Wednesday 1 June 2011

Optimasi Enzim

Optimasi Enzim

BAB 1. PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang

Suatu reaksi kimia khususnya antara senyawa organik, yang dilakukan dalam laboratorium memerlukan suatu kondisi yang ditentukan oleh beberapa faktor seperti suhu, tekanan, waktu, dan lain – lain. Apabila salah satu kondisi tidak sesuai dengan apa yang seharusnya dibutuhkan maka reaksi tidak dapat berlangsung dengan baik. reaksi atau proses kimia yang berlangsung dengan baik yang dimungkinkan karena adanya katalisis yang disebut enzim. Enzim dikenal untuk pertama kalinya sebagai protein oleh Sumner pada tahun 1926 yang telah berhasil mengisolasi urease dari ‘kara pedang’ (jack bean). Sejak tahun 1926 pengetahuan tentang enzim atau enzimologi berkembang dengan cepat. Kofaktor merupakan gugus bukan protein. Ada yang terikat kuat pada protein, ada pula yang tidak begitu kuat ikatannya. Namun keduanya merupakan bagian enzim yang memungkinkan enzim bekerja terhadap substrat, yaitu zat – zat yang diubah atau direaksikan oleh enzim. Enzim juga memiliki kemampuan yang maksimum terhadap aktivitasnya sehingga apabila enzim telah melewati batas optimumnya maka enzim tersebut kinerjanya menurun. Pada saat enzim mencapai titik optimumnya, enzim bekerja dengan optiiimum pula. Keoptimuman suatu enzim tergantung dari pH lingkungan, suhu/temperatur, aktivator dan inhibitor, serta waktu enzim bekerja. Dengan melakukan prektikum ini, data hasil pengamatan dari praktikum akan dihitung dan diketahui diposisi apakah enzim dapat bekerja pada kondisi optimum dan menggunakan crude enzim.

1.2 Tujuan

Menentukan kondisi temperatur, pH, waktu, aktivator dan inhibitor optimum aktivitas enzim amilase

BAB 2. TINJAUAN PUSTAKA

Pengertian enzim yaitu protein yang mempunyai sifat katalik, sifat ini menyebabkan enzim berguna dalam telaah analitik. Beberapa enzim hanya terdiri dari protein, tetapi kebanyakan enzim mengandung komponen non protein tambahan seperti karbohidrat, lipid, logam, fosfat, atau beberapa bagian organik lain (Montgomery, 1993 : 147).

Enzim adalah protein yang berfungsi sebagai katalisator, senyawa yang meningkatkan kecepatan reaksi kimia. Enzim katalisator berkaitan dengan reaktan yang disebut substrat. Mengubah reaktan menjadi produk, lalu melepaskan produk. Walaupun enzim dapat mengalami modifikasi selama urutan tersebut, pada akhir reaksi, enzim kembali ke bentuk asalnya (Marks, 2000 : 96).

Enzim adalah protein yang khusus disintesis oleh sel hidup untuk mengkatalisis reaksi yang berlangsung didalamnya. Oleh karena reaksi itu banyak sekali, maka biokatalisator yang dibentuk jumlah maupun jenisnya tak terhitung banyaknya (Martoharsono, 1998 : 81).

Enzim adalah protein yang mengkatalis reaksi biokimia. Enzim biasanya terdapat dalam konsentrasi yang sangat rendah dalam sel, dimana mereka meningkatkan laju reaksi tanpa mengubah posisi keseimbangan (Ngili, 2009).

Crude Enzim adalah enzim kasar atau mentah yang diisolasi dari kecambah, biji – bijian atau tumbuhan. Optimasi enzim adalah keadaan dimana enzim bekerja secara optimum. Keadaan optimasi enzim ditandai dengan suhu, pH, dan inhibitor.

Banyak zat bekerja untuk menghambat atau mengurangi laju reaksi – reaksi enzim. Menurut ketentuan inhibisi adalah bersifat reversibel. Aktivitas enzim akan pulih kembali bila inhibitor dipisahkan dari medium, dengan cara dialisis, elektroforesis, dan lain – lain. Inaktivator adalah substansi – substansi yang dapat menyebabkan deaktivasi enzim secara irreversibel (Manitto, 1992 : 76-77).

Inhibitor atau penghambat suatu enzim adalah suatu senyawa atau zat yanng dapat menghalangi aktivitas kerja enzim. Enzim dapat dihambat sementara atau tetap oleh inhibitor berupa zat kimia tertentu. Zat kimia tersebut merupakan senyawa selain substrat yang biaasa terikat pada sisi aktif enzim (substrat normal) sehingga antara substrat dan inhibitor terjadi persaingan untuk mendapatkan sisi aktif. Persaingan tersebut terjadi karena inhibitor biasanya mempunyai kemiripan kimiawi dengan substrat normal. Pada konsentrasi substrat yang rendah akan terlihat dampak inhibitor terhadap laju reaksi, kondisi tersebut berbalik bila konsentrasi substrat naik (Sumardjo, 2009 : 393).

Inhibitor adalah molekul yang berikatan secara selektif pada enzim dan menghambat aktivitas enzim. Beberapa inhibitor berikatan dengan enzim secara reversibel dan yang lain berikatan secara ireversibel (Bresnick, 2003 : 5)

Inhibitor adalah senyawa atau zat atau gugus yang menghambat kerja atau menghambat aktivitas enzim. Zat – zat penghambat atau inhibitor ini dapat dikelompokkan menurut cara bereaksinya dengan enzim, yaitu inhibitor kompetitif atau inhibitor pesaing, inhibitor non kompetitif, dan inhibitor inkompetitif (Poedjiadi, 1994 : 163).

Faktor – faktor yang mempengaruhi kondisi optimum dari suatu enzim adalah pH, temperatur, adanya aktivator maupun inhibitor serta waktu yang menjadi faktor optimasi enzim. Laju reaksi meningkat dengan kenaikan temperatur dan akhirnya enzim kehilangan semua aktivitas jika protein menjadi rusaak akibat panas. Banyak enzim berfungsi optimal dalam batas – batas temperatur antara 25-37oC (Page, 1989 : 112). Faktor kedua yaitu pH. Pengaruh pH terhadap enzim bervariasi tergantung pada jenisnya. Terdapat enzim yang bekerja secara optimal pada kondisi asam, terdapat pula enzim yang bekerja secara optimum pada kondisi basa. Namun pada umumnya enzim bekerja optimum pada pH 7 (Girindra, 1993 : 100). Faktor ketiga yaitu inhibitor. Selama bertahun – tahun inhibitor telah diklasifikasikan baik sebagai kompetitif atau non kompetitif. Istilah yang merupakan dua jenis lazim dari inhibisi reversible (Amstrong, 1995 : 108).Faktor keempat yaitu waktu. Semakin lama waktu reaksi maka kerja enzim juga akan semakin optimum. Namun setelah mencapai titik optimum maka kerja enzim akan menurun (Aziz, 2008). Faktor kelima yaitu aktivator. Aktivator merupakan zat yang memicu kerja enzim. Semakin banyak aktivator maka kerja enzim akan semakin cepat ( Angelina, 2008 : 57).

BAB 5. PEMBAHASAN

5.1. Definisi Crude Enzim, Optimasi Enzim, dan Inhibitor

Crude enzim adalah enzim kasar atau mentah yang diisolasi dari kecambah, biji – bijian atau tumbuhan. Crude enzim yang melalui proses pemanasan akan terdenaturasis dan terbentuk seperti gumpalan – gumpalan.

Optimasi enzim adalah keadaan dimana enzim bekerja secara optimum. Keadaan optimasi enzim ditandai dengan suhu, pH, dan inhibitor.

Inhibitor adalah molekul yang berikatan secara selektif pada enzim dan menghambat aktivitas enzim. Beberapa inhibitor berikatan dengan enzim secara reversibel dan yang lain berikatan secara ireversibel. Enzim dapat dihambat sementara atau tetap oleh inhibitor berupa zat kimia tertentu. Zat kimia tersebut merupakan senyawa selain substrat yang biaasa terikat pada sisi aktif enzim (substrat normal) sehingga antara substrat dan inhibitor terjadi persaingan untuk mendapatkan sisi aktif. Persaingan tersebut terjadi karena inhibitor biasanya mempunyai kemiripan kimiawi dengan substrat normal. Pada konsentrasi substrat yang rendah akan terlihat dampak inhibitor terhadap laju reaksi, kondisi tersebut berbalik bila konsentrasi substrat naik.

5.2. Faktor – Faktor yang Mempengaruhi Optimasi Enzim

Temperatur, pH, konsentrasi substrat, konsentrasi enzim, adanya aktivator dan inhibitor, merupakan faktor – faktor yang mempengaruhi optimasi enzim.

Temperatur dan pH merupakan salah satu faktor yang mempengaruhi aktivitas dan stabilitas suatu enzim. Kondisi temperatur mempengaruhi energi aktivasi dan kestabilan enzim. Energi aktivasi mutlak diperlukan karena merupakan kebutuhan energi suatu molekul untuk memulai suatu reaksi. Semakin tinggi temperatur aktivitas enzim akan meningkat. Tetapi, apabila temperatur tinggi diatas temperatur optimum kerja suatu enzim akan mengakibatkan terjadinya denaturasi yang bersifat irreversibel berkaitan dengan rusaknya gaya – gaya ikatan lemah. Hasil inilah yang merupakan suatu fenomena kerusakan struktur tiga dimensi suatu enzim (protein).

Hubungan antara pH dengan struktur enzim yang terdiri dari asam amino adalah perubahan pH suatu larutan menunjukkan perubahan ion hidrogen (H+) yang terdapat dalam larutan. Jumlah ion hidrogen akan mempengaruhi ionisasi gugus – gugus fungsi asam amino. Adanya perubahan ionisasi gugus – gugus asam amino enzim akan mempengaruhi ikatan hidrogen pada enzim, sehingga konformasinya akan berubah.

  1. a. Suhu

Semakin tinggi suhu, kerja enzim juga akan meningkat. Tetapi ada batas maksimalnya. Batasan ini biasa disebut suhu optimum.Laju reaksi meningkat dengan kenaikan suhu, dan akhirnya enzim kehilangan semua aktivitas jika protein menjadi rusak akibat panas. Banyak enzim berfungsi optimal dalam batas – batas suhu antara 25-370C. Pengaruh reaksi sebagian besar naik dengan naiknya suhu sampai batas tertentu. Tiap naik 10oC kecepatan reaksinya naik dua kali (Q10 = 2,0). Suhu mempunyai dua pengaruh yang saling berlawanan terhadap aktivitas enzim. Pertama naiknya suhu akan menaikkan aktivitas enzim sebaliknya juga mendenaturasi enzim. Peningkatan suhu yang ringan dapat mempercepat reaksi. Molekul bergerak lebih cepat dan akibatnya lebih banyak berinteraksi. Penurunan suhu yang ringan memilliki pengaruh sebaliknya. Apabila melampaui suhu tertentu, ikatan kimia terputus dan enzim kehilangan bentuk spesifiknya (yaitu enzim mengalami denaturasi). Denaturasi adalah perubahan permanen yang mengaktivasi enzim.

  1. b. pH

Lingkungan yang terlalu asam atau terlalu basa dapat mendenaturasi enzim. Pada sebagian besar enzim, pH optimum adalah pada keadaan netral (pH7). Terdapat beberapa pengecualian, contonya enzim pencernaan dilambung aktif pada ph 2.

Enzim tergantung pada pH lingkungannya. Enzim dapat berbentuk ion positif, ion negatif, atau ion bermuatan ganda (zwitter ion). Demikian perubahan pH lingkungan akan berpengaruh terhadap efektivitas bagian aktif enzim dalam membentuk kompleks enzim substrat. Disamping pengaruh terhadap substrat ion pada enzim, pH rendah atau pH tinggi dapat pula menyebabkan terjadinya proses denaturasi dan ini akan mengakibatkan menurunnya aktivitas enzim. Enzim juga memiliki kesukaaan pada pH tertentu. Ada enzim yang optimal kerjanya pada kondisi asam, namun ada juga yang optimal pada kondisi basa (kebanyakan enzim bekerja optimal pada pH netral). Laju reaksi berkurang pada kedua sisi pH optimum untuk setiap kombinasi dari tiga alasan yang mungkin :

  • Protein enzim dapat menjadi terdenaturasi akibat pH ekstrem tinggi atau rendah
  • Protein enzim dapat memerlukan gugus – gugus asam amino yang terionisasikan pada rantai samping yang mungkin aktif hanya pada satu keadaan ionisasi
  • Substrat dapat memperoleh atau kehilangan proton dan reaktif dalam satu bentuk muatan

Jika banyak enzim ternyata paling aktif pada sekitar pH 7, maka bebrapa enzim adalah maksimum aktif pada pH tinggi atau rendah, tergantung pada keadaan bekerjanya enzim.

  1. c. Aktivator Enzim

Untuk aktivasinya kadang – kadang enzim itu membutuhkan kofaktor, yang bisa berupa senyawa organik dengan berat molekul cukup tinggi atau logam. Senyawa organik itu terikat pada bagian protein enzim. Bila ikatan itu kendur maka kofaktor tadi disebut koenzim. Atau dapat dikatakan suatu koenzim adalah molekul organik kecil, tahan terhadap panas, yang mudah terdisosiasi dan dapat dipisahkan dari enzimnya dengan cara dialisis. Contoh koenzim adalah asam tetrahidofolat, tiamin pirofosfat. Aktivator adalah ion – ion logam yang dapat terikat atau mudah terlepas dari enzim. Contohnya yaitu K+, Na+, Mg++,Cu++, atau Zn++. Fungsi logam pada umumnya ialah untuk memantapkan ikatan antara substrat pada enzim atau menstransfer elektron yang timbul selama proses katalisa. Aktivator juga dapat dikatakan senyawa – senyawa yang setelah terikat pada enzim, lalu menaikkan kecepatan reaksi enzim tersebut. Beberapa molekul kecil, terutama ion – ion anorganik termasuk jenis pertama. Mekanisme aktivasi, dapat dibagi dua golongan :

  • Interaksi aktivator dengan enzim bebas, kemudian terstabilkan dalam konformasi yang memberikan aktivitas katalitik paling besar.
  • Interaksi aktivator dengan substrat, kemudian membentuk kompleks yang bisa lebih mudah diterima dalam tempat aktif dari enzim.

Mekanisme ini merupakan tipe reaksi enzimatis khas yang melibatkan nukleotida difosfat dan trifosfat.


  1. d. Konsentrasi Substrat dan Konsentrasi Enzim

Akibat konsentrasi enzim terhadap laju suatu reaksi yang dikatalisasikan oleh enzim pada umumnya. Laju meningkat secara linier dengan bertambahnya konsentrasi enzim selama konsentrasi enzim jauh lebih sedikit daripada substrat. Pada konsentrasi substrat terjadi peningkatan laju reaksi setelah dikatalisasikan dengan bertambahnya konsentrasi substrat. Akan tetapi setelah konsentrasi substrat dinaikkan lebih lanjut, akan tercapai suatu laju limit atau laju maksimum. Namun suatu penambahan konsentrasi substrat lebih lanjut tidak mempunyai akibat terhadap laju reaksi.

  1. Waktu

Waktu kontak atau reaksi antara enzim dan substrat menentukan efektivitas kerja enzim. Semakin lama waktu reaksi maka kerja enzim juga akan semakin optimum. Namun apabila telah mencapai titik optimum maka semakin lama kerja enzim akan semakin menurun.

  1. f. Inhibitor

Enzim sangat peka terhadap senyawa atau suatu gugus senyawa yang diikatnya. Apabila aktivitas enzim menjadi terhambat oleh senyawa atau gugus senyawa tersebut maka senyawa ini disebut inhibitor. Zat – zat penghambat atau inhibitor dapat dikelompokkan menurut cara bereaksinya dengan enzim:

  • Inhibitor kompetitif atau pesaing yang berikatan dengan enzim, secara bersaing dengan substrat. Substrat normal tidak dapat lagi berikatan dengan enzim membentuk kompleks enzim-substrat (ES) yang aktif, sehingga enzim yang tersedia untuk proses katalisis menjadi lebih sedikit.
  • Inhibitor non kompetitif yang berikatan baik dengan enzim maupun dengan kompleks enzim-substrat.
  • Inhibitor inkompetitif yang hanya berikatan dengan enzim bebas dan tidak dengan kompleks enzim-substrat.

Crude Enzim

Crude Enzim adalah enzim kasar atau mentah yang diisolasi dari kecambah, biji – bijian atau tumbuhan. Optimasi enzim adalah keadaan dimana enzim bekerja secara optimum. Keadaan optimasi enzim ditandai dengan suhu, pH, dan inhibitor.

Crude enzim yaitu Riboflafin deoksiribosa protein.. Crude Enzim merupakan campuran protein enzim dan protein non enzim, sehingga perlu dilakukan pemurnian. Fraksinasi dilakukan untuk memurnikan enzim menggunakan garam amonium sulfat. Hal ini bertujuan untuk memisahkan protein enzim asparaginase dengan protein lainnya.

EKSTRAKSI SOXHLET

EKSTRAKSI SOXHLET

Abstrak

Ekstraksi Soxhlet digunakan untuk mengekstrak senyawa yang kelarutannya terbatas dalam suatu pelarut dan pengotor-prngotornya tidak larut dalam pelarut tersebut. Sampel yang digunakan dan yang

dipisahkan dengan metode ini berbentuk padatan. Dalam percobaan ini kami menggunakan sampel kemiri. Ekstraksi soxhlet ini juga dapat disebut dengan ekstraksi padat-cair.

Padatan yang diekstrak ditumbuk terlebih dahulu kemudian dibungkus dengan kertas saring dan dimasukkan kedalam ekstraktor soxhlet, sedangkan pelarut organic dimasukkan kepadal labu alas bulat kemudian seperangkat ekstraktor soxhlet dirangkai dengan kondensor. Ekstraksi dilakukan dengan memanaskan pelarut sampai semua analit terekstrak (kira-kira 6 x siklus). Hasil ekstraksi dipindahkan ke rotary evaporator vacuum untuk diekstrak kembali berdasarkan titik didihnya .

· Dasar Teori

Ekstraksi padat-cair digunakan untuk memisahkan analit yang terdapat pada padatan menggunkan pelarut organic. Padatan yang akan diekstrak dilembutkan terlebih dahulu dengan cara ditumbuk atau juga diiris-iris. Kemudian padatan yang telah halus dibungkus dengan kertas saring. Padatan yang terbungkkus kertas saring dimasukkan kedalam alat ekstraksi soxhlet. Pelarut organic dimasukkan kedalam labu alas bulat. Kemudian alat ektraksi soxhlet dirangkai dengan kondensor . Ekstraksi dilakukan dengan memanaskan pelarut organic sampai semua analit terekstrak