BAB 1.
PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
Protein adalah
zat gizi makro yang berfungsi sebagai zat pembangun, zat pengatur dan penghasil
energ. Sebagai zat pembangun tubuh, protein berperan dalam banyak proses
biokimia, seperti proses pembelahan sel, yang membangun jaringan tubuh dalam
proses pertumbuhan. Selain itu, protein seperti enzim dan hormone yang dibangun dari banyak molekul
asam amino, berperan penting dalam proses regulasi, antara lain regulasi
metabolism dan pengatur keseimbangan asam basa cairan tubuh, dan keseimbangan
elektrolit darah. Protein akan dioksidasi menghasilkan energy apabila
karbohidrat dan lemak tidak mencukupi kebutuhan energy tubuh.
Proses
pengolahan dapat menyebabkan perubahan mutu gizi protein . proses pengolahan
yang menggunakan suhu tinggi berakibat pada denaturasi protein yang
meningkatkan daya cerna protein. Sebaliknya, reaksi pencoklatan yang terjadi
akibat pemanasan menyebabkan penurunan nilai gizi protein.
Untuk menentukan kualitas protein suatu pangan dapat dilihat
dari seberapa banyak protein tersebut dapat dicerna dan diserap oleh tubuh.
Suatu protein yang mudah dicerna menunjukan bahwa jumlah asam amino yang dapat
diserap dan digunakan tubuh, karena sebagian besar akan dibuang oleh tubuh
bersama feses ( Muchtadi, 1989 ). Oleh sebab itu perlu diadakan analisis lebih
lanjut mengenai daya cerna protein dari suatu bahan pangan. Pengukuran daya
cerna protein ini menggunakan hamster, karena diasumsikan bahwa hamster putih
memiliki kesamaan fisiologis dengan manusia. Dalam praktikum ini, ransum sumber
protein yang diberikan kepada hamster adalah ransum rebon, tempe, casein, dan
ransum non protein.
1.2 Tujuan
Menentukan
proses pengolahan yang mempengaruhi nilai gizi protein. Selain itu, menentukan
kondisi pengolahan yang menurunkan nilai gizi protein minimal. Tujuan lainnya
yaitu menentukan mutu protein pada system in vivo menggunakan hewan uji dan
parameter protein efficiency ratio (PER), dan menentukan daya cerna protein
secara kualitatif dan enzimatis.
BAB 2. TINJAUAN PUSTAKA
Protein merupakan zat yang paling penting dan dibutuhkan oleh
semua organisme. Protein adalah bagian dari semua sel hidup dan merupakan
bagian tubuh terbesar setelah air. Protein tersusun atas beberapa unit zat yang
dinamakan “ asam amino” (Almatsier,Sunita. 2003). Mulai abad 20, mulai
dilakukan evaluasi terhadap nilai protein dan komposisi asam amino esensial
dalam protein yang dilakukan melalui evaluasi Nilai Gizi Protein menggunakan
hamster percobaan ini dilakukan secara in vivo percobaan pada hamster
(Nasoetion,Amini)
Protein mempunyai peranan penting bagi
tubuh sebagai enzim, pertahanan tubuh, pembentukan dan pertumbuhan tubuh serta
sebagai bahan bakar dalam tubuh. Protein membentuk jaringan – jaringan baru
yang selalu terjadi di tubuh pada masa pertumbuhan juga pada masa kehamilan.
Protein sangat berperan penting dalam membentuk jaringan janin dan pertumbuhan
embrio. Jaringan tubuh yang rusak diganti oleh protein sedangkan dalam bahan
bakar tubuh protein mengganti keperluan energi apabila karbohidrat dan lemak
tidak terpenuhi dalam tubuh. Keseimbangan cairan dalam jaringan dan pembuluh
darah dapat menimbulkan tekanan osmotik koloid yang dapat menarik cairan dari
jaringan ke dalam pembuluh darah. Sifat amfoter protein yang dapat bereaksi
dengan mengatur keseimbangan asam basa dalam tubuh. Molekul protein mengandung
fosfor, belerang dan unsur – unsur logam seperti besi dan tembaga dalam
pembentukan anti bodi dan pembentukan kompleks dipengaruhi oleh enzim yang
bertindak sebagai plasma ( albumin ) yang sangat berperan penting bagi tubuh
dalam proses daya tahan tubuh terhadap kekebalan penyakit. Didalam tubuh
manusia terdapat komponen – komponen yang lebih kecil yaitu asam amino dan
peptida.
Mutu protein dapat dinilai berdasarkan
beberapa parameter mutu protein seperti daya cerna protein, dan PER ( Protein
Efisiensi Ratio). Daya cerna protein merupakan
salah satu parameter mutu protein yang menjelaskan tentang kemudahan protein
untuk dihidrolisis menjadi asam amino pembentuknya. Daya cerna protein dapat
dinilai secara invitro dengan menggunakan berbagai jenis enzim, baik secara
kualitatif maupun secara kuantitatif dan secara in vitro(Anonim,2007).
Protein bermutu tinggi memiliki daya cerna yang tinggi
pula. Daya cerna protein adalah
ukuran jumlah asam amino yang diserap dari asupan protein tertentu. Daya cerna
protein menunjukkan tingkat kemudahan protein untuk dipecah menjadi asam amino
atau komponen pembentuknya sehingga mudah diserap tubuh. Nilai kimia tidak
menjelaskan secara tepat cara tubuh memanfaatkan protein, karena protein
memiliki daya cerna berbeda. Jika protein tidak dicerna menjadi bagian lebih
kecil seperti asam amino, dipeptida dan tripeptida, maka asam amino tidak dapt
melewati dinding usus halus ke darah, melainkan dibuang ke feses (Tedjasari,
2005).
Protein yang
terdapat dalam bahan pangan mudah mengalami perubahan-perubahan, antara lain:
1.
Dapat
terdenaturasi oleh perlakuan pemanasan.
2.
Dapat
terkoagulasi atau mengendap oleh perlakuan pengasaman.
3.
Dapat
mengalami dekomposisi atau pemecahan oleh enzim-enzim proteolitik.
4.
Dapat
bereaksi dengan gula reduksi, sehingga menyebabkan terjadinya warna coklat.
Denaturasi protein dapat diartikan suatu perubahan atau
modifikasi terhdap struktur sekunder, tersier dan kuartener molekul protein
tanpa terjadinya pemecahan ikatan-ikatan kovalen. Karena
itu denaturasi dapat diartikan suatu proses terpecahnya ikatan hidrogen,
interaksi hidrofobik, ikatan garam dan terbukanya lipatan atau wiru molekul
protein. (Winarno, 1992).
Protein bermutu tinggi
memiliki daya cerna yang tinggi pula. Daya cerna protein adalah ukuran jumlah asam
amino yang diserap dari asupan protein tertentu. Daya cerna protein menunjukkan
tingkat kemudahan protein untuk dipecah menjadi asam amino atau komponen
pembentuknya sehingga mudah diserap tubuh. Nilai kimia tidak menjelaskan secara
tepat cara tubuh memanfaatkan protein, karena protein memiliki daya cerna
berbeda. Jika protein tidak dicerna menjadi bagian lebih kecil seperti asam
amino, dipeptida dan tripeptida, maka asam amino tidak dapt melewati dinding
usus halus ke darah, melainkan dibuang ke feses (Tedjasari, 2005).
Kemampuan suatu protein untuk dihidrolisis menjadi asam amino
oleh enzim pencernaan ( protease ) dikenal dengan istilah daya cerna protein
(digestibility). Di dalam tubuh organisme sudah terdapat protein yang disebut
protein endogen yang berasal dari hormone yang dikeluarkan oleh tubuh kita,
namun belum cukup untuk memenuhi kebutuhan tubuh, oleh sebab itu untuk
meningkatkan protein tubuh dibutuhkan konsumsi pangan sumber protein yang cukup
,baik pangan nabati maupun hewani. Hampir semua bahan pangan hewani seperti
susu, telur, daging, ikan merupakan sumber protein yang baik. Sedangkan bahan
makanan sumber protein nabati terdapat pada kacang – kacangan terutama kedele
dan kacang hijau serta olahannya seperti tempe dan tahu ( Auliana, 1999 ).
Untuk
menentukan kualitas protein suatu pangan dapat dilihat dari seberapa banyak
protein tersebut dapat dicerna dan diserap oleh tubuh. Suatu protein yang mudah
dicerna menunjukan bahwa jumlah asam amino yang dapat diserap dan digunakan
tubuh, karena sebagian besar akan dibuang oleh tubuh bersama feses ( Muchtadi, 1989
). Oleh sebab itu perlu diadakan analisis lebih lanjut mengenai daya cerna
protein dari suatu bahan pangan. Pengukuran daya cerna protein ini menggunakan
hamster, karena diasumsikan bahwa hamster putih memiliki kesamaan fisiologis
dengan manusia. Dalam praktikum ini, ransum sumber protein yang diberikan
kepada hamster adalah ransum rebon, tempe, casein, dan ransum non protein.
PER
adalah rasio efisiensi protein yang menunjukkan tingkat kemanfaatan protein
pangan yang dikonsumsi. PER pada system in vitro, Nisbah efisiensi protein
menunjukkan tingkat kemanfaatan protein pangan yang dikonsumsi. Ukuran PER
dapat dinilai secara perhitungan, seperti C-PER (Computed Protein efficiency
Ratio). Penentuan C-PER dilakukan untuk pangan yang memiliki nilai PER antara 0.67-3.22.
Cara penentuan C-PER, yaitu 1) tentukan
daya cerna in vitro sampel dan kasein baku dengan multi enzim, 2) menentukan
kadar AAE sampel dan kasein baku (g AAE/100 gr protein), 3) menentukan
persentase masing-masing AAE terhadap pola acuan FAO/WHO dengan rumus sebagai berikut:
%
AAE = x daya cerna
Bila
perhitungan (3) lebih kecil atau sama dengan 100%, maka dilanjutkan ke 5) untuk
menentukan nilai bobot masing-masing AAE.
5) menghitung nilai X dan Y dengan rumus X =
jumlah notasi Y sebagai jumlah bobot.
6) Menentukan skor AAE contoh dan kasein baku
dengan cara Y dibagi X.
7)
menentukan SPC =
8)
menentukan nilai C-PER dengan rumus :
C-PER=
-2.1074 + 7.1312 (SPC) – 2. 5188 (SPC)2
Sedangkan
pengukuran PER secara in vivo dapat dihitung dengan rumus sebagai berikut : PER =
Penentuan PER menggunakan tikus uji memerlukan waktu yang
lama. Penilaian mutu protein dengan ukuran PER in vivo dapat dilakukan pada
hewan uji tikus. Tidak seperti C-PER, penentuan PER in vivo menggunakan tikus
uji memerlukan waktu lebih lama, yaitu sekitar 28 hari. Namun ukuran PER in
vivo dapat menjelasknan pengaruh protein terhadap pertambahan bobot badan.
(Tejasari; 2005)
Pemberian
pakan secara ad libitum maksudnya adalah memberikan makanan kepada hamster
sampai pada saat dimana hewan dalam kondisi kenyang dan enggan lagi makan meski
makanan disekitarnya masih ada. Metode pemberian pakan seperti ini biasa
diterapkan pada tahap hewan yang masih kecil atau benih. Namun perlu
diperhatikan bahwa pakan tersisa yang tidak dimakan ini bisa berubah menjadi
racun dan mencemari. Apalagi jika jumlahnya terlalu banyak. Jika demikian,
tidak mustahil, hewan akan keracunan dan akhirnya pada mati semua.
Untuk
kandungan nutrisi pelet, yaitu Protein 16-19 %, Serat kasar 10 %, Air 12%, Lemak 5%, Ca 1%,
Phosfor 0.7%, vitamin B compleks,
C dan mineral. Tempe merupakan
sumber vitamin B yang sangat potensial. Jenis vitamin yang terkandung dalam
tempe antara lain vitamin B1 (tiamin), B2 (riboflavin), asam pantotenat, asam
nikotinat (niasin), vitamin B6 (piridoksin), dan B12 (sianokobalamin).
Nilai Kandungan gizi Wortel per 100 g (3.5 oz), yaitu Energi 173 kJ (41 kcal),
Karbohidrat 9 g, Gula 5 g, Diet serat 3 g, Lemak 0,2 g, Protein 1 g, Vitamin A
equiv. 835 mg (93%), Beta-karoten 8285 mg (77%), Thiamine (Vit. B1) 0.04 mg
(3%), Riboflavin (Vit. B2) 0,05 mg (3%), Niacin, (Vit. B3) 1.2 mg (8%), Vitamin
B6 0,1 mg (8%), Folat (Vit. B9) 19 mg (5%), Vitamin C 7 mg (12%), Kalsium 33 mg
(3%), Besi 0,66 mg (5%), Magnesium 18 mg (5%), Fosfor 35 mg (5%), Kalium 240 mg
(5%), Sodium 2,4 mg (0%)
Berikut
adalah kandungan gizi pada kecambah per 100 gram, yaitu Energi 50,00 kal,
Protein 5,70 gram, Lemak 0,10 gram, Karbohidrat 10 gram, Kalsium 32 mg,
Potasium 235 mg, Seng 960 mg, Asam folat 160 mg, Fosfor 96 mg, Kalium 125 mg,
Zat besi 1,10 mg, Vitamin A 13.00 RE, Vitamin B 10.13 mg, Vitamin B 20,15 mg,
Vitamin C 20,00 mg, Niacin 1,00 mg, Serat 0,70 gram.
Pada kwaci
atau biji bunga matahari, kandungan gizinya yaitu :
Zat Gizi
|
Biji bunga matahari
|
Energi
(kkal)
|
570
|
Protein
(g)
|
22,78
|
Lemak
(g)
|
49,57
|
Lemak
jenuh (g)
|
5,20
|
Lemak
tidak jenuh tunggal (g)
|
9,46
|
Lemak
tidak jenuh ganda (g)
|
32,73
|
Karbohidrat
(g)
|
18,76
|
Kalsium
(mg)
|
116
|
Fosfor
(mg)
|
705
|
Besi
(mg)
|
6,77
|
Kalium
(mg)
|
689
|
Natrium
(mg)
|
3
|
Tembaga
(mg)
|
1,75
|
Vitamin
C (mg)
|
1,4
|
Sumber:
www.nutritionanalyzer.com
BAB 3. PROSEDUR ANALISIS
3.1 Tujuan
Praktikum
Tujuan dari praktikum ini adalah
menetukan proses pengolahan yang mempengaruhi nilai gizi protein. Selain itu,
menentukan kondisi pengolahan yang menurunkan nilai gizi protein minimal.
Tujuan lainnya yaitu menentukan mutu protein pada system in vivo menggunakn hewan uji dan parameter protein efficiency ratio (PER), dan menentukan daya cerna protein
secara kualitatif enzimatis.
3.2 Alat
dan Bahan
3.2.1 Alat
Peralatan yang digunakan diantaranya yaitu
neraca analitik, bak, kandang hamster, tempat makan dan minum.
3.2.2 Bahan
Adapun bahan-bahan yng digunakan yaitu
pakan bermutu protein tinggi (wortel, kuaci, toge dan tempe) dan hewan uji
(hamster).
3.3 Prosedur
Analisa
Protein
sempurna, protein yang mengandung asam amino esensial secara cukup dan lengkap,
sangat diperlukan untuk pembentukan jaringan. Konsumsi pangan sumber protein
sempurna akan berdampak pada peningkatan berat badan, yang menunjukkan
kemanfaatan protein bagi pertumbuhan. Nisbah pertambahan berat badan hewan uji
akibat sejumlah protein yang dikonsumsinya ditentukan sebagai nilai PER.
BAB
4. HASIL PENGAMATAN DAN PERHITUNGAN
4.1
Hasil Pengamatan
Tanggal
|
Kandang
|
X (gr)
|
Y (gr)
|
Berat Hanster (gr)
|
||
Ulangan 1
|
Ulangan 2
|
Ulangan 3
|
||||
31 Okt
|
A
|
-
|
19,056
|
-
|
-
|
-
|
B
|
-
|
30,077
|
-
|
-
|
-
|
|
C
|
-
|
36,106
|
-
|
-
|
-
|
|
01 Nop
|
A
|
2,18
|
20,180
|
92,8
|
92,4
|
92,7
|
B
|
4,36
|
34,360
|
111,9
|
111,8
|
111,5
|
|
C
|
2,167
|
38,167
|
113,3
|
113,2
|
112,8
|
|
02 Nop
|
A
|
30,739
|
3,215
|
-
|
-
|
-
|
B
|
51,526
|
5,640
|
-
|
-
|
-
|
|
C
|
38,609
|
1,161
|
-
|
-
|
-
|
|
03 Nop
|
A
|
8,165
|
36,000
|
98,9
|
99,8
|
98,7
|
B
|
12,164
|
60,000
|
121,6
|
121,7
|
121,5
|
|
C
|
5,348
|
72,000
|
124,2
|
124.1
|
124,2
|
|
04 Nop
|
A
|
12,097
|
36,052
|
-
|
-
|
-
|
B
|
17,274
|
60,119
|
-
|
-
|
-
|
|
C
|
0,298
|
72,077
|
-
|
-
|
-
|
|
05 Nop
|
A
|
11,870
|
18,357
|
97,5
|
97,6
|
97,6
|
B
|
17,754
|
45,499
|
125,3
|
125,3
|
125,3
|
|
C
|
11,997
|
60,615
|
130,1
|
130,1
|
130,1
|
|
06 Nop
|
A
|
25,131
|
36,047
|
-
|
-
|
-
|
B
|
12,850
|
60,352
|
-
|
-
|
-
|
|
C
|
20,053
|
72,260
|
-
|
-
|
-
|
|
07 Nop
|
A
|
25,216
|
36,010
|
103,41
|
103,43
|
103,39
|
B
|
13,820
|
60,024
|
132,89
|
132,83
|
132,95
|
|
C
|
20,053
|
72,046
|
135,42
|
135,01
|
135,52
|
|
08 Nop
|
A
|
12,814
|
18,022
|
-
|
-
|
-
|
B
|
11,226
|
30,316
|
-
|
-
|
-
|
|
C
|
11,230
|
36,094
|
-
|
-
|
-
|
|
09 Nop
|
A
|
7,395
|
36,152
|
111,2
|
111,5
|
111,8
|
B
|
10,932
|
60,401
|
141,8
|
141,3
|
141,7
|
|
C
|
16,933
|
72,940
|
138,3
|
157,9
|
138,5
|
|
10 Nop
|
A
|
19,370
|
36,104
|
-
|
-
|
-
|
B
|
18,330
|
60,085
|
-
|
-
|
-
|
|
C
|
12,171
|
72,105
|
-
|
-
|
-
|
|
11 Nop
|
A
|
17,8274
|
36,048
|
120,548
|
120,624
|
120,71
|
B
|
1,54314
|
60,153
|
136,323
|
146,272
|
146,56
|
|
C
|
8,5643
|
72,197
|
129,123
|
129,532
|
129,244
|
|
12 Nop
|
A
|
20,220
|
36,020
|
-
|
-
|
-
|
B
|
13,470
|
60,156
|
-
|
-
|
-
|
|
C
|
7,370
|
72,197
|
-
|
-
|
-
|
|
13 Nop
|
A
|
18,357
|
36,080
|
123,4
|
132,2
|
132,2
|
B
|
15,010
|
60,730
|
155,6
|
156
|
155,28
|
|
C
|
13,880
|
72,250
|
132,5
|
132,3
|
132,2
|
4.2
Hasil Perhitungan
BAB 5. PEMBAHASAN
Penentuan
nilai PER dilakukan dalam 4 tahap, yaitu persiapan hewan uji, persiapan pakan
hewan uji, penimbangan berat badan hewan uji, dan perhitungan PER. Pada
perlakuan persiapan hewan uji, hewan yang digunakan adalah hamster. Sebelum
dilakukan percobaan, hamster tersebut diadaptasi terlebih dahulu diruangan yang
telah ditentukan. Pada masa adaptasi dilakukan selama 2 hari, hamster diberi
pakan yang disiapkan yaitu pellet, tempe, wortel dan toge sebagai sumber
protein nabati.
Pada
persiapan pakan hewan uji. Data kadar zat gizi tersebut digunakan dalam
perhitungan pakan hewan uji.
Pada
penimbangan berat badan hewan uji, berat badan hewan uji ditimbang setiap 2
hari sekali. Sedangkan banyaknya pakan yang dikonsumsi ditimbang setiap hari.
Pakan dan minuman diberikan secara ad libitum,
Data
perubahan berat badan, dan jumlah pakan yang dikonsumsi digunakan untuk
menetapkan nilai PER pakan yang dianalisis mutu proteinnya. Perhitungan nilai
PER dihitung untuk setiap kelompok hewan uji, dengan rumus:
PER
= pertambahan berat badan (gram) : Jumlah protein yang dikonsumsi (gram)
No comments:
Post a Comment