Sunday, 29 May 2011

Kadar Abu

BAB 1. PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang

Sering kali kita mengalami kesulitan untuk menentukan kandungan mineral suatu bahan hasil pertanian secara langsung dari bahan aslinya seperti apa yang ada di dalam bahan pangan tersebut. Oleh karena itulah, perlu dicari suatu alternatif untuk menganalisis kandungan mineral yang ada dalam bahan hasil pertanian yaitu dengan cara pengabuan.

Pengabuan merupakan suatu proses pemanasan bahan dengan suhu sangat tinggi selama beberapa waktu sehingga bahan akan habis terbakar dan hanya tersisa zat anorganik berwarna putih keabu-abuan yang disebut abu. Abu merupakan zat anorganik sisa hasil pembakaran bahan organik. Kadar abu dari suatu bahan dapat menunjukkan kandungan mineral yang ada dalam bahan tersebut.

Pengabuan dapat menyebabkan hilangnya bahan-bahan organik dan anorganik sehingga terjadi perubahan radikal organik dan segera terbentuk elemen logam dalam bentuk oksida atau bersenyawa dengan ion-ion negatif.

Kandungan abu dan komposisinya bergantung pada macam bahan dan cara pengabuan yang digunakan. Ada dua macam cara pengabuan, yaitu cara kering (langsung) dan cara basah (tidak langsung). Kedua cara pengabuan tersebut memiliki keunggulan dan kekurangan masing-masing. Cara kering dilakukan dengan mengoksidasikan zat-zat organik pada suhu 500-600oC kemudian melakukan penimbangan zat-zat tertinggal. Sedangkan cara basah dilakukan dengan menambahkan senyawa tertentu pada bahan yang diabukan sepeti gliserol, alkohol asam sulfat atau asam nitrat.

Penentuan kadar abu total yang dilakukan terhadap bahan hasil pertanian bertujuan untuk menentukan baik tidaknya suatu proses pengolahan, mengetahui jenis bahan yang digunakan, serta dijadikan parameter nilai gizi bahan makanan.

Oleh karena begitu pentingnya peranan abu untuk menganalisis kandungan komponen mineral yang terdapat dalam bahan hasil pertanian, maka perlu kiranya untuk melakukan kegiatan praktikum penetapan kadar abu.

1.2 Tujuan

1. Untuk mengetahui berbagai cara penetapan kadar abu bahan pertanian

2. Untuk mengukur kadar abu bahan hasil pertanian dengan cara langsung dan cara tidak langsung


BAB 2. TINJAUAN PUSTAKA

Abu merupakan zat anorganik sisa hasil pembakaran suatu bahan organik. Kandungan abu dan komposisinya bergantung pada macam bahan dan cara pengabuan yang digunakan. Kandungan abu dari suatu bahan menunjukkan kadar mineral dalam bahan tersebut. Ada dua macam garam mineral yang terdapat dalam bahan, yaitu:

1. Garam organik : garam asam malat, oksalat, asetat, pektat

2. Garam anorganik : garam fosfat, karbonat, klorida, sulfat, nitrat

Pengabuan dilakukan untuk menentukan jumlah mineral yang terkandung dalam bahan. Penentuan kadar mineral bahan secara asli sangatlah sulit sehingga perlu dilakukan dengan menentukan sisa hasil pembakaran atas garam mineral bahan tersebut. Pengabuan dapat menyebabkan hilangnya bahan-bahan organik dan anorganik sehingga terjadi perubahan radikal organik dan terbentuk elemen logam dalam bentuk oksida atau bersenyawa dengan ion-ion negatif (Anonim, 2008:10).

Penentuan abu total dilakukan dengan tujuan untuk menentukan baik tidaknya suatu proses pengolahan, mengetahui jenis bahan yang digunakan, serta dijadikan parameter nilai gizi bahan makanan.

Dalam proses pengabuan suatu bahan, ada dua macam metode yang dapat dilakukan, yaitu cara kering (langsung) dan cara tidak langsung (cara basah). Cara kering dilakukan dengan mengoksidasikan zat-zat organik pada suhu 500-600oC kemudian melakukan penimbangan zat-zat tertinggal. Pengabuan cara kering digunakan untuk penentuan total abu, abu larut, tidak larut air dan tidak larut asam. Waktu pengabuan lama, suhu yang diperlukan tinggi, serta untuk analisis sampel dalam jumlah banyak. Ada beberapa hal yang harus diperhatikan dalam melakukan pengabuan cara kering, yaitu mengusahakan suhu pengabuan sedemikian rupa sehingga tidak terjadi kehilangan elemen secara mekanis karena penggunaan suhu yang terlalu tinggi dapat menyebabkan terjadinya penguapan beberapa unsur, seperti K, Na, S, Ca, Cl, dan P.

Sedangkan cara basah dilakukan dengan menambahkan senyawa tertentu pada bahan yang diabukan sepeti gliserol, alkohol asam sulfat atau asam nitrat. Pengabuan cara basah dilakukan untuk penentuan elemen mineral. Waktu pengabuan relatif cepat, suhu yang dibutuhkan tidak terlalu tinggi, untuk analisis sampel dalam jumlah sedikit, memakai reagen kimia yang sering berbahaya sehingga perlu koreksi terhadap reagen yang digunakan.

Jumlah sampel yang akan diabukan bergantung pada keadaan bahannya. Dalam hal ini, kandungan abunya dan kadar air bahan. Bahan-bahan yang kering biasanya 2-5 gram, seperti biji-bijian dan pakan ternak. Untuk bahan yang kandungan airnya tinggi, jumlah bahan yang diabukan adalah cukup tinggi sekitar 10-50 gram karena saat dipanaskan maka air dalam bahan akan menguap dan bahan menjadi mengalami susut berat sehingga apabila sampel yang dianalisis terlalu sedikit, kemungkinan sisa zat tertinggal yang akan ditimbang tidak ada sehingga analisis bisa terganggu.

Bahan yang mengandung kadar air tinggi perlu dioven terlebih dahulu sebelum diabukan agar proses pengabuan tidak berlangsung terlalu lama. Bahan yang berlemak banyak dan mudah menguap harus diabukan menggunakan suhu mula-mula selama beberapa saat lalu baru dinaikkan ke suhu pengabuan agar komponen volatil bahan tidak cepat menguap dan lemak tidak rusak karena teroksidasi. Sedangkan untuk bahan yang dapat membuih perlu dikeringkan dalam oven terlebih dahulu dan ditambahkan zat antibuih, seperti olive atau parafin lalu bisa mulai diabukan. Hal ini dilakukan karena timbulnya banyak buih dapat menimbulkan potensi ledakan yang cukup membahayakan (Apriantono, 1989).

Bahan yang akan diabukan dimasukkan ke dalam wadah yaitu krus baik dari porselen, quartz, silika ataupun nikel. Penggunaan wadah bergantung pada jenis bahan dan cara pengabuan yang digunakan. Ukuran wadah mulai dari 15mL sampai 100mL. Dengan demikian, bahan-bahan yang banyak mengandung senyawa-senyawa yang bersifat asam sangat dianjurkan menggunakan wadah yang terbuat dari porselen yang dilapisi silika bagian pernukaan dalam wadah, seperti saat menganalisis kadar abu buah-buahan.

Untuk mengetahui kandungan abu yang dapat larut dan tidak dapat larut, perlu dilakukan tindakan berupa melarutkan sisa pengabuan dalam aquades, kemudian disaring. Endapan yang terdapat di kertas saring merupakan abu yang tidak dapat larut. Sedangkan yang ada dalam air merupakan abu yang mudah larut. Untuk mengetahui jenis mineral yang terkandung di dalamnya, dapat dilakukan dengan menggunakan metode titrasi atau serapan panjang gelombang dengan spektrofotometer ( Fauzi, 1994: 8).

Tepung maizena mengandung komposisi 14 gram kadar air, 343 kalori, 0,3 gram protein, 85 gram karbohidrat, 20 mg Ca, 30 mg phospor, 1.5 mg Fe (Krisno, 2001:111).


BAB 3. METODOLOGI PRAKTIKUM

3.1 Alat dan Bahan

3.1.1 Alat

- krus porselen

- eksikator

- neraca analitik

- tanur pengabuan (muffle)

- penjepit krus

3.1.2 Bahan

- Tepung maizena

3.2 Skema Kerja

Krus porselenà dioven 15’

Didinginkan 30’ (dalam eksikator)




Ditimbang (a gram)

Bahan kering: langsung

Ditambah 3 gram bahan halus

(tepung maizena) Bahan Ka>30%: dioven

( b gram)




Dimasukkan dalam tanur pengabuan 3 jam

I=30à300oC (sampai asap habis)

II=80à800oC (sampai alarmàmatikan)

Dibiarkan dalam tanur sehari




Dimasukkan dalam eksikator 30’

Ditimbang krus + abu

(c gram)

BAB 4. HASIL PENGAMATAN DAN PERHITUNGAN

4.1 Hasil Pengamatan

Sampel

Bahan

a (gram)

b (gram)

c (gram)

Tepung Maizena

1

8.278

3.012

8.279

2

9.549

3.014

9.555

Keterangan :

a : berat krus porselen kosong (gram)

b : berat bahan awal (gram)

c : berat bahan setelah dieksikator (gram)

4.2 Hasil Perhitungan

Sampel

Bahan

Kadar Abu %

Tepung Maizena

1

0.0332 %

2

0.1991 %


BAB 5. PEMBAHASAN

Abu merupakan zat anorganik sisa hasil pembakaran suatu bahan organik. Pengabuan merupakan suatu proses pemanasan bahan dengan suhu sangat tinggi selama beberapa waktu sehingga bahan akan habis terbakar dan hanya tersisa zat anorganik berwarna putih keabu-abuan yang disebut abu. Kandungan abu dan komposisinya bergantung pada macam bahan dan cara pengabuan yang digunakan. Kandungan abu dari suatu bahan menunjukkan kadar mineral dalam bahan tersebut.

Pengabuan dilakukan untuk menentukan jumlah mineral yang terkandung dalam bahan. Penentuan kadar mineral bahan secara asli sangatlah sulit sehingga perlu dilakukan dengan menentukan sisa hasil pembakaran atas garam mineral bahan tersebut. Pengabuan dapat menyebabkan hilangnya bahan-bahan organik dan anorganik sehingga terjadi perubahan radikal organik dan segera terbentuk elemen logam dalam bentuk oksida atau bersenyawa dengan ion-ion negatif.

Penentuan abu total dilakukan dengan tujuan untuk menentukan baik tidaknya suatu proses pengolahan, mengetahui jenis bahan yang digunakan, serta dijadikan parameter nilai gizi bahan makanan.

Ada dua macam metode pengabuan, yaitu cara kering (langsung) dan cara tidak langsung (cara basah). Cara kering dilakukan dengan mengoksidasikan zat-zat organik pada suhu 500-600oC kemudian melakukan penimbangan zat-zat tertinggal. Pengabuan cara kering digunakan untuk penentuan total abu, abu larut, tidak larut air dan tidak larut asam. Waktu pengabuan lama, suhu yang diperlukan tinggi, serta untuk analisis sampel dalam jumlah banyak. Sedangkan cara basah dilakukan dengan menambahkan senyawa tertentu pada bahan yang diabukan sepeti gliserol, alkohol asam sulfat atau asam nitrat. Pengabuan cara basah dilakukan untuk penentuan elemen mineral. Waktu pengabuan relatif cepat, suhu yang dibutuhkan tidak terlalu tinggi, untuk analisis sampel dalam jumlah sedikit, memakai reagen kimia yang sering berbahaya sehingga perlu koreksi terhadap reagen yang digunakan.

Jumlah sampel yang akan diabukan bergantung pada keadaan bahannya. Dalam hal ini, kandungan abunya dan kadar air bahan. Untuk bahan yang kandungan airnya tinggi, jumlah bahan yang diabukan adalah cukup tinggi karena saat dipanaskan maka air dalam bahan akan menguap dan bahan menjadi mengalami susut berat sehingga apabila sampel yang dianalisis terlalu sedikit, kemungkinan sisa zat tertinggal yang akan ditimbang tidak ada sehingga analisis bisa terganggu.

Pada kegiatan praktikum kali ini, kami melakukan kegiatan penetapan kadar abu yang dilakukan dengan menggunakan cara kering/cara langsung. Sampel bahan yang akan ditetapkan kadar abunya adalah tepung maizena. Tepung maizena mengandung komposisi 14 gram kadar air, 343 kalori, 0,3 gram protein, 85 gram karbohidrat, 20 mg Ca, 30 mg phospor, 1.5 mg Fe

Penentuan kadar abu tepung maizena pada kegiatan praktikum kali ini dilakukan dengan menggunakan cara kering yaitu dengan mengoksidasikan zat-zat organik pada suhu 500-600oC kemudian melakukan penimbangan zat-zat tertinggal. Prosedur kerja dimulai dari langkah pertama yaitu menyiapkan wadah berupa krus porselen . Digunakan krus porselen karena cepat mencapai berat konstan dan murah biayanya walaupun mudah pecah. Langkah selanjutnya adalah mengoven krus porselen selama15’. Tujuannya adalah menghilangkan (menguapkan) air yang terdapat atau menempel pada krus porselen sehingga tidak mengganggu ketepatan analisis. Lalu didinginkan dalam eksikator selama 30’. Penggunaan eksikator bertujuan untuk menyeimbangkan kelembapan relatif (RH) krus dengan kelembapan udara/lingkungan sehingga krus tidak mudah menarik air dari udara/lingkungan yang nantinya akan dapat mengganggu ketepatan analisis. Hal ini perlu dilakukan karena krus yang baru saja dioven, pori-porinya akan membesar/bersifat porous sehingga akan bersifat higroskopis (mudah menarik air dari lingkungan) dan akan dapat mempengaruhi berat saat penimbangan. Akibatnya data yang diperoleh tidak akurat. Setelah itu krus porselen ditimbang sebagai a gram (sebagai berat krus porselen kosong). Setelah itu, ditambahkan 3 gram bahan halus yaitu tepung maizena (sampel yang akan dianalisis) ke dalam krus porselen. Untuk bahan kering, maka bahan langsung dapat dimasukkan ke dalam krus porselen, sedangkan jika bahan mengandung kadar air lebih dari 30%, maka bahan harus dioven terlebih dahulu agar saat bahan dimasukkan ke dalam tanur pengabuan tidak membutuhkan waktu yang terlalu lama untuk menjadi abu (bahan cepat menjadi abu). Lalu krus yang berisi sampel ditimbang sebagai b gram (sebagai berat bahan awal). Kemudian krus berisi sampel dimasukkan ke dalam tanur pengabuan selama 3 jam.

Proses pengabuan di dalam tanur berlangsung dalam dua tahapan, yaitu tahap I berlangsung pada suhu 300oC dan tahap II berlangsung pada suhu 800oC. Pada tahap I yang berlangsung pada suhu 300oC terjadi penguapan bahan-bahan organik sekaligus kandungan airnya. Tahap ini berlangsung sampai asap habis. Pada tahap II yang berlangsung pada suhu 800oC terjadi proses pengabuan semua bahan-bahan organik sehingga dihasilkanlah bahan anorganik sisa pembakaran yaitu abu yang berwarna putih keabu-abuan. Tahap ini berlangsung sampai tanda alarm berbunyi dan alarm segera dimatikan karena porses sudah selesai. Setelah itu bahan dibiarkan dalam tanur selama sehari agar suhu abu stabil, pembentukan abu bisa berlangsung lebih sempurna dan menurunkan suhu yang terlalu tinggi agar abu tidak bersifat terlalu higroskopis. Kemudian krus berisi abu dimasukkan ke dalam eksikator selam 30’. Hal ini bertujuan untuk menyeimbangkan kelembapan relatif (RH) krus dengan kelembapan udara/lingkungan sehingga krus tidak mudah menarik air dari udara/lingkungan yang nantinya akan dapat mengganggu ketepatan analisis. Hal ini perlu dilakukan karena krus yang baru saja dioven, pori-porinya akan membesar/bersifat porous sehingga akan bersifat higroskopis (mudah menarik air dari lingkungan) dan akan dapat mempengaruhi berat saat penimbangan. Akibatnya data yang diperoleh tidak akurat. Setelah itu krus porselen berisi abu ditimbang sebagai c gram (sebagai berat bahan setelah dieksikator). Penentuan kadar abu (% abu) dilakukan dengan perhitungan berat abu dibagi berat bahan lalu dikalikan 100%.

Berdasarkan hasil perhitungan dapat diketahui bahwa kadar abu untuk tepung maizena pada ulangan pertama adalah sebesar 0.0332%. Sedangkan kadar abu tepung maizena untuk ulangan kedua adalah sebesar 0.01991%. Kadar abu dari tepung maizena sangat kecil sekali, hal ini menunjukkan bahwa kandungan mineral tepung maizena cukup sedikit karena kandungan abu dapat menunjukkan seberapa besar kandungan mineral yang terkandung dalam bahan.

Kadar abu dari ulangan pertama ternyata menunjukkan hasil yang berbeda dengan kadar abu ulangan kedua. Seharusnya kadar abu dari kedua ulangan tersebut adalah sama karena sampel yang digunakan sama-sama tepung maizena dengan berat awal yang sama, bedanya hanya berat krus porselen yang digunakan. Penyimpangan ini dapat terjadi karena kesalahan saat penimbangan atau abu ada yang menyerap air karena dibiarkan di udara terbuka terlalu lama saat menunggu ditimbang sehingga abu akan menarik air dan mempengaruhi berat saat ditimbang. Akibatanya kan mempengaruhi ketepatan analisis.


BAB. 6 KESIMPULAN DAN SARAN

6.1 Kesimpulan

Dari kegiatan praktikum kali ini, dapat ditarik kesimpulan sebagai berikut :

1. Pengabuan merupakan suatu proses pemanasan bahan dengan suhu sangat tinggi selama beberapa waktu sehingga bahan akan habis terbakar dan hanya tersisa zat anorganik berwarna putih keabu-abuan yang disebut abu.

2. Abu merupakan zat anorganik sisa hasil pembakaran suatu bahan organik

3. Kandungan abu dalam suatu bahan menunjukkan kadar mineral dalam bahan.

4. Ada dua macam metode penentuan abu, yaitu cara kering dan cara basah.

5. Pada tahap I (suhu 300oC) terjadi penguapan bahan-bahan organik sekaligus kandungan airnya (sampai asap habis).

6. Pada tahap II (suhu 800oC) terjadi proses pengabuan semua bahan-bahan organik menjadi abu (sampai tanda alarmà dimatikan).

7. Pengovenan berguna untuk menguapkan air yang terdapat atau menempel pada krus porselen sehingga tidak mengganggu analisis.

8. Eksikator bertujuan untuk menyeimbangkan kelembapan relatif (RH) krus dengan kelembapan udara/lingkungan sehingga krus tidak mudah menarik air dari udara/lingkungan dan tidak mengganggu ketepatan analisis.

9. Berdasarkan hasil perhitungan dapat diketahui bahwa kadar abu untuk tepung maizena pada ulangan pertama adalah sebesar 0.0332%. Sedangkan kadar abu tepung maizena untuk ulangan kedua adalah sebesar 0.01991%.

10. Semakin kecil kadar abu yang diperoleh, maka kandungan mineral dalam bahan juga akan semakin kecil.

6.2 Saran

Maaf kalau kelompok kami sering melakukan kesalahan saat praktikum kemarin (rame, banyak salah, tidak kompak, koordinasi antar sesama praktikan kurang, dll yang bikin asisten sebel). Terima kasih atas bimbingannya.


DAFTAR PUSTAKA

Anonim. 2008. Buku Petunjuk Praktikum Analisa Pangan dan Hasil Pertanian I. Jember: Jurusan THP FTP UNEJ

Apriantono, Fardiaz dan Puspitasari. 1989. Analisa Pangan. Bogor: IPB.

Fauzi, Mukhammad. 1994. Analisa Hasil Pangan (Teori dan Praktek). Jember: UNEJ

Krisno, Budiyanto, Agus. 2001. Dasar-Dasar Ilmu Gizi. Malang : UMM Press


No comments:

Post a Comment