Sunday 29 May 2011

Proses Pengolahan Kakao

Buah kakao diperoleh dari tanaman kakao (Theobroma cacao Linn) suatu tanaman dari famili Sterculiaceae dan merupakan tanaman tahunan. Kakao merupakan tanaman perkebunan/industri berupa pohon yang dikenal di Indonesia sejak tahun 1560 namun menjadi komoditi yang penting sejak tahun 1951. Pohon kakao memiliki tinggi yang tidak lebih tinggi dari 30 kaki dengan struktur daun layu dan mengkilap. Buah kakao ini tumbuh secara langsung pada bagian batang pohon dan cabang utama.

A. Jenis Varietas Tanaman Kakao

Ada beberapa varietas tanaman kakao yang dibudidayakan di dunia yaitu :

1. Criollo

Kakao jenis ini merupakan tipe kakao yang bermutu dan hampir seluruhnya berbiji putih, fermentasi cepat, berdinding buah tipis dan mudah dipotong, kulit buah kasar dan lunak. Pada buah terdapat sepuluh alur yang berselang-seling terdiri atas lima alur dan lima alur dangkal, ujung buah kebanyakan tumpul dan sedikit bengkok. Warna buah selalu merah pada waktu muda dan menjadi oranye bila sudah masak, kakao ini sering dikenal dengan kakao mulia. merupakan jenis tanaman kakao yang menghasilkan biji cokelat yang mutunya sangat baik dan dikenal sebagai cokelat mulia, fine flavour cocoa, choiced cocoa, dan edel cocoa. Dapat pula diringkas seperti :

a. Buahnya berwarna merah atau hijau, kulit buahnya tipis berbintil-bintil kasar dan lunak.

b. Biji buahnya berbentuk bulat telur dan berukuran besar dengan kotiledon berwarna putih pada waktu basah.

c. Jumlahnya ± 7%, merupakan jenis edel yang dihasilkan di Ekuador, Venezuela, Trinidad, Grenada, Jamaika, Srilanka, Indonesia, dan Samoa

2. Forastero

Kakao jenis ini merupakan jenis tanaman kakao yang menghasilkan biji cokelat yang: mutunya sedang atau bulk cocoa, atau dikenal juga sebagai ordinary cocoa.

Buahnya berwarna hijau, kulitnya tebal.

Biji buahnya tipis atau gepeng dan kotiledon berwarna ungu pada waktu basah.

Jumlahnya ± 93% dari produksi kakao dunia merupakan jenis bulk yang dihasilkan dari Afrika Barat, Brasil dan Dominika.

3. Trinitario

Kakao ini merupakan hybrida dari jenis Criollo dengan jenis Forastero secara alami, sehingga kakao jenis ini sangat heterogen.

Kakao Trinitario menghasilkan biji yang termasuk fine flavour cocoa dan ada yang termasuk bulk cocoa.

Buahnya berwarna hijau atau merah dan bentuknya bermacam-macam.

Biji buahnya juga bermacam-macam dengan kotiledon berwarna ungu muda sampai ungu tua pada waktu basah

Jenis trinitario yang banyak ditanam di Indonesia adalah Hibrid Djati Runggo (DR) dan Uppertimazone Hybrida (kakao lindak)

(Susanto, 1994).

Buah kakao terdiri atas tiga komponen utama yaitu kulit buah , biji , dan plasenta. Kulit buah merupakan komponen terbesar dari buah kakao,menyokong lebih dari 70% berat buah masak. Jumlah biji dalam buah kakao berkisar 30-40 biji dengan berat sekitar 27-29% buah masak,biji-biji tersebut direkatkan oleh plasenta. Biji kakao dalam buah kakao diselimuti oleh pulp. Pulp berwarna putih dan bila buah masak pulp akan menjadi lunak dan berasa manis. Buah kakao sebaiknya dipetik tepat masak agar dapat menghasilkan biji kakao kering yang baik (Anonim, 2008:17).

Biji kakao terdiri atas keping biji (nib) yang dilindungi oleh kulit (shell). Kadar kulit dihitung atas dasar perbandingan berat kulit dan berat total biji kakao (kulit + keping) pada kadar air 6 - 7 %. Standar kadar kulit biji kakao yang umum adalah antara 11 - 13 %. Ukuran biji kakao sangat menentukan rendemen hasil lemak. Makin besar ukuran biji kakao, makin tinggi randemen lemak dari dalam biji. Ukuran biji kakao dinyatakan dalam jumlah biji (beans account) per 100 g contoh uji yang diambil secara acak pada kadar air 6 - 7 %. Ukuran biji rata-rata yang masuk kualitas eskpor adalah antara 1,0 - 1,2 gram atau setara dengan 85 - 100 biji per 100 g contoh uji. Ukuran biji kakao kering sangat dipengaruhi oleh jenis bahan tanaman, kondisi kebun (curah hujan) selama perkembangan buah, perlakuan agronomis dan cara pengolahan (Susanto, 1994).

Berdasarkan hasil pengamatan pada praktikum kali diketahui bahwa buah kakao lewat matang berisi 32 biji, dan berat utuh adalah 400 gram, berat kulit adalah 283,3 gram, berat biji adalah 91,4, dan berat plasenta adalah 12,51 gram. Hal ini sesuai dengan komposisi berat pada literatur.

B. Proses Pengolahan Produk Hulu Kakao

Pengolahan kakao dibedakan menjadi pengolahan hulu dan pengolahan hilir. Pengolahan hulu pada buah kakao bertujuan untuk memperoleh biji kakao kering dari buah kakao masak.Tahapan dari pengolahan hulu adalah sebagai berikut :

1. Pemetikan buah

Kriteria buah kakao yang masak adalah 143 – 170 hari dari pembuahan, buah kakao yang telah masak mengalami perubahan warna dari merah bata menjadi merah kekuningan terutama sepanjang alur buah. Pada buah yang muda biji melekat pada kulit buah,sedangkan buah masak umumnya biji terlepas dari kulit buah. Buah yang dipetik harus buah yang masak optimal karena komposisi pulp merupakan media yang baik untuk pertumbuhan mikroorganisme pada fermentasi. Bila pengolahan memenuhi syarat maka akan diperoleh biji kakao kering bermutu tinggi.

2. Pemecahan Buah

Tujuan dari sortasi kebun adalah memisahkan buah kakao menjadi 2 kelompok yaitu Superior yaitu masak optimal, sehat dan tidak cacat dan Inferior yaitu kurang masak atau lewat masak dan cacat. Pemecahan buah dilakukan dengan menggunakan pemukul kayu,kadang dimodifikasi diberi pisau pada tengahnya yang disebut kulkasau, prinsipnya adalah jangan sampai merusak biji. Biji dikeluarkan , ditempatkan pada lembaran plastik atau daun pisang atau langsung ditempatkan pada kotak fermentasi,dan jangan sampai bercampur tanah.

3. Fermentasi

Fermentasi harus dilakukan karena tanpa fermentasi sifat khas (warna dan flavor) tidak terbentuk. Fermentasi secara eksternal dilakukan oleh mikroorganisme untuk menghancurkan pulp, sedangkan secara internal terjdi secara enzimatis di dalam biji sehingga terbentuk warna dan flavor coklat. Pada fermentasi terjadi perubahan – perubahan diantaranya yaitu :

a. Penguraian pulp dengan pemecahan gula menjadi alkohol yang bersifat eksotermis sehingga terjadi kenaikan suhu.

b. Pertumbuhan bakteri,kenaikan pH dan kondisi aerob cocok untuk pertumbuhan bakteri. Bakteri yang dominan adalah bakteri asam laktat dan asam cuka. Asam yang terbentuk masuk kedalam biji secara cepat dan menyebabkan biji mati, membantu distribusi cacao purple dalam keping biji dan dan membantu hidrolisa yang berhubungan dengan pembentukan flavor serta menghambat pertumbuhan yeast.

c. Kematian biji, asam asetat naik dan suhu naik menyebabkan kematian biji,kematian biji ini terjadi pada 30 – 40 jam saat fermentasi dimulai

d. Masuknya udara melalui permukaan massa yang dipercepat dengan pengadukan dan pemblikan.

e. Pembentukan warna dan flavor, terjadi dekstruksi antosianin. Aktivitas enzim oksidase dan peroksidase merubah antosianin menjadi gula dan sianidin, polifenol teroksidasi membentuk warna coklat dan rasa sepet turun serta terjadi pemecahan lemak dan protein yang disebabkan aktivitas proteolitik dan katalase. Kadar theobromin turun selama fermentasi.

Pada fermentasi terdapat beberapa faktor yang mempengaruhi yaitu :

    1. Suhu fermentasi. Selama fermentasi suhu naik dari 28°C menjadi 55°C yang disebabkan oleh aktivitas mikrobia. Bila suhu terlalu tinggi akan terjadi perombakan yang cepat sehingga bisa menyebabkan fermentasi berlebihan dan menghasilkan flavor yang tidak diinginkan. Bila suhu terlalu rendah maka fermentasi tidak berjalan baik dan pembentukan flavor tidak optimal.
    2. Aerasi. Adanya oksigen dari udara akan mempercepat pertumbuhan yeast dan menghambat pertumbuhan mikrobia anaerob yang merugikan fermentasi. Udara diperoleh dari lubang pada sisi / dasar bak fermentasi, pembalikan biasanya dilakukan satu hari sekali, pembalikan juga dilakukan agar tidak melewati suhu optimum. Aerasi juga mencegah pertumbuhan jamur.
    3. Tebal lapisan biji. Fermentasi akan berjalan baik bila tebal lapisn biji antara 40 – 50 cm. Apabila terlalu tebal menyebabkan penetrasi udara terhambat sehingga fermentasi tidak rata dan suhu bisa melebihi suhu optimum. Jika terlalu tipis suhu tidak tercapai
    4. Besar kotak fermentasi. Besarnya kotak fermentasi akan mempengaruhi suhu selama fermentasi.
    5. Lama waktu fermentasi. Bila terlalau lama akan menyebabkan timbulnya off flavor dan kehilangan berat.
    6. Kemasakan buah. Buah yang baik untuk fermentasi kakao adalah buah yang tepat masak. Bila buah terlalu matang ada kemungkinan biji sudah berkecambah dan terjadi fermentasi yang berlebihan sehingga akan menurunkan kadar lemak dan akan menambah persen biji cacat. Bila buah terlalu muda maka pembentukan flavor coklat kurang baik,persen biji pipih akan tinggi, persen lemak rendah dan kadar kulit biji terlalu tinggi.

Derajat fermentasi berdasarkan warna keping biji dapat diklasifikasikan menjadi beberapa tingkat, yaitu,

· Fermentasi kurang menghasilkan keping biji berwarna ungu penuh (tanpa fermentasi), warna ungu seperti batu tulis (fermentasi 1 hari), warna ungu dan coklat sebagian (fermentasi 2 - 3 hari), warna cokelat dengan sedikit ungu (fermentasi 4 hari)

· Terfermentasi sempurna menghasilkan keping biji berwarna coklat dominan

· Fermentasi berlebihan menghasilkan warna keping biji coklat gelap dan berbau tidak enak.

Penentuan derajat fermentasi berdasarkan warna dilakukan dengan uji belah. Biji kakao dibelah tepat di bagian tengah, arah memanjang dari keping biji. Permukaan biji yang terbelah dapat dilihat dengan jelas. Selain itu, uji ini dapat digunakan untuk menentukan serangan jamur atau serangga di dalam apakah keping biji. Keduanya dapat dilihat dari miselia yang tumbuh di dalam keping biji atau telur dan larva serangga yang bersarang di dalam keping biji

4.Perendaman dan Pencucian. Setelah fermentasi selesai biji kakao direndam dalam air selama ± 2 jam untuk menghentikan fermentasi,lama perendaman maksimal 12 jam. Setelah itu dicuci. Selain menghentikan proses fermentasi juga memperbaiki kenampakan biji dan mengurangi pulp yang masih menempel serta membantu pengeringan.

5.Pengeringan. Biji dikeringkan di bawah sinar matahari selama ± 2 hari sambil dibolak – balik, kemudian dimasukkan dalam pengering 50ÂșC selama 48 – 60 jam. Kadar air biji kakao kering ini berkisar 5 – 6 %.

6.Tempering. Biji kakao yang keluar dari pengering dimasukkan ke dalam karung kemudian diletakkan dalam ruangan yang diberi alas kayu. Tempering ini dilakukan agar kulit biji kakao menjadi ulet / tidak rapuh sehingga persen biji pecah dapat diminimalkan.

7.Sortasi Kering. Dilakukan dengan tenaga manusia secara manual

8.Pengepakan dan Penyimpanan. Kemasan yang digunakan bersih dan kuat biasanya menggunakan karung goni dan tidak dianjurkan menggunakan karung plastik. Penyimpanan tidak boleh didekatkan pada sumber bau karena akan diserap. Ruang penyimpanan memiliki RH ≤ 75%,bersih dan ventilasi cukup. Jarak dari lantai ± 8 cm dan jarak dari dinding ± 60 cm.

(Anonim. 2008:18-19).

C. Sistem Standarisasi Mutu Biji Kakao

Ada beberapa macam faktor penyebab mutu kakao yang dihasilkan beragam yaitu minimnya sarana pengolahan, lemahnya pengawasan mutu serta penerapan teknologi pada seluruh tahapan proses pengolahan biji kakao rakyat yang tidak berorientasi pada mutu.

Kriteria mutu biji kakao yang meliputi aspek fisik, cita rasa dan kebersihan serta aspek keseragaman dan konsistensi sangat ditentukan oleh perlakuan pada setiap tahapan proses produksinya. Tahapan proses pengolahan dan spesifikasi alat dan mesin yang digunakan yang menjamin kepastian mutu harus didefinisikan secara jelas dan pasti.

Selain itu, pengawasan dan pemantauan setiap tahapan proses harus dilakukan secara rutin agar tidak terjadi penyimpangan mutu, karena hal demikian sangat diperhatikan oleh konsumen, disebabkan biji kakao merupakan bahan baku makanan atau minuman. Proses pengolahan buah kakao menentukan mutu produk akhir kakao, karena dalam proses ini terjadi pembentukan calon citarasa khas kakao dan pengurangan cita rasa yang tidak dikehendaki, misalnya rasa pahit dan sepat.

Standar mutu diperlukan sebagai sarana untuk pengawasan mutu. Setiap partai biji kakao yang akan diekspor harus memenuhi persyaratan tersebut dan diawasi oleh lembaga yang ditunjuk.

►Standar Mutu Biji Kakao Nasional

Standar mutu biji kakao Indonesia telah ditetapkan oleh Badan Standarisasi Nasional Indonesia dalam Standar Nasional Indonesia Biji Kakao (SNI 01 - 2323 - 2000). Standar ini meliputi definisi, klasifikasi, syarat mutu, cara pengambilan contoh, cara uji, syarat penandaan (labelling), cara pengemasan dan rekomendasi. Biji kakao didefinisikan sebagai biji yang dihasilkan oleh tanaman kakao (Theobroma cacao Linn), yang telah difermentasi, dibersihkan dan dikeringkan. Biji kakao yang diekspor diklasifikasikan berdasarkan jenis tanaman, jenis mutu, dan ukuran berat biji. Atas dasar jenis tanaman, biji kakao dibedakan menjadi dua, yaitu jenis kakao mulia (Fine Cocoa) dan jenis kakao lindak (Bulk Cocoa). Standar mutu biji kakao yang akan diekspor ditentukan atas dasar ukuran biji, tingkat kekeringan dan tingkat kontaminasi benda asing. Ukuran biji dinyatakan dalam jumlah biji per 100 g biji kakao kering (kadar air 6 - 7 %). Klasifikasi mutu atas dasar ukuran biji dikelompokkan menjadi 5 tingkat, sedang tingkat kekeringan dan kontaminasi ditentukan secara laboratoris atas contoh uji yang mewakili. Selain itu standar mutu biji kakao dikaitkan dengan masalah cita-rasa dan aroma serta masalah kebersihan yang terkait dengan kesehatan manusia.

Standar mutu biji kakao Indonesia telah ditetapkan oleh Badan Standarisasi Nasional Indonesia dalam Standar Nasional Indonesia Biji Kakao (SNI 01 - 2323 - 2000), yaitu :

SNI 01-2323-2000 Biji Kakao

No.

Karakteristik

Mutu I

Mutu II

SubStandar

1.

Jumlah biji/100 gr

* )

* )

* )

2.

Kadar air, %(b/b) maks

7,5

7,5

>7,5

3.

Berjamur, %(b/b) maks

3

4

> 4

4.

Tak Terfermentasi %(b/b) maks

3

8

> 8

5.

Berserangga, hampa, berkecambah, %(b/b) maks

3

6

> 6

6.

Biji pecah, % (b/b) maks

3

3

3

7.

Benda asing % (b/b) maks

0

0

0

8.

Kemasan kg, netto/karung

62,5

62,5

62,5

►Keterangan :

a. Biji berjamur

Biji yang ditumbuhi jamur pada bagian dalamnya dapat dilihat dengan mata. Biji berjamur mempunyai struktur yang keriput dan dipabagian pingir ditumbuhi jamur. Jamur yang sering tumbuh adalah mikotoksin sehingga biji akan merasa musty atau lapuk apek. Jamur itu tumbuah diakibatkan dari proses pengeringan yang kurang sempurna sehingga biji tidak kering sempurna dan jamur tumbuh pada saat fermentasi.

b. Biji Slaty Bean

Biji bila dibelah memanjang akan memperlihatkan separuh atau lebih permukaan yang berwarna keabu-abuan agak ungu. Karena tidak terfermentasi sempurna, biji yang kering sebelum proses fermentasi berakhir dan pencampuran yang kurang merata. Biji slaty bean akan terasa pahit dan flavour khas dari kakao akan berkurang karena terkikis

c. Biji berserangga

Biji coklat yang dibagian dalamnya terdapat serangga. Pada umumnya kadar air yang cukup tinggi. Biji akan berlubang-lubang akibat adanya serangga.

d. Biji berkecambah

Biji yang kulit kerasnya telah ditumbuhi oleh kecambah biji.

e. Biji hampa

Biji yang tidak mengandung keping biji

f. Biji pecah

Biji yang bentuknya tidak utuh lagi, tetapi bisa berupa serpihan kecil

g. Biji mengandung benda asing

Biji mengandung kotoran atau pecahan benda asing seperti kerikil atau kayu serpihan

(http://agribisnis.deptan.go.id/index.php?files=Berita_Detail&id=87).

►Standar mutu biji kakao atas dasar ukuran biji

=========================================

Ukuran Jumlah biji/100 gram

----------------------------------------------------------------------

AA maks. 85

A maks. 100

B maks. 110

C maks. 120

S > 120

=========================================

► Keterangan :

* Ukuran biji ditentukan oleh jumlah biji per 100 gr, dengan klasifikasi :

AA = Jumlah biji per 100 gram maksimum 85

A = Jumlah biji per 100 gram maksimum 100

B = Jumlah biji per 100 gram maksimum 110

C = Jumlah biji per 100 gram maksimum 120

Substandar = jumlah biji per 100 gram maksimum > 120.

Untuk jenis kakao mulia diberi notasi F (Fine Cocoa)

►Standar Mutu Biji Kakao Internasional

Standar mutu biji kakao internasional ditetapkan oleh Food and Drugs Adiministration (FDA) dari USA. Lembaga tersebut telah memprakarsai penyusunan standar mutu biji kakao internasional dengan mengadakan pertemuan antara produsen dan konsumen beberapa kali pada tahun 1969 di Paris. Pertemuan tersebut menyepakati ditetapkannya Standar Mutu Biji Kakao Internasional. Standar ini banyak telah diadopsi oleh hampir semua negara penghasil kakao di dunia tertuma yang mengekspor biji kakao ke Amerika. Secara umum persyaratan yang tercantum standar kakao Indonesia sejalan dengan dengan yang ditentukan dalam Standar Mutu Biji Kakao International. Beberapa batasan umum yang menggolongkan biji kakao yang layak untuk diperdagangkan di pasaran internasional (Cocoa merchantable quality) adalah sebagai berikut,

1) Biji kakao harus difermentasi, kering (kadar air 7 %) , bebas dari biji smoky, bebas dari bau yang tidak normal dan bau asing dan bebas dari bukti-bukti pemalsuan.

2) Biji kakao harus bebas dari serangga hidup

3).Biji kakao dalam satu parti (kemasan ) harus mempunyai ukuran seragam, bebas dari biji pecah, pecahan biji dan pecahan kulit, dan bebas dari benda-benda asing

(http://www.kadin-indonesia.or.id/enm/images/dokumen/KADIN-104-1605-13032007.pdf).

Berdasarkan hasil pengamatan terhadap ukuran biji per 100 gram bahan, diketahui bahwa untuk sampel kel 1. termasuk mutu A (92 biji/100gr), sampel kel 2. termasuk mutu A (97 biji/100gr), sampel kel 3. termasuk mutu B (101 biji/100gr), sampel kel 4. termasuk mutu A (91 biji/100gr), sampel kel 5. termasuk mutu A (94 biji/100gr), dan sampel kel 6. termasuk mutu A (96 biji/100gr).

Berdasarkan pengamatan terhadap kualitas fisik biji kakao, diketahui bahwa untuk kel.1 ada 1 biji berserangga, 42 biji normal, 50 biji pecah. Kel. 2 ada 3 biji berjamur, 1 biji slaty bean, 69 biji normal, 24 biji pecah. Kel. 3 ada 1 biji berjamur, 1 biji hampa, 72 biji normal, 27 biji pecah. Kel. 4 ada 1 biji berjamur, 1 biji slaty bean, 2 biji hampa, 58 biji normal, 17 biji pecah. Kel. 5 ada 1 biji berjamur, 93 biji normal. Kel. 6 ada 1 biji berjamur, 5 biji slaty bean, 79 biji normal, 12 biji pecah. Jika ditinjau dari banyaknya jumlah biji pecah, maka sampel dari kelompok 1,2,3,4,6 termasuk bermutu substandar, dan kelompok 5 termasuk bermutu I. Hal ini disebabkan karena kesalahan praktikan yang kurang teliti mengamati jumlah biji pecah sehingga jumlah biji pecah yang dihitung sangat banyak sekali.

D. Prinsip Kerja Ekstraksi Soxhlet dan Ekstraksi Hidrolik

Kadar lemak pada umumnya dinyatakan dalam persen dari berat kering keping biji. Lemak merupakan komponen termahal dari biji kakao sehingga nilai ini dipakai oleh konsumen sebagai salah satu tolok ukur penentuan harga. Selain oleh bahan tanam dan musim, kandungan lemak dipengaruhi oleh perlakuan pengolahan, jenis bahan tanaman dan faktor musim. Biji kakao yang berasal dari pembuahan musim hujan umumya mempunyai kadar lemak lebih tinggi. Sedang, karakter fisik biji kakao pasca pengolahan, seperti kadar air, tingkat fermentasi dan kadar kulit, berpengaruh pada randemen lemak biji kakao. Kisaran kadar lemak biji kakao Indonesia adalah antara 49 - 52 %.

Lemak kakao merupakan campuran trigliserida, yaitu senyawa gliserol dan tiga asam lemak. Lebih dari 70 % dari gliserida terdiri dari tiga senyawa tidak jenuh tunggal yaitu oleodipalmitin (POP), oleodistearin (SOS) dan oleopalmistearin (POS). Lemak kakao mengandung juga di-unsaturated trigliserida dalam jumlah yang sangat terbatas. Komposisi asam lemak kakao sangat berpengaruh pada titik leleh dan tingkat kekerasannya. Titik leleh lamak kakao yang baik untuk makanan cokelat mendekati suhu badan manusia dengan tingkat kekerasan minimum pada suhu kamar.

Untuk menganalisis kandungan lemak pada biji kakao dapat dilakukan dengan metode ekstraksi hidrolik dan ekstraksi soxhlet. Hal ini penting untuk mengetahui pengaruh jenis ekstraksi lemak kakao terhadap mutu bahan.

v Ekstraksi Soxhlet

Prinsip kerja metode ekstraksi soxhlet adalah ekstraksi lemak dengan pelarut lemak (seperti alkohol) atau (secara khemis), lalu pelarut diuapkan dan dikondensasikan lewat kondensor, setelah itu pelarut akan membasahi dan mengekstraksi lemak bahan hingga pelarut turun kembali dan sisa ampas bahan akan dioven untuk ditimbang berat konstannya dan ditentukan kadar lemak totalnya. Cara kerjanya adalah memasukkan 50 gram biji kakao yang telah disangrai dan dioven 10 menit lalu diblender 1-3 detik ke dalam kertas saring. Kemudian ditimbang sebagi a gram dan diekstraksi lalu dioven 5 menit dan menimbang sampel tersebut sebagi b gram. Setelah itu bisa dihitung perubahan beratnya (berat lemaknya). Kelebihan metode ini adalah lemak yang terekstraksi akan lebih banyak (rendemennya tinggi). Kekurangannya adalah butuh waktu ekstraksi yang cukup lama sekitar 1,5 jam dan tingkat kerusakan lemak akan lebih banyak karena pada proses ini digunakan panas (Tejasari, 2005).

v Ekstraksi Hidrolik

Prinsip kerja metode ekstraksi hidrolik adalah pengeluaran lemak kakao dengan menggunakan tekanan hidrolik/pengempaan (secara mekanis). Cara kerjanya adalah dengan memasukkan 200 gram inti biji kakao yang masih panas (setelah dioven selama 10 menit) ke dalam alat kempa hidrolik dengan dinding silinder diberilubang-lubang sebagai penyaring. Lalu dikempa (dipres hidrolik) sehingga cairan lemak akan keluar melewati lubang-lubang tersebut, sedangkan bungkil inti biji akan tertahan di dalam silinder. Kerugian metode ini adalah lemak yang terekstraksi akan lebih sedikit (rendemennya agak rendah). Rendemen lemak yang diperoleh dari pengempaan ini akan dipengaruhi oleh suhu inti biji, kadar air, ukuran partikel inti biji, kadar protein inti biji, tekanan kempa, dan waktu pengempaan. Semakin lama dikempa dan tekanan kempa makin besar, maka lemak yang terekstraksi akan semakin banyak. Kelebihannya adalah butuh waktu ekstraksi yang cukup singkat dan tingkat kerusakan lemak akan lebih sedikit karena pada proses ini tidak digunakan panas tetapi digunakan tekanan hidrolik saja

(http://www.pustaka-deptan.go.id/publikasi/wr261041.pdf).

Berdasarkan hasil pengamatan dan perhitungan praktikum diketahui bahwa warna lemak hasil ekstraksi hidrolik (mekanis) adalah coklat muda dan warna lemak hasil ekstraksi soxhlet (khemis) adalah coklat kehitaman. Hal ini disebabkan karena pada ekstraksi soxhlet (khemis) digunakan pemanasan sehingga akan ada lemak yang teroksidasi (lemak cepat teroksidasi dan rusak) dan menimbulkan warna coklat gelap serta bau tidak enak. Nilai % berat, titik leleh, dan total berat lemak untuk hasil ekstraksi hidrolik (mekanis) kel. 1 adalah 9.544% & 45oC, berat lemak=19.0875 gr; kel.2 adalah 12.942% & 36oC, berat lemak=25.8834 gr dan kel. 3 adalah 11.448% & 31oC, berat lemak=22.8956 gr. Sedangkan untuk hasil ekstraksi sohxlet (khemis) kel. 4 adalah 29.272% & 39oC, berat lemak=6.6239 gr; kel.5 adalah 13.383% & 43oC, berat lemak=7.4464 gr; dan kel. 6 adalah 14.735% & 38oC, berat lemak=7.6001 gr. Nilai % berat pada proses ekstraksi sohxlet (khemis) adalah lebih besar karena pada proses ini digunakan pelarut kimia dalam kondisi panas yang akan melarutkan lemak secara sempurna sehingga kerusakan lemak bahan akan semakin besar dan jumlah lemak yang terekstraksi juga akan semakin banyak dan menimbulkan perubahan berat yang cukup besar. Nilai berat lemak total pada hasil ekstraksi sohxlet (khemis)adalah lebih kecil daripada hasil ekstraksi hidrolik (mekanis). Hal ini tidak sesuai dengan hasil yang ditunjukkan oleh perhitungan % berat. Penyimpangan ini terjadi karena kekurangtelitian pengamat dalam melakukan penimbangan serta karena jumlah berat sampel yang digunakan untuk metode soxhlet adalah hanya 50 gr sedangkan untuk metode hidrolik adalah 200 gr. Titik leleh lemak menurut literatur adalah sekitar 35oC, namun tidak demikian denagn hasil pengamatan. Penyimpangan ini dapat disebabkan oleh pengamatan yang tidak teliti.

E. Prinsip Analisa Asam Lemak Bebas (ALB) dan Fungsi Perlakuan Analisa

Untuk menganalisis kandungan asam lemak bebas pada biji kakao dapat dilakukan dengan metode analisa menghitung bilangan asam. Prinsip analisanya adalah menghitung jumlah mg NaOH yang dibutuhkan untuk menetralkan asam lemak bebas yang terdapat dalam 1 gram lemak bahan. Bilangan asam ini menyatakan jumlah kandungan asam lemak bebas pada lemak bahan. Penghitungan jumlah asam lemak bebas bahan ini erat kaitannya dengan proses hidrolisis lemak yang berhubungan dengan kualitas lemak bahan. Semakin tinggi/banyak jumlah asam lemak bebas pada bahan, maka kualitas lemak bahan akan semakin rendah karena lemak bahan akan mudah teroksidasi jika terdapat dalam bentuk asam lemak bebas.

Fungsi perlakuan dalam pengukuran asam lemak bebas dimulai dengan menyiapkan sejumlah lemak kakao yang diperoleh dari ekstraksi soxhlet (kel. 4,5,6) dan dari hasil ekstraksi hidrolik (kel.1,2,3). Lalu ditambahkan alkohol sejumlah 2,5 mL. Fungsi penambahan alkohol ini adalah untuk melarutkan atau mengekstraksi lemak kakao sehingga mudah dianalisis karena lemak kakao akan bisa larut dalam pelarut nonpolar seperti alkohol. Setelah itu, dipanaskan selama 10 menit. Pemanasan ini bertujuan untuk mempercepat proses ekstraksi atau pelarutan lemak kakao karena lemak kakao akan larut sempurna dalam alkohol panas. Setelah itu didinginkan untuk menstabilkan reaksi dan ditambahkan indikator fenolptalein yang berfungsi sebagai indikator basa penentu titik akhir titrasi apabila telah terjadi perubahan warna. Kemudian dititrasi dengan NaOH 0,1 N. Fungsi titrasi dengan NaOH ini adalah untuk menetralkan asam lemak bebas yang terdapat dalam 1 gram lemak bahan. Titrasi dihentikan apabila telah terbentuk warna merah jambu untuk lemak kakao yang diekstraksi dengan soxhlet (kel. 4,5,6) karena penggunaan metode soxhlet memungkinkan banyak terjadi kerusakan/oksidasi dan hidrolisa asam lemak akibat pemanasan sehingga perubahan warna sampai merah jambu dan warna merah untuk lemak kakao hasil ekstraksi hidrolik (kel.1,2,3).

Berdasarkan hasil perhitungan asam lemak bebas pada lemak kakao diketahui bahwa kadar asam lemak bebas (ALB) pada lemak kakao yang diektraksi hidrolik (kel.1) adalah 1.195, kadar asam lemak bebas (ALB) pada lemak kakao yang diektraksi hidrolik (kel.2) adalah 0.952, kadar asam lemak bebas (ALB) pada lemak kakao yang diektraksi hidrolik (kel.3) adalah 1.14, kadar asam lemak bebas (ALB) pada lemak kakao yang diektraksi soxhlet (kel. 4) adalah 1.319, kadar asam lemak bebas (ALB) pada lemak kakao yang diektraksi soxhlet (kel. 5) adalah 1.515, kadar asam lemak bebas (ALB) pada lemak kakao yang diektraksi soxhlet (kel. 6) adalah 1.15. Dari hasil tersebut dapat diketahui bahwa kadar asam lemak bebas (ALB) pada lemak kakao yang diektraksi soxhlet adalah lebih besar daripada kadar asam lemak bebas (ALB) pada lemak kakao yang diektraksi hidrolik. Hal ini disebabkan karena pada proses ektraksi soxhlet digunakan ekstraksi dengan pelarut lemak dalam kondisi panas (terdapat pemanasan) sehingga proses hidrolisa/kerusakan lemak menjadi asam lemak bebas akan semakin cepat sehingga jumlah asam lemak bebas bahan yang diektraksi soxhlet akan lebih banyak daripada hasil lemak kakao yang diektraksi hidrolik. Semakin tinggi/banyak jumlah asam lemak bebas pada bahan, maka kualitas lemak bahan akan semakin rendah karena lemak bahan akan mudah teroksidasi jika terdapat dalam bentuk asam lemak bebas.

Menurut literatur keberadaan asam lemak bebas di dalam lemak kakao harus dihindari karena hal itu merupakan salah satu indikator kerusakan mutu. Semakin tinggi/banyak jumlah asam lemak bebas pada bahan, maka kualitas lemak bahan akan semakin rendah karena lemak bahan akan mudah teroksidasi jika terdapat dalam bentuk asam lemak bebas. Asam lemak bebas umumnya muncul jika biji kakao kering disimpan di gudang yang kurang bersih dan lembab. Kadar asam lemak bebas seharusnya kurang dari 1%. Biji kakao dianggap sudah mulai mengalami kerusakan pada kadar asam lemak bebas di atas 1,3 %. Menurut Anonim (2008: 20), kadar asam lemak bebas sebagai asam oleat yang diijinkan adalah 1,5%. Oleh karena itu, Codex Allimentarius menetapkan toleransi kandungan asam lemak bebas di dalam biji kakao dengan batas maksimum 1,75 %. Jika dibandingkan dengan literatur diketahui bahwa semua kadar asam lemak bebas dari kakao yang diuji masih berada di bawah nilai toleransi yang diijinkan, namun jika batas toleransi yang digunakan adalah maksimum 1,5%, maka kadar asam lemak bebas milik sampel kelompok 5 berada di atas nilai toleransi yang diijinkan dan ini menunjukkan kualitas lemak bahan semakin rendah (mudah rusak karena mudah teroksidasi). Penyimpangan ini bisa disebabkan karena kelebihan saat titrasi akibat buretnya bocor sehingga data kurang akurat. Sebab dari keseluruhan sampel yang diuji, sampel dari kelompok 5 yang memiliki nilai kadar ALB terbesar, padahal sampelnya didapat melalui proses yang sama dengan kemlompok 4 dan 6. Jika standar yang digunakan adalah maksimum 1,75%, maka semua kadar asam lemak bebas lemak kakao berada di bawah nilai toleransi artinya masih memenuhi standar mutu yang ditetapkan.

F. Sifat Fisik dan Kimia Lemak Kakao

Lemak kakao merupakan lemak nabati alami yang diperoleh dari biji kakao.
Penyangraian yang dilakukan pada biji kakao hanya ditujukan untuk memperoleh lemak kakao tidak perlu dilakukan pada suhu tinggi karena hanya berfungsi untuk melepaskan kulit biji. Nib yang diperoleh kemudian dipres sehingga diperoleh lemak kakao. Lemak kakao memiliki sifat fisik dan sifat kimia tertentu, yaitu:

v Lemak kakao memiliki sifat fisik sebagai berikut:

Lemak kakao punya sifat unik, yaitu tetap cair di bawah suhu titik bekunya, titik lelehnya 35oC. Lemak kakao akan mengalami penyusutan volume [kontraksi] pada saat didinginkan sehingga padatan lemak yang dihasilkan sangat kompak dan mempunyai penampilan fisik yang menarik. Lemak kakao mempunyai warna putih kekuningan dan bau khas coklat, bersifat rapuh (brittle) pada suhu 25oC, tidak larut dalam air, sedikit larut dalam alkohol dingin, larut sempurna dalam alkohol murni panas, dan sangat mudah larut dalam khloroform, benzene, dan petroleum eter, mempunyai tingkat kekerasan (pada suhu kamar) yang berbeda bergantung asal dan tempat tumbuhnya tanaman.

v Lemak kakao mempunyai sifat kimia sebagai berikut:

Lemak kakao memiliki susunan berbagai senyawa lemak jenuh, lemak tak jenuh dan gliserida. Lemak kakao terdiri dari 7 macam asam lemak diantaranya adalah asam palmitat 24.8 %, asam strat 33 %, asam oleat 33.1 %, asam linoleat 3.2 %, asam arakhidonat 0.8 %, asam palmitoleat 0.3 %, dan asam miristat 0.2 %. Lemak kakao memiliki angka penyabunan 188 – 198, angka Iod 35 – 40, asam lemak bebas sebagai asam oleat yang diijinkan adalah 1,5% ada pula yang menganggap biji kakao sudah mulai mengalami kerusakan pada kadar asam lemak bebas di atas 1,3 %. Oleh karena itu, Codex Allimentarius menetapkan toleransi kandungan asam lemak bebas di dalam biji kakao dengan batas maksimum 1,75 %, kandungan bahan tak tersabunkan 0,8%, nilai iod bahan tak tersabunkan 80 – 96, nilai Richard-Meisel 0,65, dan nilai Polenske 0,3 (Anonim, 1991).

G. Prinsip Terjadinya Kristalisasi dan Pengaruh Penambahan Gula Pada Pembuatan Kakao Instant

Kakao instant merupakan salah satu produk olahan kakao yang dibuat melalui proses pengkristalan (kristalisasi) partikel lemak kakao dan hasilnya dapat diseduh dengan air tanpa meninggalkan endapan (partikel kakao instant akan larut sempurna dalam air). Kristalisasi pada lemak kakao merupakan suatu proses pembentukan butir-butir kristal dari lemak kakao yang terjadi akibat adanya peningkatan viskositas bahan, terbentuknya ikatan antarmolekul asam lemak serta karena adanya pemadatan lemak kakao. Ada beberapa faktor yang mempengaruhi pembentukan kristal pada biji kakao, yaitu:

§ Waktu induksi kristalisasi

§ Kristalisasi kristal primer yang dimulai dengan nukleisasi primer diikuti dengan pertumbuhan kristal

§ Kristalisasi kristal sekunder yang dimulai dengan nukleisasi sekunder diikuti dengan pertumbuhan kristal

Lemak kakao yang mengalami pemadatan akan dapat membentuk berbagai bentuk kristal atau dapat berpolimerisasi. Setiap bentuk kristal tersebut memiliki titik leleh yang berbeda-beda dan dapat mengalami perubahan dari bentuk satu ke bentuk yang lainnya (berpolimerisasi). Titik leleh kristal tersebut dipengaruhi oleh komposisi lemak kakao terutama oleh kekuatan ikatan antarmolekul asam lemak dalam kristal. Semakin kuat ikatan antarmolekul asam lemak, maka akan semakin banyak panas yang diperlukan untuk mencairkan kristal (kristal lebih sulit mencair/ titik leleh meningkat). Lemak kakao termasuk lemak yang relatif sederhana dibandingkan dengan lemak lain yang memiliki komposisi kompleks. Titik leleh kristal lemak kakao dapat berbeda-beda berdasarkan dua mekanisme utama, yaitu:

1. Heterogenitas kristal lemak kakao

Lemak kakao merupakan campuran trigliserida sehingga titik leleh kristal juga dipengaruhi oleh komposisi trigliserida yang menyusun lemak. Pendinginan lemak cair secara cepat akan menghasilkan kristal yang terdiri dari berbagai macam campuran trigliserida. Kristal semacam itu akan mencair pada suhu yang lebih rendah dibandingkan dengan kristal lemak yang lebih homogen.

2. Bentuk polimorfik asam lemak yang berbeda-beda

Trigliserida murni akan mempunyai beberapa bentuk kristal yang menunjukkan polimorfisme. Tiap-tiap bentuk kristal ditandai dengan titik cair, berat jenis, panas laten, dan stabilitas masing-masing. Bentuk yang paling stabil akan mempunyai titik cair, berat jenis, dan panas laten yang tinggi

(Minifie, 1982).

Penambahan gula pada pembuatan kakao instant berfungsi sebagai pemanis karena bubuk kakao biasa memiliki rasa yang pahit sehingga akan tidak enak jika dikonsumsi langsung tanpa ditambah gula. Selain itu penambahan gula juga dapat mempercepat terjadinya proses kristalisasi/ proses terbentuknya kristal dari lemak kakao karena gula berfungsi sebagai pengikat air dan pada saat gula ditambahkan, maka partikel gula akan mengikat air dan menyebabkan peningkatan viskositas lemak bahan, molekul-molekul asam lemak akan semakin berdekatan dan membentuk ikatan antarmolekul asam lemak, akibatnya lemak bahan akan mengalami pemadatan. Lemak kakao yang mengalami pemadatan akan mudah membentuk berbagai macam kristal. Jika kristal sudah terbentuk, maka segera dilakukan penggilingan dan pengayakan guna mendapatkan partikel bubuk kakao yang halus dan bubuk kakao instanst siap dikonsumsi. Gula juga dapat memberikan fungsi pengawetan pada produk ini karena daya larutnya tinggi, mampu mengurangi keseimbangan relatif (ERH) dan mengikat air sehingga menurunkan aktivitas air bahan yang digunakan untuk pertumbuhan mikroorganisme (Buckle, 1987: 359).

Pada kegiatan praktikum kali ini akan dilakukan uji organoleptik terhadap beberapa panelis tentang aroma, rasa, warna, dan tingkat kesukaan dari seduhan kakao instant yang ditambah gula dengan jumlah tertentu. Uji ini dilakukan oleh 6 orang panelis yang tidak terlatih yaitu para praktikan sendiri (diambil 1 orang panelis dari setiap kelompok) sehingga hasilnya nanti masih kurang begitu akurat dan bersifat subyektif bergantung pada tingkat kesukaan dari para praktikan penguji karena biasanya akan ada sebagian praktikan yang sangat suka bahkan sangat tidak suka terhadap rasa manis.

Berdasarkan hasil pengujian organoleptik terhadap aroma, rasa,warna, dan tingkat kesukaan seduhan kakao instant diketahui bahwa seduhan kakao instant yang paling disukai panelis adalah kakao instant dengan penambahan gula sejumlah 75 gr karena rasanya paling manis, aroma cukup kuat serta warna tidak terlalu gelap. Kakao instant yang memiliki aroma paling kuat adalah yang ditambah gula 50 gr, kakao instant yang memiliki rasa paling manis adalah yang ditambah gula 75 gr, dan kakao instant yang memiliki warna paling gelap adalah yang ditambah gula 75 gr. Seharusnya rasa yang paling manis dan yang paling gelap warnanya, dimiliki oleh kakao instant yang ditambah gula 100 gr. Karena semakin tinggi konsentrasi gula dalam bahan, maka saat dipanaskan akan terjadi reaksi Maillard yaitu antara kelompok gugus gula pereduksi dan kelompok asam amino bahan yang menghasilkan warna coklat sehingga membuat bahan menjadi lebih gelap. Penyimpangan ini dapat terjadi karena adanya pengamatan yang bersifat subyektif serta kekurangcermatan praktikan dalam pengamatan.

H. Peningkatan Daya Saing Pengolahan Kakao Hilir

Pengolahan kakao hilir menggunakan bahan dasar dari biji kakao kering. Pengolahan kakao hilir yang ada di Indonesia masih kalah bersaing dengan negara-negara lain. Hal ini dapat disebabkan karena kualitas biji kakao kering (bahan dasar) yang akan diproses lebih lanjut pada proses pengolahan kakao hilir bermutu rendah atau kurang baik sehingga akan dapat mempengaruhi mutu produk akhir olahan kakao. Selain itu, pengolahan kakao hilir di negara Indonesia tidak didukung oleh penggunaan peralatan yang modern dan punya efektifitas serta efisiensi kerja tinggi tetapi masih cenderung sederhana begitu pula dengan teknik-teknik pengolahan yang digunakan di negara Indonesia masih belum memenuhi standar nasional serta standar internasional yang telah ditetapkan akibat keterbatasan pengetahuan, sumber daya manusia dan permodalan serta regulasi penetapan mutu yang kurang tegas.

Untuk dapat meningkatkan daya saing pengolahan kakao hilir di Indonesia perlu adanya dukungan penuh dari pemerintah untuk menetapkan regulasi dan kebijakan yang lebih ketat mengenai pengaturan kualitas kakao yang boleh digunakan untuk industri lebih lanjut, bantuan modal, penggunaan teknik dan peralatan pengolahan yang modern dan punya efektifitas serta efisiensi kerja tinggi, peningkatan pengetahuan/pendidikan tentang usaha pengolahan kakao hilir lewat penyuluhan, penganjuran untuk menggunakan biji kakao kering berkualitas baik untuk proses pengolahan kakao hilir sehingga akan didapt kualitas olahan kakao bermutu dan dapat bersaing dengan negara lain.

1 comment: