Thursday 3 November 2011

Analisa Kadar Vitamin A ( B - Caroten ) pada wortel

Vitamin A merupakan vitamin yang larut dalam lemak. Bentuk vitamin A yang tidak jenuh menyebabkan mudah rusak oleh oksidasi (terutama pada suhu tinggi), sinar ultraviolet dan oksigen. Reaksi oksidasi tersebut dapat dipercepat oleh beberapa ion logam seperti tembaga dan besi.

Vitamin A yang terdapat dalam bahan pangan nabati dalam bentuk provitamin yaitu

- karoten. Provitamin A pada umumnya cukup stabil selama pengolahan pangan. Proses pengukusan mengakibatkan kerusakan- karoten lebih sedikit dibandingkan proses perebusan. Kerusakan yang berarti pada

- karoten terjadi karena proses pengeringan (dehidrasi). Kehilangan trans- terjadi dengan penggunaan pengering kabinet, pengering udara panas dan pengering buatan berturut- turut 40% dan 20%, kehilangan tersebut disebabkan oleh dekstruksi panas disertai oksidasi (Anonim, 2007)

Penggorengan mengakibatkan pengurangan vitamin A karena terlarut dalam minyak penggoreng dan rusak disebabkan oleh panas dan oksidasi. Pemanggangan mengakibatkan proses oksidasi, sekaligus kerusakan karena panas (Andarwulan dan Kuswara, 1992)

Pada praktikum kali ini akan dilakukan pengujian kadar- karoten dengan bahan wortel. Dimana prinsip analisa dari analisa yang digunakan adalah penentuan banyaknya pro vitamin A didasarkan pada absorbansinya pada panjang gelombang 453 (- karoten) dengan E1% 1cm = 2620

Prinsip dasar analisanya akan dilakukan pengujian kadar- karoten dengan bahan wortel. Dimana prinsip analisa dari analisa yang digunakan adalah penentuan banyaknya pro vitamin A didasarkan pada absorbansinya pada panjang gelombang 453 (- karoten) dengan E1% 1cm = 2620

Dalam hal ini telah terjadi penyimpangan, berdasarkan literature dari buku Kimia Pangan karangan Andarwulan, 1992 dijelaskan bahwa bahan yang tidak mengalami perlakuan apapun, terutama pemanasan akan memiliki kadar vitamin yang lebih besar jika dibandingkan dengan bahan yang mengalami perlakuan pemanasan. Hal ini dikarenakan bahan yang tidak mengalami perlakuan tidak akan mengalami kehilangan kandungan unsur-unsur zat terlarut yang terkandung di dalam bahan, namun pada bahan yang mengalami perlakuan, khususnya pemanasan akan mengalami kehilangan sebagian unsur-unsur yang larut terhadap panas. Sedangkan dalam bahan yang digunakan dalam praktikum ini, yaitu wortel terkandung pro vitamin A, dimana pada perlakuan digoreng bahan akan memiliki kandungan- karoten yang paling rendah, hal ini disebabkan - karoten yang terdapat di dalam bahan akan larut dalam lemak, sedangkan dalam proses penggorengan lemak di dalam bahan akan banyak yang terlarut, sehingga- karoten di dalam bahan juga banyak yang hilang.

Pada proses pemanasan ada beberapa kemungkinan terjadinya perubahan reaksi yang disebabkan oleh panas, terutama isomerisasi bentuk cis-trans menjadi bentuk neo--karoten, Reaksi ini terjadi baik pada pemasakan maupun pengalengan sayur. Pada suhu yang tinggi b-karoten terpecah menjadi beberapa bentuk hidrokarbon aromatik, terutama ionen. Bahan makanan yang dikeringkan sangat mudah mmengalami kehilangan aktivitas vitamin A dan pro vitamin A karena pengeringan di samping memberikan kesempatan terjadinya oksidasi yang terjadi melalui mekanisme oksidasi radikal bebas juga karena adanya degradasi termal.

Pengukusan menghasilkan kerusakan

-karoten yang lebih sedikit dibandingkan perebusan karena pada perebusan bahan mengalami kontak langsung dengan air sehingga bahan mudah rusak. Sumber provitamin A yang paling penting bagi manusia adalah sayuran. Semua pro vitamin A dapat dikristalkan dalam bentuk kristal yang berbentuk prisma dan berwarna merah dengan titi \k lebur yang lebih tinggi. Semua pro vitamin A juga dapat menyerap spektrumcahaya. Pro vitamin A sangat sensitif terhadap oksidasi, onto-oksidasi dan cahaya, tetapilebih stabil terhadap panas dalam atmosfer inert (bebas O2). Pro vitamin A larut dalam kloroform, karbon disulfida (CS2) dan benzena, tetapi sukar larut dalam petroleum eter dan tidak larut dalam alcohol. Semua provitamin A larut dalam lemak (Andarwulan, 1989)

Wednesday 1 June 2011

Optimasi Enzim

Optimasi Enzim

BAB 1. PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang

Suatu reaksi kimia khususnya antara senyawa organik, yang dilakukan dalam laboratorium memerlukan suatu kondisi yang ditentukan oleh beberapa faktor seperti suhu, tekanan, waktu, dan lain – lain. Apabila salah satu kondisi tidak sesuai dengan apa yang seharusnya dibutuhkan maka reaksi tidak dapat berlangsung dengan baik. reaksi atau proses kimia yang berlangsung dengan baik yang dimungkinkan karena adanya katalisis yang disebut enzim. Enzim dikenal untuk pertama kalinya sebagai protein oleh Sumner pada tahun 1926 yang telah berhasil mengisolasi urease dari ‘kara pedang’ (jack bean). Sejak tahun 1926 pengetahuan tentang enzim atau enzimologi berkembang dengan cepat. Kofaktor merupakan gugus bukan protein. Ada yang terikat kuat pada protein, ada pula yang tidak begitu kuat ikatannya. Namun keduanya merupakan bagian enzim yang memungkinkan enzim bekerja terhadap substrat, yaitu zat – zat yang diubah atau direaksikan oleh enzim. Enzim juga memiliki kemampuan yang maksimum terhadap aktivitasnya sehingga apabila enzim telah melewati batas optimumnya maka enzim tersebut kinerjanya menurun. Pada saat enzim mencapai titik optimumnya, enzim bekerja dengan optiiimum pula. Keoptimuman suatu enzim tergantung dari pH lingkungan, suhu/temperatur, aktivator dan inhibitor, serta waktu enzim bekerja. Dengan melakukan prektikum ini, data hasil pengamatan dari praktikum akan dihitung dan diketahui diposisi apakah enzim dapat bekerja pada kondisi optimum dan menggunakan crude enzim.

1.2 Tujuan

Menentukan kondisi temperatur, pH, waktu, aktivator dan inhibitor optimum aktivitas enzim amilase

BAB 2. TINJAUAN PUSTAKA

Pengertian enzim yaitu protein yang mempunyai sifat katalik, sifat ini menyebabkan enzim berguna dalam telaah analitik. Beberapa enzim hanya terdiri dari protein, tetapi kebanyakan enzim mengandung komponen non protein tambahan seperti karbohidrat, lipid, logam, fosfat, atau beberapa bagian organik lain (Montgomery, 1993 : 147).

Enzim adalah protein yang berfungsi sebagai katalisator, senyawa yang meningkatkan kecepatan reaksi kimia. Enzim katalisator berkaitan dengan reaktan yang disebut substrat. Mengubah reaktan menjadi produk, lalu melepaskan produk. Walaupun enzim dapat mengalami modifikasi selama urutan tersebut, pada akhir reaksi, enzim kembali ke bentuk asalnya (Marks, 2000 : 96).

Enzim adalah protein yang khusus disintesis oleh sel hidup untuk mengkatalisis reaksi yang berlangsung didalamnya. Oleh karena reaksi itu banyak sekali, maka biokatalisator yang dibentuk jumlah maupun jenisnya tak terhitung banyaknya (Martoharsono, 1998 : 81).

Enzim adalah protein yang mengkatalis reaksi biokimia. Enzim biasanya terdapat dalam konsentrasi yang sangat rendah dalam sel, dimana mereka meningkatkan laju reaksi tanpa mengubah posisi keseimbangan (Ngili, 2009).

Crude Enzim adalah enzim kasar atau mentah yang diisolasi dari kecambah, biji – bijian atau tumbuhan. Optimasi enzim adalah keadaan dimana enzim bekerja secara optimum. Keadaan optimasi enzim ditandai dengan suhu, pH, dan inhibitor.

Banyak zat bekerja untuk menghambat atau mengurangi laju reaksi – reaksi enzim. Menurut ketentuan inhibisi adalah bersifat reversibel. Aktivitas enzim akan pulih kembali bila inhibitor dipisahkan dari medium, dengan cara dialisis, elektroforesis, dan lain – lain. Inaktivator adalah substansi – substansi yang dapat menyebabkan deaktivasi enzim secara irreversibel (Manitto, 1992 : 76-77).

Inhibitor atau penghambat suatu enzim adalah suatu senyawa atau zat yanng dapat menghalangi aktivitas kerja enzim. Enzim dapat dihambat sementara atau tetap oleh inhibitor berupa zat kimia tertentu. Zat kimia tersebut merupakan senyawa selain substrat yang biaasa terikat pada sisi aktif enzim (substrat normal) sehingga antara substrat dan inhibitor terjadi persaingan untuk mendapatkan sisi aktif. Persaingan tersebut terjadi karena inhibitor biasanya mempunyai kemiripan kimiawi dengan substrat normal. Pada konsentrasi substrat yang rendah akan terlihat dampak inhibitor terhadap laju reaksi, kondisi tersebut berbalik bila konsentrasi substrat naik (Sumardjo, 2009 : 393).

Inhibitor adalah molekul yang berikatan secara selektif pada enzim dan menghambat aktivitas enzim. Beberapa inhibitor berikatan dengan enzim secara reversibel dan yang lain berikatan secara ireversibel (Bresnick, 2003 : 5)

Inhibitor adalah senyawa atau zat atau gugus yang menghambat kerja atau menghambat aktivitas enzim. Zat – zat penghambat atau inhibitor ini dapat dikelompokkan menurut cara bereaksinya dengan enzim, yaitu inhibitor kompetitif atau inhibitor pesaing, inhibitor non kompetitif, dan inhibitor inkompetitif (Poedjiadi, 1994 : 163).

Faktor – faktor yang mempengaruhi kondisi optimum dari suatu enzim adalah pH, temperatur, adanya aktivator maupun inhibitor serta waktu yang menjadi faktor optimasi enzim. Laju reaksi meningkat dengan kenaikan temperatur dan akhirnya enzim kehilangan semua aktivitas jika protein menjadi rusaak akibat panas. Banyak enzim berfungsi optimal dalam batas – batas temperatur antara 25-37oC (Page, 1989 : 112). Faktor kedua yaitu pH. Pengaruh pH terhadap enzim bervariasi tergantung pada jenisnya. Terdapat enzim yang bekerja secara optimal pada kondisi asam, terdapat pula enzim yang bekerja secara optimum pada kondisi basa. Namun pada umumnya enzim bekerja optimum pada pH 7 (Girindra, 1993 : 100). Faktor ketiga yaitu inhibitor. Selama bertahun – tahun inhibitor telah diklasifikasikan baik sebagai kompetitif atau non kompetitif. Istilah yang merupakan dua jenis lazim dari inhibisi reversible (Amstrong, 1995 : 108).Faktor keempat yaitu waktu. Semakin lama waktu reaksi maka kerja enzim juga akan semakin optimum. Namun setelah mencapai titik optimum maka kerja enzim akan menurun (Aziz, 2008). Faktor kelima yaitu aktivator. Aktivator merupakan zat yang memicu kerja enzim. Semakin banyak aktivator maka kerja enzim akan semakin cepat ( Angelina, 2008 : 57).

BAB 5. PEMBAHASAN

5.1. Definisi Crude Enzim, Optimasi Enzim, dan Inhibitor

Crude enzim adalah enzim kasar atau mentah yang diisolasi dari kecambah, biji – bijian atau tumbuhan. Crude enzim yang melalui proses pemanasan akan terdenaturasis dan terbentuk seperti gumpalan – gumpalan.

Optimasi enzim adalah keadaan dimana enzim bekerja secara optimum. Keadaan optimasi enzim ditandai dengan suhu, pH, dan inhibitor.

Inhibitor adalah molekul yang berikatan secara selektif pada enzim dan menghambat aktivitas enzim. Beberapa inhibitor berikatan dengan enzim secara reversibel dan yang lain berikatan secara ireversibel. Enzim dapat dihambat sementara atau tetap oleh inhibitor berupa zat kimia tertentu. Zat kimia tersebut merupakan senyawa selain substrat yang biaasa terikat pada sisi aktif enzim (substrat normal) sehingga antara substrat dan inhibitor terjadi persaingan untuk mendapatkan sisi aktif. Persaingan tersebut terjadi karena inhibitor biasanya mempunyai kemiripan kimiawi dengan substrat normal. Pada konsentrasi substrat yang rendah akan terlihat dampak inhibitor terhadap laju reaksi, kondisi tersebut berbalik bila konsentrasi substrat naik.

5.2. Faktor – Faktor yang Mempengaruhi Optimasi Enzim

Temperatur, pH, konsentrasi substrat, konsentrasi enzim, adanya aktivator dan inhibitor, merupakan faktor – faktor yang mempengaruhi optimasi enzim.

Temperatur dan pH merupakan salah satu faktor yang mempengaruhi aktivitas dan stabilitas suatu enzim. Kondisi temperatur mempengaruhi energi aktivasi dan kestabilan enzim. Energi aktivasi mutlak diperlukan karena merupakan kebutuhan energi suatu molekul untuk memulai suatu reaksi. Semakin tinggi temperatur aktivitas enzim akan meningkat. Tetapi, apabila temperatur tinggi diatas temperatur optimum kerja suatu enzim akan mengakibatkan terjadinya denaturasi yang bersifat irreversibel berkaitan dengan rusaknya gaya – gaya ikatan lemah. Hasil inilah yang merupakan suatu fenomena kerusakan struktur tiga dimensi suatu enzim (protein).

Hubungan antara pH dengan struktur enzim yang terdiri dari asam amino adalah perubahan pH suatu larutan menunjukkan perubahan ion hidrogen (H+) yang terdapat dalam larutan. Jumlah ion hidrogen akan mempengaruhi ionisasi gugus – gugus fungsi asam amino. Adanya perubahan ionisasi gugus – gugus asam amino enzim akan mempengaruhi ikatan hidrogen pada enzim, sehingga konformasinya akan berubah.

  1. a. Suhu

Semakin tinggi suhu, kerja enzim juga akan meningkat. Tetapi ada batas maksimalnya. Batasan ini biasa disebut suhu optimum.Laju reaksi meningkat dengan kenaikan suhu, dan akhirnya enzim kehilangan semua aktivitas jika protein menjadi rusak akibat panas. Banyak enzim berfungsi optimal dalam batas – batas suhu antara 25-370C. Pengaruh reaksi sebagian besar naik dengan naiknya suhu sampai batas tertentu. Tiap naik 10oC kecepatan reaksinya naik dua kali (Q10 = 2,0). Suhu mempunyai dua pengaruh yang saling berlawanan terhadap aktivitas enzim. Pertama naiknya suhu akan menaikkan aktivitas enzim sebaliknya juga mendenaturasi enzim. Peningkatan suhu yang ringan dapat mempercepat reaksi. Molekul bergerak lebih cepat dan akibatnya lebih banyak berinteraksi. Penurunan suhu yang ringan memilliki pengaruh sebaliknya. Apabila melampaui suhu tertentu, ikatan kimia terputus dan enzim kehilangan bentuk spesifiknya (yaitu enzim mengalami denaturasi). Denaturasi adalah perubahan permanen yang mengaktivasi enzim.

  1. b. pH

Lingkungan yang terlalu asam atau terlalu basa dapat mendenaturasi enzim. Pada sebagian besar enzim, pH optimum adalah pada keadaan netral (pH7). Terdapat beberapa pengecualian, contonya enzim pencernaan dilambung aktif pada ph 2.

Enzim tergantung pada pH lingkungannya. Enzim dapat berbentuk ion positif, ion negatif, atau ion bermuatan ganda (zwitter ion). Demikian perubahan pH lingkungan akan berpengaruh terhadap efektivitas bagian aktif enzim dalam membentuk kompleks enzim substrat. Disamping pengaruh terhadap substrat ion pada enzim, pH rendah atau pH tinggi dapat pula menyebabkan terjadinya proses denaturasi dan ini akan mengakibatkan menurunnya aktivitas enzim. Enzim juga memiliki kesukaaan pada pH tertentu. Ada enzim yang optimal kerjanya pada kondisi asam, namun ada juga yang optimal pada kondisi basa (kebanyakan enzim bekerja optimal pada pH netral). Laju reaksi berkurang pada kedua sisi pH optimum untuk setiap kombinasi dari tiga alasan yang mungkin :

  • Protein enzim dapat menjadi terdenaturasi akibat pH ekstrem tinggi atau rendah
  • Protein enzim dapat memerlukan gugus – gugus asam amino yang terionisasikan pada rantai samping yang mungkin aktif hanya pada satu keadaan ionisasi
  • Substrat dapat memperoleh atau kehilangan proton dan reaktif dalam satu bentuk muatan

Jika banyak enzim ternyata paling aktif pada sekitar pH 7, maka bebrapa enzim adalah maksimum aktif pada pH tinggi atau rendah, tergantung pada keadaan bekerjanya enzim.

  1. c. Aktivator Enzim

Untuk aktivasinya kadang – kadang enzim itu membutuhkan kofaktor, yang bisa berupa senyawa organik dengan berat molekul cukup tinggi atau logam. Senyawa organik itu terikat pada bagian protein enzim. Bila ikatan itu kendur maka kofaktor tadi disebut koenzim. Atau dapat dikatakan suatu koenzim adalah molekul organik kecil, tahan terhadap panas, yang mudah terdisosiasi dan dapat dipisahkan dari enzimnya dengan cara dialisis. Contoh koenzim adalah asam tetrahidofolat, tiamin pirofosfat. Aktivator adalah ion – ion logam yang dapat terikat atau mudah terlepas dari enzim. Contohnya yaitu K+, Na+, Mg++,Cu++, atau Zn++. Fungsi logam pada umumnya ialah untuk memantapkan ikatan antara substrat pada enzim atau menstransfer elektron yang timbul selama proses katalisa. Aktivator juga dapat dikatakan senyawa – senyawa yang setelah terikat pada enzim, lalu menaikkan kecepatan reaksi enzim tersebut. Beberapa molekul kecil, terutama ion – ion anorganik termasuk jenis pertama. Mekanisme aktivasi, dapat dibagi dua golongan :

  • Interaksi aktivator dengan enzim bebas, kemudian terstabilkan dalam konformasi yang memberikan aktivitas katalitik paling besar.
  • Interaksi aktivator dengan substrat, kemudian membentuk kompleks yang bisa lebih mudah diterima dalam tempat aktif dari enzim.

Mekanisme ini merupakan tipe reaksi enzimatis khas yang melibatkan nukleotida difosfat dan trifosfat.


  1. d. Konsentrasi Substrat dan Konsentrasi Enzim

Akibat konsentrasi enzim terhadap laju suatu reaksi yang dikatalisasikan oleh enzim pada umumnya. Laju meningkat secara linier dengan bertambahnya konsentrasi enzim selama konsentrasi enzim jauh lebih sedikit daripada substrat. Pada konsentrasi substrat terjadi peningkatan laju reaksi setelah dikatalisasikan dengan bertambahnya konsentrasi substrat. Akan tetapi setelah konsentrasi substrat dinaikkan lebih lanjut, akan tercapai suatu laju limit atau laju maksimum. Namun suatu penambahan konsentrasi substrat lebih lanjut tidak mempunyai akibat terhadap laju reaksi.

  1. Waktu

Waktu kontak atau reaksi antara enzim dan substrat menentukan efektivitas kerja enzim. Semakin lama waktu reaksi maka kerja enzim juga akan semakin optimum. Namun apabila telah mencapai titik optimum maka semakin lama kerja enzim akan semakin menurun.

  1. f. Inhibitor

Enzim sangat peka terhadap senyawa atau suatu gugus senyawa yang diikatnya. Apabila aktivitas enzim menjadi terhambat oleh senyawa atau gugus senyawa tersebut maka senyawa ini disebut inhibitor. Zat – zat penghambat atau inhibitor dapat dikelompokkan menurut cara bereaksinya dengan enzim:

  • Inhibitor kompetitif atau pesaing yang berikatan dengan enzim, secara bersaing dengan substrat. Substrat normal tidak dapat lagi berikatan dengan enzim membentuk kompleks enzim-substrat (ES) yang aktif, sehingga enzim yang tersedia untuk proses katalisis menjadi lebih sedikit.
  • Inhibitor non kompetitif yang berikatan baik dengan enzim maupun dengan kompleks enzim-substrat.
  • Inhibitor inkompetitif yang hanya berikatan dengan enzim bebas dan tidak dengan kompleks enzim-substrat.

Crude Enzim

Crude Enzim adalah enzim kasar atau mentah yang diisolasi dari kecambah, biji – bijian atau tumbuhan. Optimasi enzim adalah keadaan dimana enzim bekerja secara optimum. Keadaan optimasi enzim ditandai dengan suhu, pH, dan inhibitor.

Crude enzim yaitu Riboflafin deoksiribosa protein.. Crude Enzim merupakan campuran protein enzim dan protein non enzim, sehingga perlu dilakukan pemurnian. Fraksinasi dilakukan untuk memurnikan enzim menggunakan garam amonium sulfat. Hal ini bertujuan untuk memisahkan protein enzim asparaginase dengan protein lainnya.

EKSTRAKSI SOXHLET

EKSTRAKSI SOXHLET

Abstrak

Ekstraksi Soxhlet digunakan untuk mengekstrak senyawa yang kelarutannya terbatas dalam suatu pelarut dan pengotor-prngotornya tidak larut dalam pelarut tersebut. Sampel yang digunakan dan yang

dipisahkan dengan metode ini berbentuk padatan. Dalam percobaan ini kami menggunakan sampel kemiri. Ekstraksi soxhlet ini juga dapat disebut dengan ekstraksi padat-cair.

Padatan yang diekstrak ditumbuk terlebih dahulu kemudian dibungkus dengan kertas saring dan dimasukkan kedalam ekstraktor soxhlet, sedangkan pelarut organic dimasukkan kepadal labu alas bulat kemudian seperangkat ekstraktor soxhlet dirangkai dengan kondensor. Ekstraksi dilakukan dengan memanaskan pelarut sampai semua analit terekstrak (kira-kira 6 x siklus). Hasil ekstraksi dipindahkan ke rotary evaporator vacuum untuk diekstrak kembali berdasarkan titik didihnya .

· Dasar Teori

Ekstraksi padat-cair digunakan untuk memisahkan analit yang terdapat pada padatan menggunkan pelarut organic. Padatan yang akan diekstrak dilembutkan terlebih dahulu dengan cara ditumbuk atau juga diiris-iris. Kemudian padatan yang telah halus dibungkus dengan kertas saring. Padatan yang terbungkkus kertas saring dimasukkan kedalam alat ekstraksi soxhlet. Pelarut organic dimasukkan kedalam labu alas bulat. Kemudian alat ektraksi soxhlet dirangkai dengan kondensor . Ekstraksi dilakukan dengan memanaskan pelarut organic sampai semua analit terekstrak

Sunday 29 May 2011

Gula dan Asam

I PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang

Bahan pangan yang mudah mengalami kerusakan membutuhkan penanganan yang lebih baik agar terjadiny kerusakan dapat dimnimalisir. Salah satu penanganan yang sejak lama dilakukan adalah dengan memberikan baha tambahan berupa gula dan asam, Disampingh sebagai bahan pengawet, penambahan gula dan asam digunakan sebagai bahan tambahan dalam pengolahan makanan.dan banyak digunakan oleh pabrik-pabrik pengolahan makanan untuk pembuatan produk, misalnya, jam, jelli, marmalade, sari buah pekat, sirup buah-buahan, dll.

Pengolahan bahan pangan yang telah umum dilakukan salah satunya adalah pembuatan jam. Jam ini dibuat dari sari buah yang diekstraksi dan dibuat menjadi setengah padat. Proses pengolahan/pembuatan jam memerlukan penggunaan prinsip-prinsip yang baik, efektif dan efisien guna menghasilkan jam yang berkualitas baik. Misalkan dengan penggunaan asam sebagai pemacu hidrolisa gula sukrosa pada pembuatan jam.

Pada umumnya jam yang dibuat selama ini hanya sampai pada tinkat penggunaan sebagai pengawetan bahan, sedangkan kualitas sebagai bahan konsumsi yang berkualitas baik agaknya masih belum terpenuhi. Untuk itu melalui praktikum ini diharapkan akan mampu meningkatkan kualitas pembuatan jam yang selama ini masih belum optimal.

1.2 Tujuan

Percobaan ini bertujan untuk mengetahui pengaruh gula dan asam pada berbagai konsentrasi terhadap sifat-sifat jam dari beberapa jenis buah

III METODOLOGI PRAKTIKUM

3.1 Alat dan Bahan

3.1.1 Alat : - Kompor atau penangas air

- Timbangan

- Beaker glass

- Spatula

- Blander

- Gelas ukur

- Pisau stainlessteel

- Kertas lakmus

- Color reader

3.2 Skema Kerja




Dicuci, dikupas, dipotong

Dibleander

Dipanaskan

3.3 Hasil Pengamatan dan Hasil Perhitungan

3.3.1 Hasil Pengamatan

Pengaruh konsentrasi gula dan asam berbeda terhadap sifat-sifat selai (jam)

Jenis bahan : buah nanas

Pengamatan

Konsentrasi gula 45%

pH 3,5

Konsentrasi gula

pH 3

pH3,5

pH 4

40%

45%

50%

Warna

+2

+3

+1

+3

+1

+2

Sifat olesan

+1

+3

+2

+1

+2

+1

Konsistensi

+1

+3

+2

+2

+3

+1

Ket : +3 = Paling pekat (warna)

+ 1 = Paling halus (sifat olesan)

3.3.2 Hasil Perhitungan

-

IV PEMBAHASAN

Selai adalah suatu bahan pangan setengah padat yang dibuat dari 45 bagian berat zat penyusun sari buah, sedangkan jam dibuat tidak kurang dari 45 bagian berat zat bahan penyusun buah selain sari buah, dengan 55 bagian berat gul. Selain jam dan selai, dikenal pula marmalade, yaitu suatu produk yang dibuat dari buah jeruk (biasanya) dan merupakan produk yang menyerupai selai yang dibuat dari sari buah beserta klitnya dan gula.

Dalam pembuatan jam, terdapat beberapa substansi yang mempengaruhinhasil pembuatan jam, antara lain :

1. Pektin

Pektin merupakan golongan substansi yang terdapat dalam buah, pembentuk larutan koloidal dalam air, dan berasal dari perubahan protopektin selama proses pemasakan buah. Pektin dengan kandungan metoksil rendah adalah asam pektinat yang sebagian besar gugusan karboksilnya tidak teresterkan. Pektin dengan metoksil rendah membentuk gel dengan ion-ion bervalensi dua. Pektin larut dalam air, terutama air panas. Sedangkan dalam larutan koloidal akan berbentuk pasta. Jika pectin dalam larutan ditambah gula dan asam, maka akan terbentuk gel. Hal inilah yang menjadi dasar pembuatan jam. Potensi pembentukan gel dari pectin berkurang dalam buah yang terlalu matang, proses demetilasinya terlalu lanjut atau sempurna. Pektin dapat membentukgel dengangula bila lebih dari 505 gugus karboksil telah termetilasi, sedangkan untuk membentuk gel yang baik, ester metal harus sebesar 8% dari berat pectin. Makin banyak ester metal, makin tinggi suhu pembuatan gel.

2. Gula

Pada pembuatan gel, gula akan menarik molekul-molekul air sehingga gugus COOCH3 yan berada dalam molekul pectin, sehingga akan semakin dekat dan akhirnya membentuk jaringan. Hal ini terjadi melalui peristiwa osmosis.

3. Asam

Penambahan asam pada pembuatan jam, menyebabkan gula sukrosa terhidrolisis membentuk gula invert menjadi glukosa dan fruktosa. Gula invert berperan dalam mencega terjadinya kristalisasi gula sakarosa dalam substrat yang sangat kental. Inverse sakarosa yang rendah dapat menghasilkan granulasi dekstrosa dalam gel. Selain itu penambahan asam juga mencegah terjadinya ionisasi pada gugus karboksil, sehingga molekul pectin terdorong semakin dekat dengan molekul pectin lainnya dan akhirnya membentuk jaringan tiga dimensi.

4. Air

Dalam pembuatan jam, air berfungsi sebagai pelarut substrat padat atau pectin agar terbentuk larutan koloidal berpasta dari buah. Air pada pembuatan jam berasal dari buah itu sendiri dan dari penambahan. Air memberikan kondisi encer pada awal pembuatan jam. Untuk mendapatkan jam yang kental, maka air harus diuapkan dengan cara pendidihan.

Dari percobaan, dilakukan beberapa perlakuan pada buah nanas, diantaranya adalah pemotongan, pemotongan dilakukan untuk mempermudah proses selanjutnya, misalnya proses blancing dan blending. Blancing dilakukan untuk memperbaiki kenampakan buah dan mempertahankan warna. Selain itu untuk menginaktivkan enzim yang mungkin dapat merusak buah dari metabolismenya. Blending dilakukan untuk menghancurkan dan menghaluskan nanas untuk mengekstrak pectin yang akan membentuk jam selama proses pengolahan. Pendidihan dilakukan untuk menguapkan air yang berlebihan agar substrat memadat. Penambahan gula bertujuan untuk membentuk jaringan bersama pectin untuk menghasilkan substrat yang setengah padat. Sedangkan penambahan asam yaitu untuk memacu terjadinya hidrolisis gula sukrosa membentuk gula invert.

Dari hasil percobaan diperoleh bahwa pada pH 3,5 warna jam semakin coklat seiring bertambahnya konsentrasi gula. Pencoklatan ini disebabkan dalam bahan mengalami reaksi Maillard, sedangkan reaksi karamelisasi terjadi pada bagian dasar wadah.

Sifat olesan jam paling lekat dengan roti adalah pada jam dengan konsentrasi gula 45% pada pH 3,5. Dari hasil pengamatan diketahui bahwa semakin tinggi konsentrasi gula maka semakin sulit jam untuk lekat dengan roti, hal ini mengkin karena kandungan gula yang tinggi dapat menghasilkan jam yang keras (tidak lunak), sehingga jam akan sulit melekat pada roti.

Sebelumnya saya ucapkan terimakasih kepada mbak-mbak asisten atas kepeduliannya terhadap adik-adiknya untuk mengajari materi selama praktikum.

Saya juga minta maaf bila selama praktikum melakukan kesalahan-kesalahan yang membuat asisten marah dan jengkel.

Untuk sarannya, dari beberapa praktikum yang telah dilakukan sering terjadi beberapa kesalahan, baik pada waktu jalannya percobaan maupun hasil percobaan. Yang sering terjadi adalah adanya perbedaan dengan literatur yang ada. Menurut saya, hal ini terjadi mungkin karena kemampuan praktikan dan motivasi praktikan sendiri yang kurang dalam melakukan percobaan, meskipun asisten telah berusaha keras untuk mengatasinya. Hal ini yang mungkin menyebabkan ketelitian dalam melaksanakan percobaan dan pengolahan hasil pecobaan menjadi kurang optimal. Mengenai sering terjadinya perbedaan dengan literature yang ada. Menurut saya, mungkin dapat dilakukan dengan memberikan variabel eksperimen/variabel manipulasi dengan rentang yang agak jauh, misalnya perlakuan dengan konsentrasi gula yang berbeda jauh dari 5%, 30%, 70% dst, pH 1, pH 3, pH 5, dst, dll, sehingga hasil dari percobaan akan terlihat signifikan dan jelas. Kalupun masih terjadi penyimpangan, maka penyimpang tersebut akan terlihat jelas pula. Terimakasiiiih sudah kenyaaang!!!!!!!!!!!!