekitar, sehingga menguntungkan bagi bahan pangan, dan menguntungkan bagi manusia yang mengkonsumsi bahan pangan.

Tujuan Pengemasan

  • Membuat umur simpan bahan pangan menjadi panjang.
  • Menyelamatkan produksi bahan pangan yang berlimpah.
  • Mencegah rusaknya nutrisi/gizi bahan pangan.
  • Menjaga dan menjamin tingkat kesehatan bahan pangan.
  • Memudahkan distribusi/ pengangkutan bahan pangan.
  • Mendukung perkembangan makanan siap saji.
  • Menambah estetika dan nilai jual bahan pangan.


Pengemasan bahan pangan harus memenuhi beberapa kondisi atau aspek untuk dapat mencapai tujuan pengemasan itu, yaitu :

  • Bahan pengemasnya harus memenuhi persyaratan tertentu.
  • Metode atau teknik Pengemasan bahan pangan harus tepat.
  • Pola distribusi dan penyimpanan produk hasil pengemasan harus baik.

Persyaratan Bahan Pengemas :

  • Memiliki permeabilitas (kemampuan melewatkan) udara yang sesuai dengan jenis bahan pangan yang akan dikemas.
  • Harus bersifat tidak beracun dan inert (tidak bereaksi dengan bahan pangan).
  • Harus kedap air.
  • Tahan panas.
  • Mudah dikerjakan secara masinal dan harganya relatif murah.

Fungsi Suhu Dingin :

Mengurangi kegiatan respirasi dan proses metabolisme yang lain

Memperlambat proses penuaan (aging) dan proses pematangan (ripening)

Mengurangi kehilangan air, yang berarti memperlambat proses pelayuan

Mengurangi kerusakan karena aktivitas bakteri dan mikroorganisme lain

Mengurangi pertumbuhan/pertunasan

2. Menurut Murniramli (2008), vitamin C (absorbic acid) akan menghambat enzim di dalam apel untuk bereaksi dengan oksigen atau dengan kata lain kerja enzim dirusak oleh vitamin C. Asam sitrat dalam hal ini fungsinya hampir menyerupai vitamin C dengan mekanisme merusak enzim yang dapat menyebabkan pencoklatan.

Dibalik keuntungannya buah terolah minimal mempunyai kelemahan, yaitu buah lebih mudah rusak bila dibandingkan dengan buah utuh yang masih berkulit, baik selama penanganan maupun penyimpanan. Hal ini disebabkan oleh hilangnya kulit buah sebagai pelindung alami dan hilangnya keutuhan sel akibat perlakuan pengupasan dan pemotongan, sehingga terjadinya perubahan fungsi fisiologis sel yang mengakibatkan meningkatnya transpirasi, respirasi dan aktivitas enzim (Burn, 1995).

Utami (2008) menunjukan vitamin C dapat menghambat aktivitas polifenol oksidase buah apel hijau dengan IC50 yaitu 0,241 mM. Selanjutnya penelitian Santi (2008) tentang pengaruh vitamin C untuk menghambat proses pencoklatan pada buah pir (Pyrus communis L.) memperoleh hasil dengan IC50 yaitu 0,285 mM. Penelitian lainnya menurut Retno (2008), tentang pengaruh vitamin C untuk menghambat aktivitas polifenol oksidase buah pisang (Musa paradisiaca Linn. Var Sapientum) dengan IC50 yaitu 0,429 mM.

Zat Pemutih
Zat aditif ini dipakai untuk memutihkan warna bahan makanan, misalnya ammonium pesulfat, asam askorbat dan kalium bromat yang biasa dipakai pada tepung, kalium peroksida dan natrium stearil fumarat yang biasa ditambahkan pada roti, adonan biscuit, adonan kue, tepung roti.

Zat Antioksidan
Zat antioksidan ditambahkan pada makanan dengan tujuan untuk mencegah ketengikan. Zat itu antara lain Butil hidroksi anisol (BHA), butil hidroksi toluena (BHT), asam askorbat dan tokoferol.

Agar-agar sebenarnya adalah karbohidrat dengan berat molekul tinggi yang mengisi dinding sel rumput laut. Ia tergolong kelompok pektin dan merupakan suatu polimer yang tersusun dari monomer galaktosa. Agar-agar dapat dibentuk sebagai bubuk dan diperjualbelikan.

Gel terbentuk karena pada saat dipanaskan di air, molekul agar-agar dan air bergerak bebas. Ketika didinginkan, molekul-molekul agar-agar mulai saling merapat, memadat dan membentuk kisi-kisi yang mengurung molekul-molekul air, sehingga terbentuk sistem koloid padat—cair. Kisi-kisi ini dimanfaatkan dalam elektroforesis gel agarosa untuk menghambat pergerakan molekul obyek akibat perbedaan tegangan antara dua kutub. Kepadatan gel agar-agar juga cukup kuat untuk menyangga tumbuhan kecil sehingga sangat sering dipakai sebagai media dalam kultur jaringan.

Rumus molekul : (C12H14O5(OH)4)n

Sorbitol atau D-Sorbitol atau D-Glucitol atau D-Sorbite adalah monosakarida poliol (1,2,3,4,5,6–Hexanehexol) dengan rumus kimia C6H14O6. Sorbitol berupa senyawa yang berbentuk granul atau kristal dan berwarna putih dengan titik leleh berkisar antara 89° sampai dengan 101°C, higroskopis dan berasa manis. Sorbitol memiliki tingkat kemanisan relatif sama dengan 0,5 sampai dengan 0,7 kali tingkat kemanisan sukrosa dengan nilai kalori sebesar 2,6 kkal/g atau setara dengan 10,87 kJ/g. Penggunaannya pada suhu tinggi tidak ikut berperan dalam reaksi pencoklatan (Maillard)

http://www.pom.go.id/nonpublic/makanan/standard/News1.html


Anonim, 2009. ANTIBROWNING APEL FRESH CUT. Laporan Praktikum.

Fakultas Pertanian Universitas Sebelas Maret. Surakarta

Andrianis, Y. 2001. Mempelajari Penggunaan Plastik Kemasan untuk Memperpanjang Masa Simpan Buah Durian (Duriozibetinus zibetinus) Terolah Minimal. Skripsi. Fakultas Teknologi Pertanian. IPB. Bogor.

Anggraini, Dian. 2006. Penggunaan Low Methoxy Pectin dalam Edible Coating Selama Penyimpanan Buah durian Terolah Minimal. Skripsi. Teknologi Hasil Pertanian. Universitas Jambi.

Bastian , Februadi., A.B. Tawali., A. Laga. 2004. Mempelajari Pengaruh Suhu Penyimpanan Terhadap Mutu Buah Apel Varietas Red Delicious (Malus sylvetris). Seminar Hasil Penelitian. Jurusan Teknologi Pertanian Unhas.

Cahyadi, Wisnu. 2006. Analisis & Aspek Kesehatan Bahan Tambahan Pangan.

Bumi Aksara. Jakarta.

Dalimartha dan Setiawan. 1999. Atlas Tumbuhan Obat Indonesia. Trubus Agriwidya. Jakarta

Winarno, F.G . 1980. Kimia Pangan dan Gizi. Jakarta: Gramedia Pustaka

Tranggono & Sutardi. 1990. Biokimia dan Teknologi Pasca Panen.Gramedia Pustaka. Utama. Jakarta

Irawati , Santi (2008). Pengaruh Vitamin C Terhadap Aktivitas Polifenol Oksidase Buah Pir (Pyrus communis L.) Secara In Vitro. Skripsi thesis, Universitas Muhammadiyah Surakarta.

Elvira Syamsir (tulisan asli dalam Majalah Kulinologi Indonesia edisi September 2010)

http://ilmupangan.blogspot.com/

No comments:

Post a Comment