BAB 1. PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
Umumnya metode modern untuk menentukan konsentrasi suatu senyawa tertentu secara kuantitatif dilakukan dengan cara kalorimetri atau spektrofotometri. Berbagai metode umumnya yang telah dikenal seperti pengukuran gula reduksi dengan metode Nelson-Somogy atau DNS (Dinitro salisilat asam) dan pengukuran protein dengan metode Biuret, Coomassie Blue, Follin-Ciocalteu dan lowry.
Pemilihan metode tergantung pada pereaksi yang tersedia, macam sample dan sensitifitas yang diinginkan. Hal yang perlu diperhatikan adalah metode yang dipilih harus cepat, mudah digunakan dan dapat untuk analisis sample pada waktu yang sama.
Metode Biouret pada analisa protein didasarkan pada kenyataan bahwa senyawa yang berisi dua atau lebih ikatan peptida akan memberikan warna biru ungu yang karakteristik bila direaksikan dengan larutan kupri sulfat dalam alkali. Metode ini cukup baik untuk penentuan protein secara kuantitatif tapi memerlukan jumlah protein yang relatif besar dalam kisaran 1-20 mg.
Sedangkan metode Coomassie Blue digunakan secara luas untuk penentuan protein secara kuantitatif dengan menggunakan pereaksi Coomassie Blue. Analisisnya sangat cepat, tepat, mudah digunakan dan bebas dari bahan kimia lainnya. Metode Coomassie Blue dapat digunakan untuk analisis berbagai sampel protein dan mempunyai kisaran sensitifitas 10-20 mg protein.
Pada metode ini selanjutnya dilakukan pembuatan kurva standar atau kurva kalibrasi dari dari dua metode analisis protein tersebut. Konsentrasi sampel dengan mudah diperoleh berdasarkan kurva standar dan kurva stadar tersebut harus dibuat pada setiap kali melakukan analisis, yaitu bersamaan dengan analisis sampel. Waktu analisis yang berbeda akan menghasilkan pembacaan absorbansi yang berbeda sehingga kurva standar yang diperoleh juga akan berbeda.
1.2 Tujuan
1. Untuk menentukan nilai limit deteksi sampel protein.
2. Untuk membuat kurva standar protein
BAB 2. TINJAUAN PUSTAKA
Kimia analisis dapat dibagi dalam dua bidang yang disebut analisis kualitatif dan kuantitatif. Analisis kulitatif membahas identifikasi zat-zat. Urusannya adalah unsure atau senyawa apa yang terdapat dalam suatu sampel (contoh). Analisi kuantitatif berurusan dengan penetapan banyaknya suatu zat tertentu yang ada dalam sampel. Zat yang ditetapkan, yang sering dirujuk sebagai kontituen yang diinginkan atau analit, dapat merupakan sebagian kecil atau sebagian besar dari contoh yang dianalisis. Jika analisis itu merupakan lebih dari sekitar 1% dari sample, maka analisis itu dianggap sebagai konstituen utama (major0. dianggap sebagai konstituen kecil (minor), jika banyaknya antara 0,01-1% dari sample. Akhirnya, suatu zat yang hadirnya kurang dari 0,01% dianggap sebagai konstituen runutan (trace).
Pengelompokan analisis kuantitatif lain dapat didasarkan pada ukuran contoh yang tersedia untuk analisis. Subdivisi itu tidak tajam benar, melainkan tumpang tindih secara tak terasa, dan kasarnya adalah sebagai berikut: bila tersedia sampel (contoh) seberat lebih dari 0,1 g, analisis itu disebut makro; analisis semi mikro dilakukan terhadap sample yang beratnya antara 10-100 mg; analisis mikro dilakukan terhadap sample yang beratnya 1-10 mg; dan analisis ultramikro melibatkan sampel pada orde 1 mikrogram (1 mg = 10-6 g).
Hal yang biasa dilakukan sebelum melakukan analisis kimia antara lain:
1. penganmbilan atau pencuplikan sample (sampling), yakni memilih suatu sample yang mewakili dari bahan yang akan dianalisis
2. mengubah analitnya menjadi suatu bentuk yang sesusi untuk pengukuran
3. pengukuran
4. perhitungan dan penafsiran pengukuran.
(Day dan Underwood,1986).
Umumnya metode modern untuk menentukan konsentrasi suatu senyawa tertentu secara kuantitatif dilakukan dengan cara kalorimetri atau spektrofotometri. Berbagai metode umumnya yang telah dikenal seperti pengukuran gula reduksi dengan metode Nelson-Somogy atau DNS (Dinitro salisilat asam) dan pengukuran protein dengan metode Biuret, Coomassie Blue, Follin-Ciocalteu dan lowry.
Pemilihan metode tergantung pada pereaksi yang tersedia, macam sample dan sensitifitas yang diinginkan. Hal yang perlu diperhatikan adalah metode yang dipilih harus cepat, mudah digunakan dan dapat untuk analisis sample pada waktu yang sama.
Metode Biouret pada analisa protein didasarkan pada kenyataan bahwa senyawa yang berisi dua atau lebih ikatan peptida akan memberikan warna biru ungu yang karakteristik bila direaksikan dengan larutan kupri sulfat dalam alkali. Metode ini cukup baik untuk penentuan protein secara kuantitatif tapi memerlukan jumlah protein yang relatif besar dalam kisaran 1-20 mg.
Sedangkan metode Coomassie Blue digunakan secara luas untuk penentuan protein secara kuantitatif dengan menggunakan pereaksi Coomassie Blue. Analisisnya sangat cepat, tepat, mudah digunakan dan bebas dari bahan kimia lainnya. Metode Coomassie Blue dapat digunakan untuk analisis berbagai sampel protein dan mempunyai kisaran sensitifitas 10-20 mg protein.
Pada metode ini selanjutnya dilakukan pembuatan kurva standar atau kurva kalibrasi dari dari dua metode analisis protein tersebut. Konsentrasi sampel dengan mudah diperoleh berdasarkan kurva standar dan kurva stadar tersebut harus dibuat pada setiap kali melakukan analisis, yaitu bersamaan dengan analisis sampel. Waktu analisis yang berbeda akan menghasilkan pembacaan absorbansi yang berbeda sehingga kurva standar yang diperoleh juga akan berbeda.
Dalam analisis kimia, dari hasil yang diperoleh sering kali dihadapkan kepada masalah yang menyangkut limit deteksi, terutama bila konsentrasi suatu senyawa dalam sampel terlalu kecil dan untuk meyakinkan bahwa data pengukuran sampel yang diperoleh berbeda dengan data pengukuran blanko maka perlu ditentukan besar limit deteksi.
Limit deteksi adalah konsentrasi terendah yang dapat ditentukan berbeda sangat nyata secara statistik dari pengukuran blanko. Limit deteksi dihitung dari data pengukuran yang diperoleh pada kurva standar (Anonim, 2008).
http://www.batan.go.id/pusdiklat/elearning/Pengukuran_Radiasi/Statistik_04.htm
DAFTAR PUSTAKA
Anonim. 2008. Petunjuk Praktikum Analisa Pangan Dan Hasil Pertanian. Jember: FTP UNEJ.
Day dan Underwood. 1986. Analisis Kimia Kuantitatif. Jakarta: Erlangga.
DAFTAR PUSTAKA
Apriantono, Fardiaz dan Puspitasari. 1989. Analisa Pangan. Bogor. ITB.
Day dan Underwood. 1986. Analisis Kimia Kuantitatif. Jakarta: Erlangga.
Slamet,Sudarmaji. 1996. Analisis Bahan Pangan dan Hasil Pertanian. Yogyakarta: Liberty.
BAB 3. METODOLOGI PRAKTIKUM
3.1 Alat dan Bahan
3.1.1 Alat
- pipet volume + ball pipet
- labu ukur
- tabung sentrifuse
- spektrofotometer
- stirer
- vorteks
- kuvet
- kertas saring
3.1.2 Bahan
- aquades
- reagen Coomassie Blue
- reagen Biuret
- larutan BSA
- larutan TCA 10%
- tahu
3.2 Skema Kerja
- Metode Coomassie Blue
- Pembuatan Kurva Standar
Larutan BSA (5 mg/mL)
membuat sederetan larutan standar protein (0,1-0,8 mg/mL)
- Preparasi Sampel
3,5 gram bahan (tahu)
ditambah aquades 50 mL
distirer 5’
disaring à residu dibuang
ditera sampai 100 mL dengan aquades
diambil larutan 8 mL (3x)
dimasukkan ke dalam tabung reaksi
ditambah 2 mL larutan TCA 10%
divorteks 5’
disentrifuse 5’
endapan à supernatan dibuang
ditambah 4 mL aquades
divorteks 5’
sampel
- Analisa Coommassie Blue
0,1-0,8 mg/mL BSA aquades (5x) sampel (3x)
0,1 mL 0,1 mL 0,1 mL
dimasukkan tabung reaksi
ditambah 0,9 ml aquades
ditambah 5 ml pereaksi Coomassie Blue
divorteks 5’
didiamkan selama 2’
absorbansi pada λ = 595 nm
- Metode Biuret
- Pembuatan Kurva Standar
Larutan BSA (5 mg/mL)
membuat sederetan larutan standar protein (0,5 ; 1 ; 1,5 ; 2 ; 3 mg/mL)
- Preparasi Sampel
3,5 gram bahan (tahu)
ditambah aquades 50 mL
distirer 5’
disaring à residu dibuang
ditera sampai 100 mL dengan aquades
diambil larutan 4 mL (3x)
dimasukkan ke dalam tabung reaksi
ditambah 2 mL larutan TCA 10%
divorteks 5’
disentrifuse 5’-10’
endapan à supernatan dibuang
ditambah 4 mL aquades
divorteks 5’
sampel
- Analisa Biuret
0,5; 1; 1,5; 2; 3 mg/mL BSA aquades (5x) sampel (3x)
3 mL 3 mL 3 mL
dimasukkan tabung reaksi
ditambha 3 ml pereaksi Biuret
divorteks
didiamkan selama 30’
absorbansi pada λ = 540 nm
BAB 4. HASIL PENGAMATAN DAN PERHITUNGAN
4.1 Hasil Pengamatan
A. Metode Coomassie Blue
Ulangan (n) | Abs | |||||||
Konsentrasi BSA (mg/mL) | Blanko | Sampel | ||||||
0.1 | 0.2 | 0.3 | 0.4 | 0.6 | 0.8 | |||
1 | 0.944 | 0.976 | 1.052 | 1.065 | 1.265 | 1.420 | 0.840 | 0.792 |
2 | 0.944 | 0.976 | 1.050 | 1.065 | 1.265 | 1.420 | 0.874 | 0.786 |
3 | 0.950 | 0.978 | 1.050 | 1.065 | 1.275 | 1.410 | 0.960 | 0.810 |
4 | 0.950 | 0.980 | 1.050 | 1.065 | 1.270 | 1.410 | 0.864 | - |
5 | 0.952 | 0.976 | 1.056 | 1.065 | 1.265 | 1.410 | 0.862 | - |
6 | 0.954 | 0.976 | 1.054 | 1.065 | 1.265 | 1.410 | - | - |
7 | 0.954 | 0.976 | 1.052 | 1.065 | 1.265 | 1.410 | - | - |
8 | 0.954 | 0.980 | 1.056 | 1.065 | 1.265 | 1.410 | - | - |
B. Metode Biuret
Ulangan (n) | Abs | ||||||
Konsentrasi BSA (mg/mL) | Blanko | Sampel | |||||
0.5 | 1 | 1.5 | 2 | 3 | |||
1 | 0.126 | 0.197 | 0.262 | 0.399 | 0.460 | 0.54 | 0.088 |
2 | 0.126 | 0.197 | 0.260 | 0.336 | 0.459 | 0.55 | 0.110 |
3 | 0.126 | 0.197 | 0.260 | 0.336 | 0.459 | 0.56 | 0.109 |
4 | 0.126 | 0.197 | 0.260 | 0.338 | 0.459 | 0.56 | - |
5 | 0.125 | 0.198 | 0.261 | 0.338 | 0.460 | 0.57 | - |
6 | 0.125 | 0.198 | 0.261 | 0.337 | 0.462 | - | - |
7 | 0.125 | 0.197 | 0.262 | 0.337 | 0.460 | - | - |
8 | 0.125 | 0.198 | 0.263 | 0.337 | 0.458 | - | - |
4.2 Hasil Perhitungan
A. Metode Coomassie Blue
Simpangan baku (Sb) = 0.0464
Limit Deteksi = 0.20516
Sampel | % Protein |
I | -0.0238 % |
II | -0.0264 % |
III | -0.0163 % |
B. Metode Biuret
Simpangan baku (Sb) = 0.0114
Limit Deteksi = 0.2556
Sampel | % Protein |
I | 1.704 % |
II | 3.1046 % |
III | 3.05 % |
BAB 5. PEMBAHASAN
Pada kegiatan praktikum kali ini, kami melakukan kegiatan untuk membuat kurva standar dari sederetan larutan standart protein BSA dengan beberapa variasi konsentrasi dan menentukan besarnya limit deteksi. Metode analisa protein yang kami gunakan dalam kegiatan praktikum kali ini adalah metode Coomassie Blue dan metode Biuret.
Metode Biuret berdasar bahwa suatu senyawa yang berisi dua atau lebih ikatan peptida akan memberikan warna biru ungu yang berkarakter jika direaksikan dengan larutan kupri sulfat dalam alkali. Metode ini cukup baik untuk penentuan analisis kuantitatif protein tetapi perlu jumlah protein yang banyak sekitar 1-20 mg. Namun, butuh waktu lama. Prinsip metode biuret adalah pembentukan kompleks ion Cu dengan peptida (-NH-CO-) dari protein yang menghasilkan warna ungu ketika direaksikan dengan larutan kupri sulfat dalam alkali dan mempunyai serapan maksimum pada panjang gelombang 540nm.
Metode Coomassie Blue dapat digunakan secara luas untuk analisis kuantitatif protein. Analisanya cukup mudah dilakukan, cepat, tepat dan bebas dari gangguan bahan kimia lainnya serta punya sensitivitas tinggi yaitu sekitar 10-20 μg. Namun, analisis ini membutuhkan biaya yang lebih mahal (Sudarmadji, 1996 : 66-67).
Kurva standar merupakan kurva yang dibuat dari sederetan larutan standart yang masih dalam batas linieritas sehingga dapat diregresilinierkan. Kurva standart menunjukkan hubungan antara konsentrasi larutan ( sumbu-x) dengan absorbansi larutan (sumbu-y). Dari kurva standart akan dihasilkan suatu persamaan yang diregresilinierkan , yaitu persamaan y = mx + c, dengan m : kemiringan garis, dan c: konstanta. Kurva standart biasanya digunakan untuk menunjukkan besarnya konsentrasi larutan sampel dari hasil pengukuran atau dapat dikatakan bahwa konsetrasi sampel larutan bisa diperoleh dengan mudah melalui kurva standart (http://media.diknas.go.id /document/3140.pdf).
Kurva standart harus dibuat pada setiap kali melakukan analisis sampel yaitu bersamaan dengan analisis sampel karena waktu analisis yang berbeda akan menghasilkan pembacaan absorbansi yang berbeda sehingga kurva standart yang diperoleh juga akan berbeda.
Pada saat melakukan suatu analisis kimia, sering terjadi permasalahan apabila konsentrasi senyawa yang diuji dalam sampel terlalu kecil dan untuk memutuskan akan dilakukan pengulangan percobaan atau tidak, perlu ditentukan nilai limit deteksi Limit deteksi merupakan konsentrasi terendah yang dapat ditentukan (masih dapat dideteksi) yang nilainya berbeda sangat nyata secara statistik dengan nilai hasil pengukuran blanko. Limit deteksi digunakan untuk meyakinkan bahwa data pengukuran sampel yang diperoleh berbeda dengan data hasil pengukuran blanko apabila konsentrasi senyawa yang diuji dalam sampel terlalu kecil. Penghitungan limit deteksi dapat dilakukan dari data hasil pengukuran kurva standart (Anonim, 2008 :1-2).
Pada praktikum yang pertama digunakan metode Coomassie Blue. Prosedur kerjanya adalah membuat kurva standar yang dilakukan dengan cara membuat sederetan larutan standart protein dengan konsentrasi 0,1 ; 0,2; 0,3; 0,4; 0,6; 0,8 mg/mL dari larutan Bovine Serum Albumin (BSA 5 mg/mL). Lalu dilanjutkan dengan preparasi sampel. Sampel menggunakan tahu sebanyak 3,5 gram karena tahu terbuat dari bahan kedelai yang banyak mengandung potein. Tahu tersebut ditambahkan aquades 50 mL agar menjadi larutan yang siap untuk dianalisis ( untuk memudahkan dalam proses analisis) karena protein kedelai tahu dapat larut dalam air sehingga mudah untuk dianalisis kadar proteinnya. Lalu distirer selama 5’ untuk menghomogenkan larutan (agar larutan tercampur secara merata), kemudian disaring dan residunya dibuang. Hal ini dimaksudkan untuk menghilangkan komponen bahan yang tidak akan dianalisis sehingga tidak mengganggu jalannya proses analisis serta untuk mendapatkan ekstrak kedelai dari tahu yang mengandung protein. Kemudian ditera dengan aquades hingga 100 mL. Pengenceran ini bertujuan untuk memudahkan analisis pembacaan serapan/absorbansi karena jika larutan sampel terlalu pekat, maka akan cenderung sulit untuk dianalisis. Kemudian diambil larutan 8 mL sebanyak 3x sebagai sampel yang dimasukkan ke dalam tabung reaksi lalu ditambahkan larutan TCA 10%. Larutan ini berfungsi untuk mempercepat proses pengendapan protein sari kedelai. Kemudian divortex selama 5’ agar larutan tercampur secara homogen/merata dan disentrifuse 5’ untuk memisahkan endapan kedelai dari larutannya kemudian endapan supernatan dibuang. Lalu ditambahkan aquades 4 mL untuk pengenceran agar larutan tidak terlalu pekat saat diabsorbansi. Lalu divortex 5’ agar larutan bercampur merata sehingga jadilah sampel. Langkah selanjutnya adalah analisa Coomassie Blue. Analisa ini dilakukan dengan menyiapkan 0.1 mL larutan standart BSA dengan konsentrasi 0.1-0.8 mg/mL, 0.1 mL aquades 5x ulangan, dan 0.1 mL sampel 3x ulangan agar hasilnya bisa lebih akurat.. Kemudian dimasukkan ke dalam tabung reaksi dan ditambah 0.9 mL aquades untuk pengenceran yang memudahkan saat absorbansi nanti lalu ditambah 5 mL Coomassie Blue sebagai reagen indikator yang akan memberikan warna biru saat larutan protein diabsorbansi sehingga kadar serapan protein dapat ditentukan besarnya. Kemudian divortex 5’ agar larutan tercampur rata/homogen dan didiamkan selama 2 menit agar terdapat endapan protein. Setelah itu diabsorbansi dengan spektrofotometer pada panjang gelombang 595 nm karena pada panjang gelombang tersebut protein yang bereaksi dengan reagen Coomassie Blue dapat menyerap sinar secara maksimal (serapan protein bisa maksimal) sehingga memudahkan untuk pembacaan nilai serapan protein dan penentuan jumlah kandungan protein dalam sampel. Pada metode Biuret langkahnya sama dengan metode Coomassie Blue, hanya saja konsentrasi BSA 0.5; 1; 1.5; 2; 3 mg/mL dengan berat bahan 3 gram, pereaksi yang digunakan adalah reagen Biuret, panjang gelombang absorbansinya 540 nm karena protein yang bereaksi dengan reagen Biuret akan memberikan serapan maksimum pada panjang gelombang ini.
Dari hasil perhitungan diperoleh bahwa nilai limit deteksi dari metode Coomassie Blue adalah 0.20516 sedangkan dari metode Biuret adalah 0.2556. Sedangkan kadar protein sampel dari metode Coomassie Blue adalah -0.0238%,
-0.0264%, dan -0.0163%. Kadar protein sampel dari metode Biuret adalah 1.704%, 3.1046%, dan 3.05%. Seharusnya kadar protein dari analisa Coomassie blue nilainya lebih besar karena metode ini memiliki sensitivitas tinggi dibandingkan metode Biuret. Penyimpangan terjadi karena kadar protein sampel dari metode Coomassie Blue bernilai negatif dan nilai kadar protein dari analisa Biuret juga kecil, seharusnya nilai kadar protein tahu sekitar 40%, namun ini justru sangat kecil sekali. Hal ini disebabkan karena tidak terdapat endapan protein sehingga sulit dibaca absorbansinya, protein tahunya terlarut sehingga kurang tepat jika menggunakan metode Coomassie Blue, seharusnya analisa kadar protein tahu dilakukan dengan metode lain yang lebih tepat, misalnya metode Lowry agar hasil yang dicapai akurat. Selain itu peyimpangan juga disebabkan karena larutan sampel terlalu pekat sehingga kesulitan saat pembacaan absorbansi.
BAB. 6 KESIMPULAN DAN SARAN
6.1 Kesimpulan
Dari kegiatan praktikum kali ini, dapat ditarik kesimpulan sebagai berikut :
- Kurva standar merupakan kurva yang dibuat dari sederetan larutan standart yang masih dalam batas linieritas sehingga dapat diregresilinierkan.
- Kurva standart harus dibuat pada setiap kali melakukan analisis sampel yaitu bersamaan dengan analisis sampel karena waktu analisis yang berbeda akan menghasilkan pembacaan absorbansi yang berbeda sehingga kurva standart yang diperoleh juga akan berbeda.
- Limit deteksi merupakan konsentrasi terendah yang dapat ditentukan (masih dapat dideteksi) yang nilainya berbeda sangat nyata secara statistik dengan nilai hasil pengukuran blanko.
- Metode Coomassie Blue analisanya cukup mudah dilakukan, cepat, tepat dan bebas dari gangguan bahan kimia lainnya serta punya sensitivitas tinggi yaitu sekitar 10-20 μg. Namun, analisis ini membutuhkan biaya yang lebih mahal.
- Prinsip metode Biuret adalah pembentukan kompleks ion Cu dengan peptida (-NH-CO-) dari protein yang menghasilkan warna ungu ketika direaksikan dengan larutan kupri sulfat dalam alkali dan mempunyai serapan maksimum pada panjang gelombang 540nm. Metode ini cukup baik untuk penentuan analisis kuantitatif protein tetapi perlu jumlah protein yang banyak sekitar 1-20 mg. Namun, butuh waktu lama.
- Nilai limit deteksi dari metode Coomassie Blue adalah 0.2174 sedangkan dari metode Biuret adalah 0.2556. Sedangkan kadar protein sampel dari metode Coomassie Blue adalah -0.0238%, -0.0264%, dan -0.0163%. Sedangkan kadar protein sampel dari metode Biuret adalah 1.704%, 3.1046%, dan 3.05%. Persamaan kurva standar Coomassie Blue adalah y = 0.6785x -0.0314 dan untuk Biuret adalah y = 0.1338x – 0.4946.
- Penyimpangan terjadi karena kadar protein sampel dari metode Coomassie Blue bernilai negatif dan nilai kadar protein dari analisa Biuret juga kecil, seharusnya nilai kadar protein tahu sekitar 40%, namun ini justru sangat kecil sekali. Hal ini disebabkan karena tidak terdapat endapan protein sehingga sulit dibaca absorbansinya, protein tahunya terlarut sehingga kurang tepat jika menggunakan metode Coomassie Blue, seharusnya analisa kadar protein tahu dilakukan dengan metode lain yang lebih tepat, misalnya metode Lowry agar hasil yang dicapai akurat. Selain itu peyimpangan juga disebabkan karena larutan sampel terlalu pekat sehingga kesulitan saat pembacaan absorbansi.
6.2 Saran
Hendaknya laporan kelompok dikumpulkan pada akhir keseluruhan praktikum.
DAFTAR PUSTAKA
Anonim. 2008. Buku Petunjuk Praktikum Analisa Pangan dan Hasil Pertanian I. Jember: Jurusan THP FTP UNEJ
Apriantono, Fardiaz dan Puspitasari. 1989. Analisa Pangan. Bogor. ITB.
Sudarmadji, Slamet. 1996. Teknik Analisa Biokimiawi. Yogyakarta: Liberty
http://media.diknas.go.id/document/3140.pdf
No comments:
Post a Comment