Sunday 21 October 2012

Vitamin Larut Lemak


BAB 1. PROSEDUR ANALISIS

1.1  Tujuan
Mengetahui pengaruh beberapa perlakuan terhadap kadar β-caroten

1.2  Alat dan Bahan
1.2.1 Alat
         Alat yang digunakan dalam praktikum ini antaralain yaitu mortar, pastle, beaker glass, stirrer, labu ukur 50 ml dan spektrofotometer.
1.2.2 Bahan
         Bahan yang diguakan dalam praktikum ini antaralain wortel dan larutan  yang digunakan yaitu etanol dan aquades.

1.3  Skema Kerja
        Analisa β-caroten
Wortel dengan berbagai perlakuan yaitu segar, dikukus dan digoreng dihaluskan dan diambil filtratnya sebanyak 3 gr. Masukkan dalam beaker glass lalu ditambahkan 10 ml etanol kemudian distirrer selama 10 menit dan terakhir disaring. Ampas dari penyaringan tersebut kembali diulangi seperti perlakuan sebelumnya, kemudian filtratnya digabung dimasukkan dalam labu ukur 50 ml. Setelah itu ditera sampai tanda batas. Terakhir diabsorbansi dengan panjang gelombang 453 nm.


BAB 2. HASIL PENGAMATAN DAN HASIL PERHITUNGAN

2.1 Hasil Pengamatan

Analisi β-caroten (wortel)
Perlakuan
Berat (gr)
Abs1
Abs2
Segar
3,052
0,181
0,182
Dikukus
3,005
0,170
0,172
Digoreng
3,028
0,213
0,209


2.2 Hasil Perhitungan

 Analisi β-caroten (wortel)
Perlakuan
Rata – rata Kadar β-caroten
Segar
0,01135
Dikukus
0,0108
Digoreng
0,01325



BAB 3. PEMBAHASAN

3.1 Prosedur Ananlisis dan Fungsi Perlakuan
Untuk percobaan analisa β-caroten Wortel dengan berbagai perlakuan yaitu segar, dikukus dan digoreng untuk mengetahui pengaruh beberapa perlakuan yang mempengaruhi kandungan β-caroten dalam wortel. Kemudian wortel  dihaluskan agar memudahkan kita dalam pengambilan filtrat dan diambil filtratnya sebanyak 3 gr menggunakan kertas saring agar residu / ampasnya tidak ikut dalam filtrat. Masukkan dalam beaker glass lalu ditambahkan 10 ml etanol yang bertujuan agar β-caroten larut dalam etanol yang pada nantinya pada perhitungan angka absorbansi semakin banyak β-caroten pada sampel yang larut maka semakin bagus hasilnya pada saat diabsorbansi. Kemudian distirrer selama 10 menit untuk menghomogenkan larutan dan terakhir disaring dengan kertas saring. Ampas dari penyaringan tersebut kembali diulangi seperti perlakuan sebelumnya, kemudian filtratnya digabung dimasukkan dalam labu ukur 50 ml. Setelah itu ditera sampai tanda batas untuk pengenceran agar bisa terbaca pada saat diabsorbansi dengan spektrofotometer. Terakhir diabsorbansi dengan panjang gelombang 453 nm, karena pada panjang gelombang tersebut nilai absorbansi pada β-caroten dapat terbaca.

3.2 Prinsip Dasar Analisa
Pada praktikum kali ini akan dilakukan pengujian kadar karoten dengan
bahan wortel. Penentuan banyaknya pro vitamin A yaitu β-caroten didasarkan pada absorbansinya pada panjang gelombang 453 nm (β-caroten) dengan E1% = 2620 (Anonim, 2011).

3.3 Analisa Data
Pada penentuan analisis kadar β-caroten pada sampel wortel, ada tiga perlakuan untuk wortel yaitu segar, dikukus dan digoreng. Pada perlakuan segar dengan berat 3,052 gr pada absorbansi pertama didapatkan nilai absorbansi sebesar 0,181 diperoleh nilai kadar β-caroten sebesar 0,0113 mg/g. Pada absorbansi yang ke dua diperoleh nilai absorbansi sebesar 0,182 dan nilai kadar β-caroten yaitu 0,0114 mg/g. Setelah dirata – rata nilai kadar β-caroten untuk perlakuan segar adalah sebesar 0,01135 mg/g.
Pada perlakuan dikukus dengan berat 3,005 gr pada absorbansi yang pertama diperoleh nilai absorbansi sebesar 0,170 diperoleh nilai kadar β-caroten sebesar 0,0107 mg/g. Pada absorbansi kedua diperoleh nilai absorbansi sebesar 0,172 dan nilai kadar β-caroten yaitu 0,0109 mg/g. Setelah dirata – rata nilai kadar β-caroten untuk perlakuan dikukus adalah sebesar 0,0108 mg/g.
Pada perlakuan digoreng beratnya 3,028 gr pada absorbansi pertama didapatkan nilai absorbansi sebesar 0,213 diperoleh nilai kadar β-caroten sebesar 0,0134 mg/g. Pada absorbansi yang ke dua diperoleh nilai absorbansi sebesar 0,209 dan nilai kadar β-caroten yaitu 0,0131 mg/g. Setelah dirata – rata nilai kadar β-caroten untuk perlakuan digoreng adalah sebesar 0,01325 mg/g.
Dari data tersebut dapat disimpulkan bahwa untuk korelasi tujuan praktikum ini yaitu untuk mengetahui pengaruh beberapa perlakuan terhadap kadar β-caroten, dalam data ini terdapat penyimpangan pada perlakuan digoreng. Seharusnya nilai kadar β-caroten pada saat digoreng kecil karena pada saat digoreng β-caroten yang mempunyai sifat larut lemak terlarut dalam minyak saat penggorengan. Penggorengan mengakibatkan pengurangan vitamin A karena terlarut dalam minyak penggoreng dan rusak disebabkan oleh panas dan oksidasi (Andarwulan dan Kuswara, 1992).
 Terjadinya penyimpangan ini mungkin disebabkan pada saat peneraan kelebihan dari batasnya atau penambahan etanol pada saat akan difiltrat kurang dan menyebabkan nilai absorbansinya menjadi besar. Seharusnya perlakuan segarlah yang mempunyai kadar β-caroten yang paling tinggi karena tidak ada perlakuan suhu atau penggorengan. berdasarkan literature dari buku Kimia Pangan karangan Andarwulan, 1992 dijelaskan bahwa bahan yang tidak mengalami perlakuan apapun, terutama pemanasan akan memiliki kadar vitamin yang lebih besar jika dibandingkan dengan bahan yang mengalami perlakuan pemanasan. Hal ini dikarenakan bahan yang tidak mengalami perlakuan tidak akan mengalami kehilangan kandungan unsur-unsur zat terlarut yang terkandung di dalam bahan, namun pada bahan yang mengalami perlakuan, khususnya pemanasan akan mengalami kehilangan sebagian unsur-unsur yang larut terhadap panas. Sedangkan dalam bahan yang digunakan dalam praktikum ini, yaitu wortel terkandung pro vitamin A, dimana pada perlakuan digoreng bahan akan memiliki kandungan- karoten yang paling rendah, hal ini disebabkan - karoten yang terdapat di dalam bahan akan larut dalam lemak, sedangkan dalam proses penggorengan lemak di dalam bahan akan banyak yang terlarut, sehingga- karoten di dalam bahan juga banyak yang hilang.
Pada proses pemanasan ada beberapa kemungkinan terjadinya perubahan reaksi yang disebabkan oleh panas, terutama isomerisasi bentuk cis-trans menjadi bentuk neo--karoten, Reaksi ini terjadi baik pada pemasakan maupun pengalengan sayur. Pada suhu yang tinggi b-karoten terpecah menjadi beberapa bentuk hidrokarbon aromatik, terutama ionen (Deman, 1997). Bahan makanan yang dikeringkan sangat mudah mmengalami kehilangan aktivitas vitamin A dan pro vitamin A karena pengeringan di samping memberikan kesempatan terjadinya oksidasi yang terjadi melalui mekanisme oksidasi radikal bebas juga karena adanya degradasi termal.
Pengukusan menghasilkan kerusakan karoten yang lebih sedikit dibandingkan perebusan karena pada perebusan bahan mengalami kontak langsung dengan air sehingga bahan mudah rusak. Sumber provitamin A yang paling penting bagi manusia adalah sayuran. Semua pro vitamin A dapat dikristalkan dalam bentuk kristal yang berbentuk prisma dan berwarna merah dengan titik lebur yang lebih tinggi. Semua pro vitamin A juga dapat menyerap spektrumcahaya. Pro vitamin A sangat sensitif terhadap oksidasi, onto-oksidasi dan cahaya, tetapilebih stabil terhadap panas dalam atmosfer inert (bebas O2). Pro vitamin A larut dalam kloroform, karbon disulfida (CS2) dan benzena, tetapi sukar larut dalam petroleum eter dan tidak larut dalam alcohol. Semua provitamin A larut dalam lemak (Andarwulan, 1989)
BAB 4. KESIMPULAN

Dari praktikum analisis β-caroten yang telah dilakukan dapat disimpulkan bahwa tujuan dari percobaan ini yaitu untuk mengetahui pengaruh beberapa perlakuan terhadap kadar β-caroten. Penentuan banyaknya pro vitamin A yaitu β-caroten didasarkan pada absorbansinya pada panjang gelombang 453 nm (β-caroten) dengan E1% = 2620. Nilai rata – rata nilai kadar β-caroten untuk perlakuan segar adalah sebesar 0,01135 mg/g. Nilai rata – rata nilai kadar β-caroten untuk perlakuan dikukus adalah sebesar 0,0108 mg/g. Nilai rata – rata nilai kadar β-caroten untuk perlakuan digoreng adalah sebesar 0,01325 mg/g. Seharusnya perlakuan segar mempunyai nilai kadar β-caroten yang paling tinggi.


DAFTAR PUSTAKA

Anonim. 2011. Petunjuk Praktikum Evaluasi Nilai Gizi. Jember: FTP UJ

Andarwulan, Kuswari. 1992. Kimia Pangan. Bogor : IPB.

Andarwulan, Nuri. 1989. Kimia Vitamin. Bogor : IPB.

Deman, John M. 1997. Kimia Makanan. Bandung : ITB.






Non Gizi


BAB 1. PROSEDUR ANALISIS

1.1  Tujuan
Untuk mengetahui pengaruh pengolahan terhadap fenol yang terkandung dalam bahan pangan.

1.2  Alat dan Bahan
1.2.1        Alat
Alat yang digunakan dalam praktikum ini antaralain neraca analitik, Erlenmeyer, labu ukur, pendingin balik, pipet volume, beaker glass, vortex, sentrifuge dan spektrofotometer.
1.2.2        Bahan
Bahan-bahan yang digunakan dalam praktikum ini antaralain teh hitam, air destilt, etanol, folin, Na2CO3, aquadest, NaCl,  dan Gelatin.

1.3  Prosedur Kerja
Pertama teh hitam dihaluskan dan diambil sebanyak 1000 mg lalu dimasukkan dalam Erlenmeyer 500 ml. Setelah itu, ditambahkan 75 ml air destilat dan dipanaskan menggunakan pendingin balik selama 30 menit. Kemudian, disaring dengan kertas saring. Selanjutnya tetapkan pada  pH 4 dan tera pada labu ukur hingga 100 ml. Dalam praktikum ini terdapat dua analisa yang dilakukan yaitu analisa polifenol dan analisa non tannin.
Analisa polifenol, filtrat sebanyak 1 ml dalam sampel yang telah disediakan sebelumnya ditambahkan dengan etanol 1 ml lalu folin 0,5 ml dan aquadest  6,5 ml. Kemudian diamkan selama 5 menit lalu ditambahkan larutan Na2CO3 1 ml. Setelah itu divortex, lalu diamkan 40 menit pada ruangan gelap dan ukur absorbansinya pada λ = 725 nm.
Analisa non tanin, pertama ambil 2 ml filtrat dari sampel yang telah disediakan. Tambahkan NaCl dan gelatin 0,5 gram. Kemudian divortex hingga dan disentrifuge 5 menit dengan kecepatan putaran 3000 rpm. Kemudian diambil 0,5 ml filtrat dan tambahkan dengan etanol 1 ml; folin 1 ml; aquadest 6,5 ml. Diamkan selama 5 menit dan tambahkan dengan larutan Na2CO3 5% sebanyak 1 ml. Lalu divortex dan didiamkan selama 40 menit pada ruangan gelap. Selanjutnya dibaca absorbansinya pada panjang gelombang 725 nm.




























BAB 2. HASIL PENGAMATAN DAN PERHITUNGAN

2.1 Hasil Pengamatan

Pengamatan
Y1
Y2
Polifenol
2,629
2,352
2,750
2,373
Non tannin
1,303
1,321
1,112
1,097
Berat bahan = 1,038 g

2.2 Hasil Perhitungan
Analisa
Kadar (mg/g)
Polifenol
1589,25
Non Tanin
758,77
Tanin
830,48

















BAB 3. PEMBAHASAN

3.1 Prinsip Dasar Analisa
Zat non gizi merupakan zat selain gizi yang ada pada bahan pangan yang jika dikonsumsi memiliki aktivitas fisiologi dan memberikan efek positif pada kesehatan  atau bahkan mengganggu zat gizi dan dalam jumlah besar dapat mengganggu kesehatan tubuh manusia (Tejasari, 2005).
            Senyawa fenol merupakan suatu senyawa zat non gizi yang terkandung dalam bahan hasil pertanian yang memiliki minimal satu cincin aromatik dengan satu atau lebih gugus hidroksil, termasuk turunan- turunan fungsional seperti : ester, metal ester, glikosida, dan lain-lain (Buckle, 1978). Senyawa fenol dari jenis yang berbeda-beda akan mempunyai aktivitas yang berbeda pula, sehingga pengaruhnya terhadap gizi bahan pangan berbeda. Senyawa fenol bersifat mudah teroksida. Dengan adanya oksigen, asam, klorogenat, asam kafeat dan senyawa ortodifenol dapat teroksidasi dalam larutan alkalis atau asam enzim polifenolase oksidase. Senyawa fenol mudah terikat dengan protein (Winarno, 1997)
            Fenol atau asam karbolat atau benzenol adalah zat kristal tak berwarna yang memiliki bau khas. Rumus kimianya adalah C6H5OH dan strukturnya memiliki gugus hidroksil (-OH) yang berikatan dengan cincin fenil. Kata fenol juga merujuk pada beberapa zat yang memiliki cincin aromatik yang berikatan dengan gugus hidroksil. Fenol memiliki kelarutan terbatas dalam air, yakni 8,3 gram/100 ml. Fenol memiliki sifat yang cenderung asam, artinya dapat melepaskan ion H+ dari gugus hidroksilnya. Pengeluaran ion tersebut menjadikan anion fenoksida C6H5O yang dapat dilarutkan dalam air.
            Senyawa fenol dapat pula ditemukan di perairan. Keberadaanya dapat menjadi sumber pencemar yang membahayakan kehidupan manusia maupun hewan air lainnya. Batas maksimum yang diperbolehkan untuk air minum maupun air bersih adalah 0,0002 ppm7. Berdasarkan beberapa percobaan, senyawa fenol dengan iodium monobromida, reksinya dapat berlangsung dalam suasana asam maupun netral. Dalam suasana netral, reaksinya berlansung lambat, yakni 85 menit pada suhu 45 oC dan 8-10 jam pada suhu kamar. Namun dalam suasana asam kuat, reaksinya akan berlangsung cepat (hanya 10 menit). Ketertarikan akan fenol murni dalam tubuh hewan dimulai karena adanya penemuan fenol dalam urin kuda, sapi dan manusia. Retensi fenol dalam jaringan hewan, paling tidak telah dumulai penelitiannya sebelum tahun 1944 oleh deMeio dan Arnolt. Dengan menggunakan media krebs’ solution dengan pH = 7.2, phosphate buffer, 0,2 gram glukosa per 100 ml., 0,5 mg fenol dalam 100 ml. Gas phase, oxygen; waktu inkubasi, 2 jam. Volume larutan tiap, 15 ml (Ari,2008).
Senyawa fenol yang lain sebenarnya banyak terdapat dalam daun teh atau ekstrak teh. Salah satu jenisnya adalah katesin (catechin). Keberadaannya sebagai antioksidan telah banyak diteliti dampak fisiologisnya terhadap kesehatan manusia. Katesin juga banyak dijumpai dalam anggur, cokelat, buah-buahan, sayuran dan rumput laut Jepang 21,22. Penelitian di Indonesia dilakukan terhadap tanaman lada, nilam dan terung dalam hal kandungan fenol dan hubungannya dengan ketahanan terhadap penyakit yang biasa menyerang jenis tanaman tersebut. Hasil penelitian menunjukkan bahwa tanaman yang tahan mempunyai kandungan fenol dan lignin yang lebih tinggi bila dibandingkan dengan tanaman yang rentan. (Ari,2008)
            Meskipun zat-zat non-gizi itu dapat mengganggu penyerapan beberapa mineral, bukan berarti tidak berguna sama sekali. Kita ketahui, serat mampu menurunkan kadar kolesterol darah. Begitu juga dengan polifenol pada teh, dipercaya dapat mencegah terjadinya kanker karena berperan sebagai antioksidan. Masalahnya sekarang, berapa jumlah serat atau teh yang mesti dikonsumsi; jika berlebihan, tentu akan mengganggu penyerapan beberapa mineral.
            Prinsip dasar analisanya yaitu pereaksi folin akan bereaksi dengan senyawa fenol dan membentuk senyawa berwarna biru atau ungu (Anonim, 2010).
Dalam penentuan senyawa non gizi terdapat prinsip dasar analisa polifenol dan non tannin dimana  prinsip dasar analisa polifenol berdasarkan pada pereaksi reduksi reagen folin-ciocalteau oleh senyawa polifenol yang membentuk warna biru didalam larutan basa. Warna biru dapat diukur konsentrasinya dengan absorbansi pada λ 725 nm. Sedangkan prinsip dasar analisa senyawa non tannin didasarkan pada  pengikatan senyawa nontanin oleh gelatin yang diendapkan melalui larutan garam.

Penentuan tannin pada dasarnya berdasarkan kandungan non tannin dalam polifenol. Polifenol terdiri dari fraksi tannin dan non tannin. Jadi jumlah tannin besarnya dari hasil pengurangan jumlah fenol dengan salah satu fraksinya yaitu non tannin yang umumnya adalah senyawa flavonoid.

  3.2 Keberadaan Tanin Dalam Buah
Tanin merupakan substansi yang tersebar luas dalam tanaman , seperti daun, buah yang belum matang , batang dan kulit kayu. Pada buah yang belum matang ,tanin digunakan sebagai energi dalam proses metabolisme dalam bentuk oksidasi tanin.Tanin yang dikatakan sebagai sumber asam pada buah.

Sifat-sifat Tanin :
1.      Dalam air membentuk larutan koloidal yang bereaksi asam dan sepat .
2.      Mengendapkan larutan gelatin dan larutan alkaloid.
3.      Tidak dapat mengkristal.
4.      Larutan alkali mampu mengoksidasi oksigen.
5.      Mengendapkan protein dari larutannya dan bersenyawa dengan protein tersebut sehingga tidak dipengaruhi oleh enzim protiolitik (Nadjeeb, 2009)

Tanin dapat mengikat mineral beberapa jenis buah ada yang memiliki zat asam dan tanin. Asam yang sering ditemukan dalam buah ialah asam malat, asam oksalat, asam sitrat dan asam malonat. Bila kadar gula dan kandungan asamnya seimbang rasanya menjadi manis-manis asam. Jika kandungan asamnya lebih tinggi rasanya pun menjadi asam. Bila buah mengandung tanin lebih banyak akan terasa kesat kalau dimakan.  Buah yang masih muda umumnya mengandung asam atau tanin relatif tinggi. Pada buah yang belum matang , tannin digunakan sebagai energi dalam proses metabolisme dalam bentuk oksidasitannin. Seiring dengan bertambahnya umur buah kandungan tannin akan  semakin berkurang. Oleh karena itu rasa manisnya pun semakin tua semakin bertambah (Suryana, 2009).

3.3 Fungsi Perlakuan
Teh hitam pertama dihaluskan untuk memperluas permukaan yang kontak dengan larutan sehingga fenol dapat terpisah dengan bahannya. kemudian diambil 1000 mg lalu dimasukkan kedalam erlenmeyer 500 ml kemudian ditambah 75 ml air destilat lalu dipanaskan dengan pendingin balik selama 30 menit yang berfungsi untuk mencegah hilangnya volatil yang menguap akibat pemanasan dan untuk menonaktifkan enzim fenolase pada bahan. Setelah itu bahan disaring dengan kertas saring lalu ditepatkan pada pH 4 yang bertujuan untuk menstabilkan polifenol. Kemudian ditera dengan aquadest hingga 100 ml. Dan selanjutnya filtrat diambil sebanyak 1 ml untuk analisa polifenol dan diambil 2 ml untuk analisa non tanin. Pada analisa polifenol, 1 ml filtrat ditambahkan 1 ml etanol dan 0,5 ml folin yang berfungsi agar sampel dapat bereaksidengan senyawa fenol yang membentuk kompleks warna biru dan ditambah 6,5 ml aquadest. Selanjutnya divortex berfungsi agar larutan menjadi homogen, kemudian didiamkan selama 60 menit dan setelah itu di absorbansi pada λ = 725 nm (sebanyak 2x) agar hasilnya lebih akurat.
Analisa polifenol  filtrate 1 ml  ditambahkan dengan etanol 1 ml yang untuk mempercepat reaksi pengikatan fenol.. Penambahan folin berfungsi  untuk membentuk senyawa yang berwarna biru atau ungu, karena terjadi ikatan-ikatan antara fenol dengan folin. Kemudian campuran larutan didiamkan selama 5 menit untuk memberi waktu kepada follin agar dapat beraksi dengan lainnya dan  penambahan Na2CO3 5% sebanyak 1 ml  berfungsi  untuk mempertegas warna biru yang telah terbentuk sehingga penyerapan dapat maksimal pada saat dianalisa dengan spektrofotometer. Kemudian larutan divortex dengan tujuan untuk menghomogenasikan campuran larutan tersebut. Didiamkan selama 40 menit pada ruangan gelap bertujuan untuk mencegah terjadinya proses percepatan reaksi oleh cahaya.   
Analisa non tanin, 2 ml filtrat ditambah 0,5 gr NaCl. NaCl yang berfungsi untuk mengendapkan gelatin, dan ditambah gelatin yang berfungsi untuk mengendapkan tanin. Selanjutnya divortex agar larutan menjadi homogen, lalu disentrifuge 300 rpm  selama 5 menit yang bertujuan untuk memisahkan larutan dari endapan dengan larutan berdasarkan perbedaan berat molekul pada sampel dengan menggunakan gaya sentrifugal. Kemudian filtrat diambil sebanyak 0,5 ml filtrat ditambah dengan 1 ml etanol dan 1 ml folin yang berfungsi agar sampel dapat bereaksi dengan senyawa fenol dan ditambah 6,5 ml aquades fungsi aquades adalah sebagai pelarut. Selanjutnya didiamkan 5 menit dan ditambahkan 1 ml  5% yang berfungsi untuk memperjelas kompleks warna biru yang terjadi sehingga dapat diidentifikasi nilai absorbansinya. Kemudian divortex agar larutan menjadi homogen dan setelah itu dididamkan 60 menit, diabsorbansi pada λ = 725 nm (sebanyak 2x) agar hasilnya lebih akurat.


3.4 Analisis Data
     Berdasarkan hasil pengamatan dan perhitungan, diperoleh nilai kadar polifenol rata-rata ( ) sebesar 1566,94 mg/g; nilai kadar polifenol rata-rata ( ) sebesar 1611,57 mg/g; sehingga rata-rata kadar polifenol sebesar  1589,25 mg/g. Sedangkan hasil dari nilai kadar non tannin rata-rata sebesar 824,39 mg/g; nilai kadar non tannin rata-rata ( ) sebesar 693,15 mg/g; sehingga rata-rata kadar non tanin yang diperoleh sebesar 758,77 mg/g. Sehingga didapatkan kadar tannin sebesar 830,48 mg/g.
     Teh mengandung senyawa folatil yang mudah menguap sehingga pada praktikum menggunakan pendingin balik agar uap kondesasi dari senyawa fenol dari teh tidak hilang, senyawa polifenol  akan dikondensasikan kembali  dalam kondensor sehingga akan menjadi titik-titik air yang kemudian ditampung kembali. Jika ini tidak menggunakan pendingin balik, senyawa polifenol yang terkandung dalam teh akan hilang karena senyawa polifenol yang terkandung dalam teh sama seperti senyawa folatil yaitu bersifat mudah menguap.

BAB 4. KESIMPULAN

Teh mengandung senyawa folatil yang mudah menguap sehingga pada praktikum menggunakan pendingin balik agar uap kondesasi dari senyawa fenol dari teh tidak hilang, senyawa polifenol  akan dikondensasikan kembali  dalam kondensor sehingga akan menjadi titik-titik air yang kemudian ditampung kembali.
Tanin merupakan substansi yang tersebar luas dalam tanaman , seperti daun, buah yang belum matang , batang dan kulit kayu. Pada buah yang belum matang ,tanin digunakan sebagai energi dalam proses metabolisme dalam bentuk oksidasi tanin. Seiring dengan bertambahnya umur buah kandungan tannin akan  semakin berkurang. Oleh karena itu rasa manisnya pun semakin tua semakin bertambah.
     Berdasarkan hasil pengamatan dan perhitungan, diperoleh nilai kadar rata-rata kadar polifenol sebesar  1589,25 mg/g. Sedangkan hasil dari nilai kadar non tannin rata-rata kadar non tanin yang diperoleh sebesar 758,77 mg/g. Sehingga didapatkan kadar tannin sebesar 830,48 mg/g.















DAFTAR PUSTAKA

Anonim. 2011. Petunjuk Praktikum Evaluasi Nilai Gizi. Jember. FTP UJ

Ari Agung, I Gst. Ayu . 2008. Ilmu Gizi.  [http://webcache.googleu sercontent.com/search?q=cache:Po3_i4qpWAkJ:unhicommunity.blogspot.com/2008/08/ilmu-gizi.html+zat+non+gizi&hl=id&client=firefox-a&gl=id&strip=1] (8 November 2011)


Buckle, K.A. 1987. Ilmu Pangan. Jakarta; Universitas Indonesia Press (UI-Press).

Nadjeeb. 2009. Tanin. [http://nadjeeb.wordpress.com/2009/03/27/tanin/]   
(8 November 2011)

Suryana, izoer. 2009. Mengapa Buah bisa Terasa Hambar, Asam, Kesat dan
Manis? http://katresna72.wordpress.com/2009/10/28/mengapa-buah-bisterasa-hambar-asam-kesat-dan-manis/ [ 6 november 2011]

Tejasari. 2005. Nilai Gizi Pangan. Jogjakarta: Graha Ilmu

Winarno, F.G. 1998. Kimia Pangan dan Gizi. Jakarta: Erlangga