Thursday 26 January 2017

PRAKTIKUM ROCK CANDY

BAB 1. PENDAHULUAN

1.1              Latar Belakang
Permen pada umumnya dibagi menjadi dua kelas yaitu permen kristalin dan permen non kristalin. Permen kristalin biasanya mempunyai rasa yang khas dan apabila dimakan terdapat rasa krim yang mencolok misalnya fondant, fudge. Sedangkan permen non kristalin terkenal dengan sebutan without form.
Hard candy merupakan salah satu permen non kristalin yang memiliki tekstur keras, penampakan mengkilat dan bening. Bahan utama dalam pembuatan permen jenis ini adalah sukrosa, air dan sirup glukosa. Sedangkan bahan tambahannya adalah flavor, pewarna, dan zat pengasam (Jackson, 1995). Hard candy dengan kandungan total solid sebanyak 97% memberikan tekstur yang baik dan memberikan umur simpan yang optimal. Akan tetapi jika semua hanya terdiri dari sukrosa, maka akan menjadi lewat jenuh, sehingga karbohidrat ini menjadi tidak stabil.
Oleh karena itu perlu dilakukan praktikum tentang pembuatan rock candy agar mahasiswa dapat mengetahui tentang bagaimana cara pembuatan rock candy yang sederhana.

1.2              Tujuan
1.      Mengetahui pengaruh konsentrasi gula (rasio gula : air) terhadap pembentukan kristal rock candy.
2.      Mengetahui pengaruh pancingan kristal terhadap pembentukan kristal rock candy.
3.      Mengetahui pengaruh penggantian wadah/pengurangan kristal dalam wadah terhadap pembentukan kristal rock candy.


BAB 2. TINJAUAN PUSTAKA

2.1       Pengertian Permen (Candy)
Permen adalah produk yang dibuat dengan mendidihkan campuran gula dan air bersama dengan bahan pewarna dan pemberi rasa sampai tercapai kadar air kira-kira 3%. Biasanya suhu yang digunakan sebagai petunjuk kandungan padatan. Sesudah didihkan sampai mencapai kandungan padatan yang diinginkan (kurang lebih 150oC) sirup dituangkan pada cetakan dan dibiarkan tercetak. Seni membuat permen dengan daya tahan yang memuaskan terletak pada pembuatan produk dengan kadar air minimum dan sedikit saja kecenderungan untuk mengkristal (Buckle, et al., 1987).
Permen adalah sejenis gula-gula (confectionary) yang dibuat dengan mencairkan gula di dalam air. Perbedaan tingkat pemanasan menentukan jenis permen yang dihasilkan. Suhu panas menghasilkan permen keras, suhu menengah menghasilkan permen lunak, dan suhu dingin menghasilkan permen kenyal. Permen dinikmati karena rasa manisnya (Wikipedia1, 2011).
Permen merupakan salah satu jenis makanan ringan yang dikonsumsi semua orang mulai dari anak-anak hingga orang dewasa.. Permen biasanya terbuat dari sukrosa, glukosa dan gelatin. Sukrosa dan glukosa berperan dalam menghasilkan rasa manis. Dalam permen, perbandingan komposisi pemanis sangat menentukan tingkat kekerasan dan kemanisan dari permen tersebut. Komposisi sukrosa yang terlalu tinggi menghasilkan permen yang keras. Demikian sebaliknya, komposisi sukrosa yang terlalu tinggi menghasilkan permen yang lunak. Kandungan sukrosa yang terlalu tinggi tidak baik untuk kesehatan gigi dan dapat meeningkatkan kandungan gula dalam darah (Edi- Sutaredjo Felycia dan Nany Indraswati, 2007 ).



2.2       Pembagian Permen (Candy)
            Permen yang banyak beredar di kalangan masyarakat berjenis permen keras (hard candy) dan lunak (soft candy). Permen keras adalah permen yang padat teksturnya. Dimakan dengan cara menghisap, pada permen keras yang perlu diuji di antaranya adalah bahan baku utamanya berupa glukosa. Sementara permen lunak ditandai dengan teksturnya yang lunak. Jenis permen ini bukan untuk dihisap melainkan dikunyah. Berdasarkan bahan campurannya, permen lunak terbagi menjadi tiga jenis. Ketiga bahan tersebut adalah gum, carragenan (rumput laut) dan gelatin (Ningsih, 2010).

2.3       Pengertian Rock Candy
Hard candy adalah jenis permen yang mempu nyai tekstur keras dan tampak bening serta mengkilap atau glossy (Malik,2010). Bahan utama dalam pembuatan hard candy adalah sukrosa, sirup glukosa dan air. Salah satu jenis hard candy adalah rock candy. Rock candy merupakan salah satu jenis permen yang  tergolong hard candy sehingga  padat teksturnya daan kenampakannya seperti Kristal (Fabri, 1990). Rock candy biasanya berwarna bening tetapi terdapat pula yang berwarna-warni dikarenakan diberi pewarna. Permen yang satu ini dimakan dengan cara menghisap permen jenis ini larut bersama air liur.
Bahan baku utama rock candy adalah glukosa. Glukosa merupakan hasil hidrolisat pati ( tepung ). Sedangkan bahan tambahannya yaitu flavor, pewarna dan zat pengasam. Tingkat pemanasan rock candy adalah pada suhu tinggi sehingga dihasilkan permen bertekstur keras (Jackson, 1995). Pembuatan rock candy sangat dipengaruhi oleh suhu dan pengadukan dimana suhu pemasakan yang digunakan adalah 135- 140oC. Dan pengadukan dilakukan agar sukrosa tercampur merata pada larutan.
Rock candy memiliki karakteristik tertentu yaitu berbentuk seperti gumpalan-gumpalan batu kristal jernih dan berwarna-warni yang mengelompok jadi satu dan dilengkapi dengan batang pegangan seperti lollypop. Kerlap-kerlip kilauan batu kristalnya ini yang menarik seperti kilauan batu permata.

2.4       Nilai Gizi Produk Permen
            Pada umumnya jarang orang mengkonsumsi permen gula atau permen coklat dengan maksud untuk memperoleh gizi makanan tersebut. Umumnya mereka mengkonsumsi karena menyukai permen tersebut. Karena itu permen dan produk-produk sejenisnya sering disebut sebagai fun food. Variasi yang terdapat pada permen gula atau permen coklat jauh lebih banyak dibandingkan dengan produk-produk yang lain. Penampilan dan pengepakan yang menarik dan bentuknya yang praktis sebagai hadiah merupakan faktor-faktor lain yang menambah daya tarik permen. Akhir-akhir ini permen juga berfungsi sebagai makanan ringan atau snack food, terutama jika mengandung kacang-kacangan, kue, wafer dan biji-bijian.
Karena produk-produk permen menyenangkan untuk dikonsumsi, tidak jarang orang mengkonsumsi dalam jumlah yang banyak. Hal ini dapat mengakibatkan kegemukan, kerusakan gigi (dental caries) dan lain-lain, yang jika diperiksa secara medis sebenarnya disebabkan oleh konsumsi gula yang berlebihan. Kegemukan terjadi jika lebih banyak nutrisi atau zat gizi yang diserap dibandingkan dengan yang diperlukan tubuh. Nutrisi tersebut berasal dari bahan makanan pada umumnya, dan tidak hanya berasal dari permen.

2.5       Komposisi Nilai Gizi Produk Permen
            Dilihat dari komposisinya maka bagian terbanyak dari semua jenis permen adalah sukrosa (gula pasir) dan gula lainnya (glukosa, sukrosa atau gula alkohol). Hal ini diperlukan untuk menghasilkan kemanisan dan keawetan atau daya simpannya. Sehingga dari segi gizi dapat dikatakan bahwa hampir semua jenis permen merupakan sumber energi (kalori). Pembakaran sukrosa atau gula pasir di dalam tubuh memberikan 3.95 kkal per gram. Pencernaan sukrosa di dalam tubuh hanya mempunyai efisiensi 98 persen, karena itu kalori yang dihasilkan untuk tubuh dari 1 gram sukrosa adalah 3.78 kkal (Ningsih,2010).
            Di samping sebagai sumber energi, permen juga memberikan sejumlah lemak, protein dan mineral bagi tubuh. Misalnya karamel atau permen susu mengandung padatan susu 15 – 25 persen; fudge mengandung padatan susu 5 – 15 persen dan permen lainnya seperti terlihat pada Tabel 2.1. Semua senyawa non sukrosa dalam permen mempunyai komposisi yang cukup efektif untuk mencegah kristalisasi atau mengatur pembentukan kristal sehingga kecil-kecil, dan seragam pada waktu pembuatan permen. Permen jernih, putih atau berwarna cerah dibuat pada kondisi yang dapat meminimumkan reaksi antara bahan-bahan pembuat permen, sedangkan karamel dan tofi dibuat pada kondisi dimana terjadi reaksi kompleks dalam bahan pembuat permen sehingga menghasilkan bau dan rasa yang khas (Cahyadi, 2009).

2.6       Sifak-sifat Fisik Permen
            a. Densitas
        Densitas atau berat jenis dari produk-produk permen tidak bervariasi secara nyata. Densitas apparent dapat diukur dengan cepat dan lebih peting dalam hubungannya dengan tekstur banyak jenis permen. Variasi yang besar terjadi pada permen yang diaerasi (aerated candy). Tekstur nougat dapat bervariasi dari “light”, “short” seperti hampir semua fudge, sampai “dense”. “Chewy” merupakan pendekatan bagi densitas dan kualitas karamel. Marshmallow gelatin bervariasi dalam densitas apparennya dengan adanya perbedaan struktur gel dan kadar air.
b. Kekerasan
Sifat ini, yang dihubungkan dengan elastisitas dan kerapuhan (brittleness), jelas sangat penting dalam hubungannya dengan tekstur semua permen yang mempunyai kadar air rendah. Pada jenis-jenis permen tersebut, kesulitan utama dalam pemasaran adalah kecenderungannya untuk menjadi lengket, yang disebabkan oleh sifatnya yang higroskopis. Sifat higroskopis ini disebabkan hasilhasil reaksi gula pada suhu tinggi. Sifat higroskopis ini mungkin berhubungan dengan kekerasan atau sifat lain, bukan dengan kadar air produk awal yang kecil yang mudah diperoleh dengan pemanasan atau pemasakan vacuum.
c. Plastisitas
Tekstur banyak jenis permen ditentukan oleh sifat ini. Parameter mutu yang oleh para pembuat permen disebut sebagai “tenderness” (keempukan) sangat bergantung pada sifat plastisitas. Tingkat keempukan maksimum yang dianjurkan merupakan parameter mutu yang penting bagi pengkelasan krim, karamel, nougats, fudge dan marshmallow. Jelly pektin dan pati digunakan dalam jumlah yang besar untuk mempertahankan sifat ini. Kedua jenis permen tersebut dapat dibuat dengan kelas yang lebih tinggi jika akan dilapisi coklat, tetapi keempukan harus sedikit dikorbankan pada kelas mutu yang lebih murah yang harus cukup tahan selama pengapalan dan penjualan dalam bentuk “bulk”.
Kehilangan atau penguapan air akan menurunkan plastisitas yang menghasilkan sifat lebih keras pada nougar, jelly dan marshmallow. Fudge, krim dan karamel lebih mudah menjadi berpasir dan keras karena pengeringan.
d. Viskositas
Proses “tempering” yang efisien dan pelapisan coklat, terutama menggunakan cara “enrobing” yang kontinyu sangat tergantung pada viskositas. Tekstur produk hasil pelapisan coklat dan permen tergantung pada plastisitas dan pemadatan coklat, tetapi sifat viskositas juga menentukan. Spesifikasi berbagai kelas mutu coklat diantaranya tergantung pada viskositasnya, yang diukur sedikit di atas titik lelehnya.
e. Konsistensi
Kehalusan tekstur merupakan hal yang penting bagi tercapainya tingkat mutu yang tinggi pada hampir semua jenis permen. Kehalusan ini ditentukan oleh sifat fisik yaitu konsistensi. Sifat beberapa jenis permen terletak antara plastis dan fluid. Sebagai contoh fudge krim dimana pembentukan kristal sangat kecil dan seragam, yang terbentuk dari penggunaan fondant krim dan “soft cream centers” yang dihasilkan karena kerja enzim invertase meningkat rasio sirup terhadap phase kristal setelah produk-produk tersebut diberi pelapis.
f. Warna
        Warna yang menarik merupakan hal yang penting karena warna merupakan daya tarik penjualan yang langsung dan mempengaruhi respon organoleptik terhadap flavor, yang pada akhirnya sangat menentukan penerimaan konsumen.
Pewarna yang digunakan dalam pembuatan permen dapat berupa pewarna alami (misalnya pigmen tanaman) maupun pewarna sintetik yang lebih tahan terhadap perlakukan dan proses pengolahan. Baik pewarna alami maupun sintetik yang digunakan harus berupa senyawa yang tergolong “food grade”.
g. Flavor atau Citarasa
Seperti halnya warna, flavor sangat berpengaruh terhadap penilaian
organoleptik dan penerimaan konsumen terhadap produk. Pada saat sekarang dimungkinkan untuk memberi flavor yang diinginkan pada permen, baik flavor alami maupun sintetis. Standarisasi lebih sulit dilakukan terhadap produk secara individual, misalnya karamel; coklat dan fudge yang flavornya tergantung dari viariasi bahan-bahan yang digunakan dan reaksinya dengan gula.
Bahan-bahan yang digunakan dalam pembuatan permen dapat berupa
flavoring alami (vanilla, citrus oils, minyak atsiri), flavor buah-buahan (diekstrak dari buah-buahan) atau flavor sintetik (yang merupakan campuran bermacam-macam bahan kimia aromatis).

2.7       Kerusakan Produk-produk Permen
            Meskipun permen tergolong bahan pangan yang awet, masih terdapat berbagai kerusakan atau penurunan mutu, antara lain :
a.  Kerusakan mikrobiologis yang disebabkan khamir atau ragi yang tahan konsentrasi gula tinggi. Hal ini dapat terjadi pada permen yang kandungan padatannya kurang dari 75 persen. Kontaminasi kapang juga dapat terjadi karena pengembunan air disebabkan perubahan suhu yang besar.
b.  Kerusakan berupa graining atau terbentuknya kristal yang tidak dikehendaki (misalnya kasar dan ukurannya besar-besar), yang disertai dengan penurunan mutu dan tekstur.
Penyebabnya antara lain :
(1). Kurangnya senyawa pencegah kristalisasi yang ditambahkan.
(2). Kondisi penyimpanan yang kurang baik, menyebabkan terjadinya penyerapan air oleh permen (terutama permen keras) hal ini menyebabkan permen menjadi lengket dan juga dapat menimbulkan pembentukan kristal.
(3). Kerusakan lapisan pelindung.
(4). Pengisian buah-buahan, kacang-kacangan, jahe atau bahan lain yang kurang sempurna.
c. Kerusakan karena ketengikan oksidatif atau hidrolitik dari komponen lemak dalam permen.
d. Pada produk-produk yang mengandung coklat dapat terjadi “Chocolate Bloom”. Bloom merupakan keadaan yang menunjukkan ketidakstabilan pelapis coklat, akibat adanya panas dari permen. Lapisan coklat yang mengalami “bloom” berwarna kusam keabu-abuan dan masa simpannya rendah. Untuk mencegah terjadinya “bloom” ke dalam permen biasanya ditambahkan Sorbitol monostearat atau Polysorbat 60.


























BAB 3. METODOLOGI PRAKTIKUM

3.1              Alat dan Bahan
3.1.1        Alat
-          Panci
-          Kompor
-          Pengaduk
-          Saringan
-          Toples/cup plastik
-          Stick
-          Plastik
-          Neraca analitik
-          Sendok
-          Karet gelang
-          Spatula

3.1.2        Bahan
-          Gula kristal putih
-          Air
-          Esens
-          Pewarna








3.2              Skema Kerja
 











     
     



                                                                             

Tutup gelas

 
Pengamatan H+3 dan H+6

 
 












BAB 4. HASIL PENGAMATAN DAN PERHITUNGAN

4.1       Hasil Pengamatan
Perlakuan
Pertumbuhan/ pembentukan kristal hari ke-3
Pertumbuhan/ pembentukan kristal hari ke-6
Rasio gula : air 2,5:1, dipancing
Diganti
1 : +
1 : +
2 : +++
2 : ++++
Tidak diganti
3 : ++
3 : ++++
4 : +++
4 : -
Rasio gula : air 2,5:1, tidak dipancing
Diganti
1 : +
1 : +
2 : +
2 : -
Tidak diganti
3 : ++
3 : +++
4 : -
4 : -
Rasio gula : air 2:1, dipancing
Diganti
1 : +++
1 : +++
2 : +
2 : +
Tidak diganti
3 : ++++
3 : ++++
4 : ++
4 : ++
Rasio gula : air 2:1, tidak dipancing
Diganti
1 : -
1 : -
2 : -
2 : -
Tidak diganti
3 : -
3 : +
4 : -
4 : -

Keterangan : semakin + semakin banyak kristal yang tumbuh
4.2       Hasil Perhitungan
            Dalam praktikum tidak dilakukan perhitungan.


BAB 5. PEMBAHASAN

5.1       Skema Kerja dan Fungsi Perlakuan
            Pada pembuatan rock candy dilakukan dengan dua perlakuan yaitu dipancing dan tidak dipancing. Langkah pertama yang dilakukan adalah menyiapkan bahan berupa gula kristal putih, air, perasa dan pewarna. Gula kristal putih yang digunakan yaitu 250 gram dan 300 gram. Sedangkan air yang digunakan pada masing- masing perlakuan sebanyak 100 ml. Air dan gula kemudian dimasukkan dalam panci dan dipanaskan diatas kompor. Selama dipanaskan, dilakukan pengadukan menggunakan spatula secara terus menerus. Hal ini bertujuan agar larutan menjadi lebih homogen dan panas dari api kompor akan merata ke seluruh larutan sehingga tidak menimbulkan gosong pada bagian dasar larutan. Pemanasan dilakukan hingga larutan mendidih. Pada saat mendidih, larutan akan menimbulkan buih dan kemudian api kompor dimatikan pada saat buih tidak ada. Selanjutnya, larutan gula didinginkan dengan cara panic diletakkan pada baskom yang telah diberi air dingin. Setelah larutan dingin, maka dituang kedalam cup dan kemudian diberi perasa melon (3 tetes) dan pewarna hijau (2 tetes).
            Perlakuan pertama yaitu dipancing, pertama stick dicelupkan pada larutan gula yang telah diberi perasa dan pewarna tersebut yang bertujuan agar stick menjadi lengket sehingga gula kristal putih akan menempel. Kemudian diputar- putar pada gula kristal putih. Gula kristal putih disini berfungsi sebagai pemicu timbulnya kristal pada rock candy. Stick yang sudah dibalut dengan gula kristal putih kemudian dimasukkan pada larutan gula yang telah diberi perasa dan pewarna dengan ujung sekitar 2 cm dari dasar cup. Lalu cup ditutup menggunakan penutupnya untuk menghindari kontaminasi.
            Sedangkan pada perlakuan tanpa dipancing yaitu stick dicelupkan pada larutan gula yang telah diberi perasa dan pewarna tanpa di putar-putar pada gula kristal putih. Kemudian stick dimasukkan pada larutan gula yang telah diberi perasa dan pewarna dengan ujung sekitar 2 cm dari dasar cup. Setelah itu cup ditutup menggunakan penutupnya untuk menghindari kontaminasi. Hasil dari kedua perlakuan tersebut kemudian disimpan. Pengamatan visual terhadap pembentukan kristal rock candy dilakukan pada hari ketiga dan hari keenam.

5.2       Analisa Data
            Komposisi gula dan air yang digunakan dalam praktikum pembuatan rock candy yaitu 250 gram gula pasir dengan 100 ml air dan 200 gram gula pasir dengan 100 ml air. Masing- masing komposisi, dilakukan dua macam perlakuan yaitu dipancing dan tidak dipancing.
a.       250 gram gula pasir dengan 100 ml air
            Rock candy yang dihasilkan dengan komposisi 250 gram gula pasir dengan 100 ml air dengan perlakuan dipancing menunjukkan hasil pada pengamatan hari ketiga. Pengamatan secara visual dilakukan dengan mengeluarkan stick dari larutan gula. Dapat dilihat bahwa pada cup nomor 1, kristal yang terbentuk masih sangat sedikit. Sedangkan pada cup nomor 3, kristal yang tebentuk lumayan banyak. Dan pada cup 2 dan 4, kristal yang terbentuk banyak. Hasil dari pembentukan kristal berbeda ditunjukkan pada perlakuan tidak dipancing dimana pada cup 1 dan 2, kristal yang terbentuk sangat sedikit. Pada cup nomor 3, kristal yang terbentuk lumayan banyak sedangkan pada cup nomor 4 tidak ada sama sekali kristal yang terbentuk. Perbedaan antara hasil perlakuan dipancing dan tidak dipancing pada hari ketiga menunjukkan bahwa pemancingan menentukan terbentuk atau tidaknya kristal pada rock candy dan dengan adanya pemancingan terjadinya kristal lebih cepat dibandingkan dengan tidak adanya pemancingan. Pada perlakuan rock candy yang dipancing, rata- rata pada keempat cup terbentuk adanya kristal walaupun jumlahnya berbeda satu sama lain. Jumlah yang berbeda ini dikarenakan pemanasan larutan gula yang tidak merata dikarenakan tidak digunakannya thermometer untuk mengetahui suhu. Melainkan hanya diperkirakan oleh praktikan. Pemanasan ini sendiri sangat mempengaruhi terbentuknya kristal apabila pemanasan dilakukan secara berlebihan akan menyebabkan larutan terlalu viskos sehingga sulit membentuk kristal. Sedangkan pada perlakuan tanpa dipancing, kristal yang terbentuk pada semua cup sangat sedikit bahkan ada satu cup yang tidak terbentuk kristal sama sekali. Hal ini menunjukkan pemancingan menggunakan gula kristal putih sangat mempengaruhi terbentuknya kristal pada rock candy.
            Pengamatan hari keenam menunjukkan hasil berbeda pada cup 1 dan 2. Pada perlakuan dipancing, ada peningkatan kristal yang terbentuk di cup 1 dan di cup nomor 2 yaitu semakin banyak kristal yang terbentuk. Sedangkan pada perlakuan tidak dipancing, cup 1 menunjukkan tidak adanya pertambahan kristal yang terbentuk dan di cup 2 tidak terbentuk kristal sama sekali. Penggantian wadah seharusnya dapat mempercepat terbentuknya kristal karena terhindar dari kristal yang tidak dikehendaki yang menempel pada wadah. Perlakuan dipancing menghasilkan kristal yang lebih banyak dikarenakan adanya gula kristal putih sebagai pemicu terbentuknya kristal. Namun pada cup 3 dan 4 tidak dilakukan penggantian wadah. Hasil dari perlakuan dipancing  pada cup 3 menunjukkan kenaikan jumlah kristal yang terbentuk tetapi pada cup 4 tidak terbentuk kristal sama sekali. Sedangkan cup 3 dan 4 dengan perlakuan tanpa dipancing menunjukkan hasil yang sama yaitu cup 3 menunjukkan adanya kristal yang terbentuk tetapi pada cup 4 tidak terbentuk kristal sama sekali. Kenaikan jumlah kristal di cup 3 dan 4 pada perlakuan dipancing berupa gula kristal putih sebagai pemicu terjadinya kristalisasi menyebabkan lebih cepatnya terbentuk kristal.  Sedangkan pada perlakuan tidak dipancing, kristal bertambah kemungkinan dikarenakan pemanasan yang tepat sehingga larutan gula tidak terlalu jenuh yang kemudian menyebabkan kristalisasi mudah terjadi. Kristal pada cup 4 dengan adanya pemancingan maupun tidak menyebabkan tidak terbentuknya kristal sama sekali. Hal ini dikarenakan pemanasan larutan gula yang tidak merata dikarenakan tidak digunakannya thermometer untuk mengetahui suhu yang sama karena pemanasan ini sendiri sangat mempengaruhi terbentuknya kristal dimana pemanasan berlebihan akan menyebabkan larutan terlalu viskos sehingga sulit membentuk kristal.

b.      200 gram gula pasir dengan 100 ml air
            Komposisi 200 gram gula pasir dengan 100 ml air dengan perlakuan dipancing menunjukkan hasil pada pengamatan hari ketiga. Pengamatan secara visual dilakukan dengan mengeluarkan stick dari larutan gula. Dapat dilihat bahwa pada cup nomor 1, kristal yang terbentuk masih lumayan banyak sedangkan pada cup nomor 2, kristal yang tebentuk lumayan banyak. Dan pada cup 2 dan 4, kristal yang terbentuk sangat banyak dan lumayan banyak. Hasil yang berbeda ditunjukkan pada perlakuan tidak dipancing dimana pada cup 1, 2, 3 dan 4 tidak ada kristal yang terbentuk sama sekali. Perbedaan antara hasil perlakuan dipancing dan tidak dipancing pada hari ketiga menunjukkan bahwa pemancingan menentukan terbentuk atau tidaknya kristal pada rock candy. Pada perlakuan rock candy yang dipancing, rata- rata pada keempat cup terbentuk adanya kristal walaupun jumlahnya berbeda satu sama lain. Jumlah yang berbeda ini dikarenakan pemanasan larutan gula yang tidak merata dikarenakan tidak digunakannya thermometer untuk mengetahui suhu. Pemanasan ini sendiri sangat mempengaruhi terbentuknya kristal dimana pemanasan berlebihan akan menyebabkan larutan terlalu viskos sehingga sulit membentuk kristal. Sedangkan pada perlakuan tanpa dipancing, pada semua cup tidak terbentuk kristal sama sekali. Hal ini menunjukkan pemancingan menggunakan gula kristal putih sangat mempengaruhi terbentuknya kristal pada rock candy.
            Pada hasil pengamatan hari keenam menunjukkan hasil berbeda pada cup 1 dan 2 dengan perlakuan penggantian wadah pada hari ketiga setelah pengamatan visual. Pada perlakuan dipancing, tidak ada peningkatan kristal yang terbentuk di cup 1 dan 2. Sedangkan pada perlakuan tidak dipancing, cup 1 dan 2 menunjukkan tidak terbentuk kristal sama sekali. Penggantian wadah seharusnya dapat mempercepat terbentuknya kristal karena terhindar dari kristal yang tidak dikehendaki yang menempel pada wadah. Perlakuan dipancing menghasilkan kristal yang lebih banyak dikarenakan adanya gula kristal putih sebagai pemicu terbentuknya kristal. Namun pada cup 3 dan 4 tidak dilakukan penggantian wadah. Hasil dengan perlakuan dipancing  pada cup 3 dan 4 kristal yang terbentuk banyak. Cup 3 dan 4 dengan perlakuan tanpa dipancing menunjukkan hasil yang berbeda yaitu cup 3 menunjukkan kenaikan jumlah kristal yang terbentuk tetapi pada cup 4 tidak terbentuk kristal sama sekali. Banyaknya jumlah kristal di cup 3 dan 4 pada perlakuan  pancingan berupa gula kristal putih sebagai pemicu kristal menyebabkan lebih cepatnya terbentuk kristal.  Sedangkan pada perlakuan tidak dipancing, kristal bertambah dapat dimungkinkan karena pemanasan yang tepat sehingga larutan gula tidak terlalu jenuh yang kemudian menyebabkan kristalisasi mudah terjadi. Kristal pada cup 4 dengan tidak dipancing menyebabkan tidak terbentuknya kristal sama sekali. Hal ini dikarenakan pemanasan larutan gula yang tidak merata dikarenakan tidak digunakannya thermometer untuk mengetahui suhu. Pemanasan ini sendiri sangat mempengaruhi terbentuknya kristal dimana pemanasan berlebihan akan menyebabkan larutan terlalu viskos sehingga ssulit membentuk kristal.







BAB 6. PENUTUP

6.1       Kesimpulan
            Dari hasil praktikum rock candy yang dilakukan, dapat diperoleh kesimpulan yaitu :
1.      Rock candy merupakan salah satu jenis permen yang tergolong hard candy.
2.      Bahan baku utama rock candy adalah glukosa sedangkan bahan tambahannya yaitu flavor, pewarna dan zat pengasam.
3.      Pembentukan kristal dapat dipengaruhi oleh lama pemanasan.
4.      Pemancingan menggunakan gula kristal putih akan merangsang pertumbuhan kristal.
5.      Kristal yang paling banyak terbentuk adalah pada cup 3 dengan perbandingan 2 : 1 pada pengamatan hari ketiga dengan perlakuan dipancing dan wadah diganti.
6.      Kristal yang paling banyak terbentuk pada pengamatan hari keenam adalah pada cup 2 dan 4 dengan perlakuan dipancing.

6.2       Saran
                        Seharusnya setiap kelompok melakukan pembuatan rock candy agar dapat mengetahui lebih jelas perbedaan dengan kelompok lain.








DAFTAR PUSTAKA

Buckle, K.A., R. A. Edwards, G. H. Fleet and M. Wootton, 1987. Ilmu Pangan.
Terjemahan H. Purnomo dan Adiono. UI-Press, Jakarta.

Cahyadi, W., 2009. Analisis & Aspek Kesehatan Bahan Tambahan Pangan. Edisi
Kedua. Bumi Aksara, Jakarta.

Edi- Sutaredjo Felycia dan Nany Indraswati, 2007. Pengaruh komposisi Pemanis
(Sukrosa/Sorbitol:Glukosa:Madu) Terhadap Viskositas, Kekerasan dan
Aktivitas Air dalam Permen Jelly. Jakarta.

Jackson, 1995. Technologycal of Sugar and The Application. Manchester.

Ningsih, Lestari. 2010. Permen Keras dan Permen Lunak. Sumatera Utara: USU
Press.

Malik, I., 2010. Pembuatan Permen Jelly. http://iwan malik.wordpress.com (15 April 2014).