Sunday 29 May 2011

Penggaraman

PENDAHULUAN

Garam merupakan salah satu bahan pembantu pangan yang telah lama dan sampai saat ini masih dipergunakan secara luas oleh manusia dalam pengawetan pangan.. Pengawetan pangan dengan pengeringan dan pengemasan seringkali dikombinasi dengan pengaruh garam tertentu untuk produk daging dan ikan. Penggaraman juga sering digunakan untuk pengolahan sayuran dan buah - buahan seperti pada pengolahan acar yang dikombinasikan dengan fermentasi (Anonim, 2010).

Produk bahan pangan dengan metode pengolahan menggunakan garam sudah banyak dilakukan secara turun - temurun. Penggunaan garam pada bahan pangan selain mempunyai efek pengawetan ternyata juga memberikan suatu cita rasa yang khas pada bahan pangan yang bersangkutan.

Harga garam yang murah dan mudah didapatkan mengakibatkan banyak bahan pangan yang sudah diolah dengan menggunakan bahan pangan berupa garam. Selain mempunyai efek pada proses pengawetan dan memberikan cita rasa yang khas, garam juga memiliki fungsi untuk menyeleksi jenis mikroba yang tumbuh selama proses fermentasi (Suwasono, 2006).

Untuk mengetahui bagaimana pengaruh konsentrasi garam yang diberikan pada bahan pangan yang akan diolah terhadap proses pengawetan atau dalam proses fermentasi dari bahan yang bersangkutan perlu dilakukan percobaan. Setelah mengetahui hal tersebut maka kita diharapkan mampu menggunakan garam sebagai pengawet pada makanan secara tepat.

BAHAN DAN METODE

Pada praktikum ini dgunakan bahan yaitu larutan garam 5%, 10%, 15%, apel dan bayam serta aquades. Sedangkan alat yang digunakan adalah panci, kompor, timbangan, plastik dan PH meter, penetrometer, beaker glass, dan colour reader Adapun metode yang dilakukan antara lain bahan (apel dan bayam) dicuci sampai bersih selanjutnya dipotong-potong untuk kemudian diblanching dengan uap selama lima menit.

Kemudian membuat larutan garam 5%, 10% dan 15%. Setelah diblanching apel dan bayam dimasukkan ke dalam larutan garam 5%, 10% dan 15% yang dikemas dengan plastik setelah itu disimpan selama 7 hari. Dilakukan pengamatan pada hari ke-3 dan hari ke-7 untuk mengetahui pengaruh penggaraman pada bahan dasar dan produk akhir yang meliputi kadar air, PH, warna, berat dan tekstur.

HASIL DAN PEMBAHASAN

Garam merupakan salah satu bahan pembantu bahan pangan yang paling penting dalam pengawetan bahan pangan. Pengaruh penambahan garam pada bahan pangan terutama jika dimasukkan pada jaringan tanaman yang segar dapat menimbulkan beberapa akibat.

Salah satu akibatnya adalah penghambatan pertumbuhan mikroba karena garam memiliki daya menahan secara selekif terhadap mikroba tertentu seperti pada mikroba pembusuk atau proteolitik juga mikroorganisme pembentuk spora.

Garam sangat penting dalam proses pengawetan karena memberikan sejumlah pengaruh bila ditambahkan pada jaringan tumbuh-tumbuhan segar. Garam akan berperan sebagai penghambat selektif pada mikroorganisme pencemar tertentu. Mikroorganisme proteolitik atau pembusuk dan juga pembentuk spora, adalah yang paling terpengaruh walaupun pada kadar garam yang rendah sekalipun (yaitu sampai 6%).

Garam juga mempengaruhi aktivitas air (Aw) dari bahan, sehingga dapat mengendalikan pertumbuhan mikroorganisme dengan suatu metode yang bebas dari racunnya (Buckle, 1987).

Dalam makanan, garam tak hanya memberi rasa asin, tapi juga bisa memiliki peran seperti berikut:

© Pengawet

Bersama dengan gula, asap kayu, dan cuka, garam memiliki sejarah panjang sebagai senyawa antimikroba. Dalam makanan, garam mendehidrasi sel - sel bakteri, mengubah tekanan osmotik, mencegah pertumbuhan bakteri dan pembusukan.

Mekanisme garam sebagai pengawet makanan adalah sebagai berikut: garam diionisasikan, setiap ion menarik molekul - molekul air di sekitarnya. Makin besar kadar garam, makin banyak air yang ditarik ion. Hal ini menyebabkan air bebas yang tersedia bagi pertumbuhan mikroba berkurang.

Meskipun telah ada teknik pendinginan, pengawetan garam tetap penting dalam higiene makanan. Juga penting dalam pengawetan dengan menggunakan kambinasi proses pengawetan lain.

© Memperbaiki tekstur

Garam memperkuat gluten dalam adonan roti membuat kekuatan dan tekstur adonan merata. Dengan adanya garam, gluten menahan lebih banyak air dan karbondioksida sehingga adonan dapat mengembang tanpa terkoyak. Garam memperbaiki keempukan daging yang diasinkan dan meningkatkan pengikatan air oleh protein. Garam juga membantu konsistensi keju dan sauerkraut (asinan /acar).

© Pengikat

Sebagai pengikat, garam membantu ektraksi protein miofibrilar dalam daging olahan, mengikat daging tetap utuh dan mengurangi kehilangan karena pemasakan. Dalam pembuatan sosis, garam dapat menstabilkan emulsi.

© Pembentuk warna

Garam sebagai pembentuk warna dapat digunakan bersama dengan gula, nitrat atau nitrit, garam membentuk warna yang lebih menarik pada daging olahan. Garam juga meningkatkan warna keemasan kulit roti dengan mengurangi destruksi gula pada adonan dan meningkatkan karamelisasi.

© Pengendali fermentasi

Di dalam fermentasi, garam dapat berperan sebagai penyeleksi organisme yang diperlukan untuk tumbuh. Jumlah garam yang ditambahkan berpengaruh pada populasi organisme, organisme mana yang dapat tumbuh dan yang tidak dapat tumbuh, serta mikroba jenis apa yang akan tumbuh sehingga kadar garam dapat digunakan untuk mengendalikan aktivitas fermentasi jika factor - faktor lainnya sama.

Dalam produk roti, garam mengontrol fermentasi dengan mengontrol laju fermentasi yang penting dalam pembuatan produk yang seragam. Selama pembuatan pikel, konsentrasi larutan garam secara bertahap meningkat, mengurangi laju fermentasi sejalan dengan berlanjutnya proses hingga selesai. Garam juga digunakan untuk mengendalikan fermentasi dalam pembuatan keju dan sauerkraut (Winarno, 1980).

Mekanisme garam sebagai pengawet pada bahan pangan adalah sebagai berikut: garam diionisasikan, setiap ion menarik moleku-molekul air disekitarnya. Proses ini disebut hidrasi ion. Semakin besar kadar garam, semakin banyak air yang ditarik oleh ion hidrat.

Suatu larutan garam jenuh pada suatu suhu tertentu ialah satu larutan yang telah mencapai titik yang tidak ada daya lebih lanjut yang tersedia untuk melarutkan garam. Pada titik ini (larutan NaCl 26,5% pada suhu ruang) bakteri, khamir, dan jamur tidak mampu tumbuh. Hal ini disebabkan oleh tidak adanya air bebas yang tersedia bagi pertumbuhan mikroba (Desrosier, 1988).

Dalam praktikum dilakukan blanching terlebih dahulu pada sample bahan dengan waktu kurang lebih 5 menit. Tujuan dari blanching ini ialah inaktivasi enzim dan membunuh mikrobia, serta untuk perbaikan warna.

Parameter yang digunakan untuk mengetahui pengaruh penggunaan garam terhadap pengolahan pangan ialah dengan pengamatan terhadap kadar air, pH, warna dan tekstur. Pengamatan dilakukan pada hari ke-3 dan pada hari ke-6.

Pada parameter kadar air, semakin tinggi konsentrasi garam maka kadar air bahan semakin menurun. Penurunan kadar air ini disebabkan karena garam mempunyai tekanan osmotik yang tinggi sehingga air dalam bahan ditarik keluar dan garam yang ada pada larutan masuk ke dalam bahan sehingga air dalam bahan berkurang dan kadar air bahan menurun.

Dari hasil pengamatan diperoleh kadar air pada apel pada hari ke-3 sebesar 12,45 dan pada hari ke 7 sebesar 11,09. Sedangkan pada bahan bayam pada hari ke 3 sebesar 9,63 dan pada hari ke 7 sebesar 9,02 Dari sini dapat diketahui bahwa semakin lama proses perendaman dalam garam maka kadar airnya akan semakin menurun. Hal ini sudah sesuai dengan literatur yang ada.

Pada parameter pH, diketahui pada bahan bayam semakin tinggi konsentrasi maka pH yang didapatkan semakin tinggi. Hal ini sudah sesuai dengan literature. Sedangkan bahan apel, semakin tinggi konsentrasi pH data yang didapatkan naik turun tidak beraturan hal ini merupakan penyimpangan karena seharusnya semakin tinggi konsentrasi garam maka pH bahan akan semakin tinggi. Hal ini disebabkan karena jumlah asam yang terbentuk pada fermentasi adalah sama pada semua konsentrasi garam, sedangkan jumlah garam semakin besar sehingga pengaruh dari pH garam terhadap pH bahan akan semakin besar dan pH bahan akan semakin tinggi.

Pada parameter tekstur bahan yaitu pada bayam sudah sesuai dengan literature, semakin lama perendaman maka bahan semakin lunak. Sedangkan pada buah apel semakin tinggi konsentrasi garam dan lama perendaman data yang diperoleh naik turun. Hal ini termasuk penyimpangan, seharusnya semakin tinggi konsentrasi penggaraman maka tekstur bahan akan semakin keras. Hal ini disebabkan karena dengan semakin tinggi konsentrasi garam maka kadar air dalam bahan semakin rendah sehingga aktivitas bakteri asam laktat dalam mendegradasi bahan akan semakin rendah.

Semakin lama penggaraman maka tekstur semakin lunak karena adanya fermentasi pembusukan yang terjadi semakin besar sehingga jaringan bahan yang rusak semakin banyak.

Pada parameter warna, semakin tinggi konsentrasi dan lama perendaman maka semakin gelap, hal ini berlaku pada semua bahan..

Perubahan ini terjadi karena selama bahan menyerap garam dari larutan maka klorofil pada bahan akan terdegradasi sehingga klorofil akan larut ke dalam larutan garam. Semakin lama penggaraman maka jumlah pigmen yang terdegradasi akan semakin banyak dan warna akan semakin pucat.

KESIMPULAN

Penggaraman atau penambahan garam pada bahan pangan merupakan salah satu usaha mengawetkan makanan.

Dalam makanan, garam tidak hanya memberi rasa asin, tapi juga bisa memiliki peran sebagai pengawet, memperbaiki tekstur, pengikat, pembentuk warna dan pengendali fermentasi.

Fungsi garam disini sebagai pengawet untuk memperpanjang daya simpan bahan pangan., dan juga untuk menyediakan kondisi yang tepat untuk fermentasi buah dan sayur serta memperbaiki rasa.

Semakin tinggi konsentrasi garam dan semakin lama penyimpanan maka kadar air bahan semakin rendah, derajat keasaman, semakin tinggi atau semakin basa, warna semakin pudar.

Konsentrasi garam yang paling baik untuk pengawetan adalah konsentrasi garam terbesar yaitu 15% karena semakin tinggi konsentrasi maka kemungkinan mikroba tumbuh sangat kecil.

No comments:

Post a Comment