Sunday, 21 October 2012

Protein (Gizi)


BAB 1. PENDAHULUAN

1.1  Latar Belakang
Protein adalah zat gizi makro yang berfungsi sebagai zat pembangun, zat pengatur dan penghasil energ. Sebagai zat pembangun tubuh, protein berperan dalam banyak proses biokimia, seperti proses pembelahan sel, yang membangun jaringan tubuh dalam proses pertumbuhan. Selain itu, protein seperti enzim  dan hormone yang dibangun dari banyak molekul asam amino, berperan penting dalam proses regulasi, antara lain regulasi metabolism dan pengatur keseimbangan asam basa cairan tubuh, dan keseimbangan elektrolit darah. Protein akan dioksidasi menghasilkan energy apabila karbohidrat dan lemak tidak mencukupi kebutuhan energy tubuh.
Proses pengolahan dapat menyebabkan perubahan mutu gizi protein . proses pengolahan yang menggunakan suhu tinggi berakibat pada denaturasi protein yang meningkatkan daya cerna protein. Sebaliknya, reaksi pencoklatan yang terjadi akibat pemanasan menyebabkan penurunan nilai gizi protein.
Untuk menentukan kualitas protein suatu pangan dapat dilihat dari seberapa banyak protein tersebut dapat dicerna dan diserap oleh tubuh. Suatu protein yang mudah dicerna menunjukan bahwa jumlah asam amino yang dapat diserap dan digunakan tubuh, karena sebagian besar akan dibuang oleh tubuh bersama feses ( Muchtadi, 1989 ). Oleh sebab itu perlu diadakan analisis lebih lanjut mengenai daya cerna protein dari suatu bahan pangan. Pengukuran daya cerna protein ini menggunakan hamster, karena diasumsikan bahwa hamster putih memiliki kesamaan fisiologis dengan manusia. Dalam praktikum ini, ransum sumber protein yang diberikan kepada hamster adalah ransum rebon, tempe, casein, dan ransum non protein.


1.2  Tujuan
Menentukan proses pengolahan yang mempengaruhi nilai gizi protein. Selain itu, menentukan kondisi pengolahan yang menurunkan nilai gizi protein minimal. Tujuan lainnya yaitu menentukan mutu protein pada system in vivo menggunakan hewan uji dan parameter protein efficiency ratio (PER), dan menentukan daya cerna protein secara kualitatif dan enzimatis.














BAB 2. TINJAUAN PUSTAKA

Protein merupakan zat yang paling penting dan dibutuhkan oleh semua organisme. Protein adalah bagian dari semua sel hidup dan merupakan bagian tubuh terbesar setelah air. Protein tersusun atas beberapa unit zat yang dinamakan “ asam amino” (Almatsier,Sunita. 2003). Mulai abad 20, mulai dilakukan evaluasi terhadap nilai protein dan komposisi asam amino esensial dalam protein yang dilakukan melalui evaluasi Nilai Gizi Protein menggunakan hamster percobaan ini dilakukan secara in vivo percobaan pada hamster (Nasoetion,Amini)
Protein mempunyai peranan penting bagi tubuh sebagai enzim, pertahanan tubuh, pembentukan dan pertumbuhan tubuh serta sebagai bahan bakar dalam tubuh. Protein membentuk jaringan – jaringan baru yang selalu terjadi di tubuh pada masa pertumbuhan juga pada masa kehamilan. Protein sangat berperan penting dalam membentuk jaringan janin dan pertumbuhan embrio. Jaringan tubuh yang rusak diganti oleh protein sedangkan dalam bahan bakar tubuh protein mengganti keperluan energi apabila karbohidrat dan lemak tidak terpenuhi dalam tubuh. Keseimbangan cairan dalam jaringan dan pembuluh darah dapat menimbulkan tekanan osmotik koloid yang dapat menarik cairan dari jaringan ke dalam pembuluh darah. Sifat amfoter protein yang dapat bereaksi dengan mengatur keseimbangan asam basa dalam tubuh. Molekul protein mengandung fosfor, belerang dan unsur – unsur logam seperti besi dan tembaga dalam pembentukan anti bodi dan pembentukan kompleks dipengaruhi oleh enzim yang bertindak sebagai plasma ( albumin ) yang sangat berperan penting bagi tubuh dalam proses daya tahan tubuh terhadap kekebalan penyakit. Didalam tubuh manusia terdapat komponen – komponen yang lebih kecil yaitu asam amino dan peptida.
Mutu protein dapat dinilai berdasarkan beberapa parameter mutu protein seperti daya cerna protein, dan PER ( Protein Efisiensi Ratio). Daya cerna protein merupakan salah satu parameter mutu protein yang menjelaskan tentang kemudahan protein untuk dihidrolisis menjadi asam amino pembentuknya. Daya cerna protein dapat dinilai secara invitro dengan menggunakan berbagai jenis enzim, baik secara kualitatif maupun secara kuantitatif dan secara in vitro(Anonim,2007).
Protein bermutu tinggi memiliki daya cerna yang tinggi pula. Daya cerna protein adalah ukuran jumlah asam amino yang diserap dari asupan protein tertentu. Daya cerna protein menunjukkan tingkat kemudahan protein untuk dipecah menjadi asam amino atau komponen pembentuknya sehingga mudah diserap tubuh. Nilai kimia tidak menjelaskan secara tepat cara tubuh memanfaatkan protein, karena protein memiliki daya cerna berbeda. Jika protein tidak dicerna menjadi bagian lebih kecil seperti asam amino, dipeptida dan tripeptida, maka asam amino tidak dapt melewati dinding usus halus ke darah, melainkan dibuang ke feses (Tedjasari, 2005).
Protein yang terdapat dalam bahan pangan mudah mengalami perubahan-perubahan, antara lain:
1.      Dapat terdenaturasi oleh perlakuan pemanasan.
2.      Dapat terkoagulasi atau mengendap oleh perlakuan pengasaman.
3.      Dapat mengalami dekomposisi atau pemecahan oleh enzim-enzim proteolitik.
4.      Dapat bereaksi dengan gula reduksi, sehingga menyebabkan terjadinya warna coklat.
Denaturasi protein dapat diartikan suatu perubahan atau modifikasi terhdap struktur sekunder, tersier dan kuartener molekul protein tanpa terjadinya pemecahan ikatan-ikatan kovalen. Karena itu denaturasi dapat diartikan suatu proses terpecahnya ikatan hidrogen, interaksi hidrofobik, ikatan garam dan terbukanya lipatan atau wiru molekul protein. (Winarno, 1992).
Protein bermutu tinggi memiliki daya cerna yang tinggi pula. Daya cerna protein adalah ukuran jumlah asam amino yang diserap dari asupan protein tertentu. Daya cerna protein menunjukkan tingkat kemudahan protein untuk dipecah menjadi asam amino atau komponen pembentuknya sehingga mudah diserap tubuh. Nilai kimia tidak menjelaskan secara tepat cara tubuh memanfaatkan protein, karena protein memiliki daya cerna berbeda. Jika protein tidak dicerna menjadi bagian lebih kecil seperti asam amino, dipeptida dan tripeptida, maka asam amino tidak dapt melewati dinding usus halus ke darah, melainkan dibuang ke feses (Tedjasari, 2005).
Kemampuan suatu protein untuk dihidrolisis menjadi asam amino oleh enzim pencernaan ( protease ) dikenal dengan istilah daya cerna protein (digestibility). Di dalam tubuh organisme sudah terdapat protein yang disebut protein endogen yang berasal dari hormone yang dikeluarkan oleh tubuh kita, namun belum cukup untuk memenuhi kebutuhan tubuh, oleh sebab itu untuk meningkatkan protein tubuh dibutuhkan konsumsi pangan sumber protein yang cukup ,baik pangan nabati maupun hewani. Hampir semua bahan pangan hewani seperti susu, telur, daging, ikan merupakan sumber protein yang baik. Sedangkan bahan makanan sumber protein nabati terdapat pada kacang – kacangan terutama kedele dan kacang hijau serta olahannya seperti tempe dan tahu ( Auliana, 1999 ).
Untuk menentukan kualitas protein suatu pangan dapat dilihat dari seberapa banyak protein tersebut dapat dicerna dan diserap oleh tubuh. Suatu protein yang mudah dicerna menunjukan bahwa jumlah asam amino yang dapat diserap dan digunakan tubuh, karena sebagian besar akan dibuang oleh tubuh bersama feses ( Muchtadi, 1989 ). Oleh sebab itu perlu diadakan analisis lebih lanjut mengenai daya cerna protein dari suatu bahan pangan. Pengukuran daya cerna protein ini menggunakan hamster, karena diasumsikan bahwa hamster putih memiliki kesamaan fisiologis dengan manusia. Dalam praktikum ini, ransum sumber protein yang diberikan kepada hamster adalah ransum rebon, tempe, casein, dan ransum non protein.
PER adalah rasio efisiensi protein yang menunjukkan tingkat kemanfaatan protein pangan yang dikonsumsi. PER pada system in vitro, Nisbah efisiensi protein menunjukkan tingkat kemanfaatan protein pangan yang dikonsumsi. Ukuran PER dapat dinilai secara perhitungan, seperti C-PER (Computed Protein efficiency Ratio). Penentuan C-PER dilakukan untuk pangan yang memiliki nilai PER antara 0.67-3.22. Cara penentuan  C-PER, yaitu 1) tentukan daya cerna in vitro sampel dan kasein baku dengan multi enzim, 2) menentukan kadar AAE sampel dan kasein baku (g AAE/100 gr protein), 3) menentukan persentase masing-masing AAE terhadap pola acuan FAO/WHO  dengan rumus sebagai berikut:
% AAE =    x daya cerna

Bila perhitungan (3) lebih kecil atau sama dengan 100%, maka dilanjutkan ke 5) untuk menentukan nilai bobot masing-masing AAE.
 5) menghitung nilai X dan Y dengan rumus X = jumlah   notasi Y sebagai jumlah bobot.
 6) Menentukan skor AAE contoh dan kasein baku dengan cara Y dibagi X.
7) menentukan SPC =   
8) menentukan nilai C-PER dengan rumus :
C-PER= -2.1074 + 7.1312 (SPC) – 2. 5188 (SPC)2
Sedangkan pengukuran PER secara in vivo dapat dihitung dengan rumus sebagai berikut :  PER =
Penentuan PER menggunakan tikus uji memerlukan waktu yang lama. Penilaian mutu protein dengan ukuran PER in vivo dapat dilakukan pada hewan uji tikus. Tidak seperti C-PER, penentuan PER in vivo menggunakan tikus uji memerlukan waktu lebih lama, yaitu sekitar 28 hari. Namun ukuran PER in vivo dapat menjelasknan pengaruh protein terhadap pertambahan bobot badan. (Tejasari; 2005)
Pemberian pakan secara ad libitum maksudnya adalah memberikan makanan kepada hamster sampai pada saat dimana hewan dalam kondisi kenyang dan enggan lagi makan meski makanan disekitarnya masih ada. Metode pemberian pakan seperti ini biasa diterapkan pada tahap hewan yang masih kecil atau benih. Namun perlu diperhatikan bahwa pakan tersisa yang tidak dimakan ini bisa berubah menjadi racun dan mencemari. Apalagi jika jumlahnya terlalu banyak. Jika demikian, tidak mustahil, hewan akan keracunan dan akhirnya pada mati semua.
Untuk kandungan nutrisi pelet, yaitu Protein 16-19 %, Serat kasar 10 %,  Air  12%,  Lemak  5%,  Ca 1%,  Phosfor  0.7%, vitamin B compleks, C dan mineral. Tempe merupakan sumber vitamin B yang sangat potensial. Jenis vitamin yang terkandung dalam tempe antara lain vitamin B1 (tiamin), B2 (riboflavin), asam pantotenat, asam nikotinat (niasin), vitamin B6 (piridoksin), dan B12 (sianokobalamin). Nilai Kandungan gizi Wortel per 100 g (3.5 oz), yaitu Energi 173 kJ (41 kcal), Karbohidrat 9 g, Gula 5 g, Diet serat 3 g, Lemak 0,2 g, Protein 1 g, Vitamin A equiv. 835 mg (93%), Beta-karoten 8285 mg (77%), Thiamine (Vit. B1) 0.04 mg (3%), Riboflavin (Vit. B2) 0,05 mg (3%), Niacin, (Vit. B3) 1.2 mg (8%), Vitamin B6 0,1 mg (8%), Folat (Vit. B9) 19 mg (5%), Vitamin C 7 mg (12%), Kalsium 33 mg (3%), Besi 0,66 mg (5%), Magnesium 18 mg (5%), Fosfor 35 mg (5%), Kalium 240 mg (5%), Sodium 2,4 mg (0%)
Berikut adalah kandungan gizi pada kecambah per 100 gram, yaitu Energi 50,00 kal, Protein 5,70 gram, Lemak 0,10 gram, Karbohidrat 10 gram, Kalsium 32 mg, Potasium 235 mg, Seng 960 mg, Asam folat 160 mg, Fosfor 96 mg, Kalium 125 mg, Zat besi 1,10 mg, Vitamin A 13.00 RE, Vitamin B 10.13 mg, Vitamin B 20,15 mg, Vitamin C 20,00 mg, Niacin 1,00 mg, Serat 0,70 gram.


Pada kwaci atau biji bunga matahari, kandungan gizinya yaitu :
Zat Gizi
Biji bunga matahari
Energi (kkal)
570
Protein (g)
22,78
Lemak (g)
49,57
Lemak jenuh (g)
5,20
Lemak tidak jenuh tunggal (g)
9,46
Lemak tidak jenuh ganda (g)
32,73
Karbohidrat (g)
18,76
Kalsium (mg)
116
Fosfor (mg)
705
Besi (mg)
6,77
Kalium (mg)
689
Natrium (mg)
3
Tembaga (mg)
1,75
Vitamin C (mg)
1,4
Sumber: www.nutritionanalyzer.com











BAB 3. PROSEDUR ANALISIS


3.1  Tujuan Praktikum
            Tujuan dari praktikum ini adalah menetukan proses pengolahan yang mempengaruhi nilai gizi protein. Selain itu, menentukan kondisi pengolahan yang menurunkan nilai gizi protein minimal. Tujuan lainnya yaitu menentukan mutu protein pada system in vivo menggunakn hewan uji dan parameter protein efficiency ratio (PER), dan menentukan daya cerna protein secara kualitatif enzimatis.

3.2  Alat dan Bahan
3.2.1     Alat
     Peralatan yang digunakan diantaranya yaitu neraca analitik, bak, kandang hamster, tempat makan dan minum.
3.2.2     Bahan
Adapun bahan-bahan yng digunakan yaitu pakan bermutu protein tinggi (wortel, kuaci, toge dan tempe) dan hewan uji (hamster).

3.3  Prosedur Analisa
Protein sempurna, protein yang mengandung asam amino esensial secara cukup dan lengkap, sangat diperlukan untuk pembentukan jaringan. Konsumsi pangan sumber protein sempurna akan berdampak pada peningkatan berat badan, yang menunjukkan kemanfaatan protein bagi pertumbuhan. Nisbah pertambahan berat badan hewan uji akibat sejumlah protein yang dikonsumsinya ditentukan sebagai nilai PER.




BAB 4. HASIL PENGAMATAN DAN PERHITUNGAN

4.1 Hasil Pengamatan

Tanggal
Kandang
X (gr)
Y (gr)
Berat Hanster (gr)
Ulangan 1
Ulangan 2
Ulangan 3
31 Okt
A
-
19,056
-
-
-
B
-
30,077
-
-
-
C
-
36,106
-
-
-
01 Nop
A
2,18
20,180
92,8
92,4
92,7
B
4,36
34,360
111,9
111,8
111,5
C
2,167
38,167
113,3
113,2
112,8
02 Nop
A
30,739
3,215
-
-
-
B
51,526
5,640
-
-
-
C
38,609
1,161
-
-
-
03 Nop
A
8,165
36,000
98,9
99,8
98,7
B
12,164
60,000
121,6
121,7
121,5
C
5,348
72,000
124,2
124.1
124,2
04 Nop
A
12,097
36,052
-
-
-
B
17,274
60,119
-
-
-
C
0,298
72,077
-
-
-
05 Nop
A
11,870
18,357
97,5
97,6
97,6
B
17,754
45,499
125,3
125,3
125,3
C
11,997
60,615
130,1
130,1
130,1
06 Nop
A
25,131
36,047
-
-
-
B
12,850
60,352
-
-
-
C
20,053
72,260
-
-
-
07 Nop
A
25,216
36,010
103,41
103,43
103,39
B
13,820
60,024
132,89
132,83
132,95
C
20,053
72,046
135,42
135,01
135,52
08 Nop
A
12,814
18,022
-
-
-
B
11,226
30,316
-
-
-
C
11,230
36,094
-
-
-
09 Nop
A
7,395
36,152
111,2
111,5
111,8
B
10,932
60,401
141,8
141,3
141,7
C
16,933
72,940
138,3
157,9
138,5
10 Nop
A
19,370
36,104
-
-
-
B
18,330
60,085
-
-
-
C
12,171
72,105
-
-
-
11 Nop
A
17,8274
36,048
120,548
120,624
120,71
B
1,54314
60,153
136,323
146,272
146,56
C
8,5643
72,197
129,123
129,532
129,244
12 Nop
A
20,220
36,020
-
-
-
B
13,470
60,156
-
-
-
C
7,370
72,197
-
-
-
13 Nop
A
18,357
36,080
123,4
132,2
132,2
B
15,010
60,730
155,6
156
155,28
C
13,880
72,250
132,5
132,3
132,2


4.2 Hasil Perhitungan




BAB 5. PEMBAHASAN

Penentuan nilai PER dilakukan dalam 4 tahap, yaitu persiapan hewan uji, persiapan pakan hewan uji, penimbangan berat badan hewan uji, dan perhitungan PER. Pada perlakuan persiapan hewan uji, hewan yang digunakan adalah hamster. Sebelum dilakukan percobaan, hamster tersebut diadaptasi terlebih dahulu diruangan yang telah ditentukan. Pada masa adaptasi dilakukan selama 2 hari, hamster diberi pakan yang disiapkan yaitu pellet, tempe, wortel dan toge sebagai sumber protein nabati.
Pada persiapan pakan hewan uji. Data kadar zat gizi tersebut digunakan dalam perhitungan pakan hewan uji.
Pada penimbangan berat badan hewan uji, berat badan hewan uji ditimbang setiap 2 hari sekali. Sedangkan banyaknya pakan yang dikonsumsi ditimbang setiap hari. Pakan dan minuman diberikan secara ad libitum,
Data perubahan berat badan, dan jumlah pakan yang dikonsumsi digunakan untuk menetapkan nilai PER pakan yang dianalisis mutu proteinnya. Perhitungan nilai PER dihitung untuk setiap kelompok hewan uji, dengan rumus:
PER = pertambahan berat badan (gram) : Jumlah protein yang dikonsumsi (gram)

No comments:

Post a Comment