Sunday 29 May 2011

Proses Pengolahan Kopi

Pada kegiatan praktikum kali ini, kami melakukan praktikum pengolahan kopi yang terdiri atas beberapa kegiatan, yaitu pengamatan buah kopi, pembuatan kopi bubuk, kegiatan mencampur kopi bubuk dengan bahan pencampur, dan pembuatan sirup kopi jahe.

Kopi yang dalam bahasa Arabnya disebut “Kahwa“ dapat dijadikan sebagai minuman non alkoholik dengan aroma dan yang rasa khas. Kopi diperoleh dari buah tanaman kopi (Coffea sp) yang termasuk familia Rubiaceace dan genus Coffea. Kopi memiliki banyak varietas dan beberapa cara pengolahan . Ada sekitar 4500 varietas kopi di dunia yang terbagi ke dalam empat golongan besar, yaitu Coffea canephora, Coffe arabica, Coffea exelsa, dan Coffea Liberika. Di Indonesia, dibudidayakan tiga varietas kopi, yaitu Coffea robusta, Coffea arabica, dan Coffea liberika. Tanaman kopi umumnya mulai berbunga setelah berumur ± 2 tahun, berbunga secara serempak dan bergerombol, daunnya berbentuk bulat telur, ujungnya agak meruncing, umumnya memiliki biji berkeping dua, dan berbatang tegak lurus (Najiati dan Danarti, 2001).

A. Struktur Buah Kopi

Untuk dapat mengetahui struktur buah kopi yang lengkap perlu dilakukan suatu pengirisan seperti pengirisan melintang sehingga akan tampak irisan melintangnya. Buah kopi memiliki struktur buah seperti di bawah ini:

►Bagian-bagian buah kopi terdiri atas:

  1. Kulit luar (Exocarp) : merupakan bagian terluar dari buah kopi yang terdiri atas lapisan tipis, liat, dan pada buah yang masih muda akan berwarna hijau tua lalu berangsur - angsur berwarna hijau kuning, kuning, merah hingga merah kehitaman
  2. Lapisan daging buah (Mexocarp) : merupakan daging buah yang berlendir dan rasanya agak manis apabila sudah masak.
  3. Lapisan kulit tanduk (Endocarp) : merupakan kulit bagian dalam dengan strukturcukup keras dan disebut kulit tanduk
  4. Biji kopi terdiri dari 2 bagian, yaitu:

- Putih lembaga / endosperm terdapat lembaga (embrio)‏

- Kulit ari / kulit biji

  1. Celah merupakan rongga kosong berupa saluran memanjang sepanjang ukuran biji

Komposisi buah kopi adalah sebagai berikut:

ü 40 % terdiri dari pulp,

ü 20 % lendir (mucilage) dan

ü 40 % adalah biji kopi dan kulit majemuk.

Buah kopi yang sudah masak umumnya berwarna kuning kemerahan sampai merah tua (merah kehitaman bila lewat masak), tetapi ada pula yang belum cukup tua sudah berwarna kuning kemerahan pucat yaitu buah kopi yang terserang hama bubuk buah kopi. Buah kopi biasanya memiliki dua keping biji, tetapi juga ada yang hanya mengandung satu keping biji saja bahkan ada yang tidak mempunyai keping biji sama sekali yang disebut kopi gabug (Djumarti, 1999).

Berdasarkan hasil pengamatan praktikum terhadap buah kopi, diketahui bahwa buah kopi yang masih muda berwarna hijau hingga hijau tua, buah kopi yang tua (nyadam) berwarna hijau kemerahan, oranye hingga merah kekuningan, dan buah kopi yang matang (lewat masak) berwarna merah tua hingga merah kehitaman.Hal ini sudah sesuai dengan literatur. Namun, dari hasil kelompok 2 diketahui bahwa warna buah kopi matang adalah hijau kemerahan. Hal ini tidak sesuai dengan literatur dan ini dapat disebabkan oleh kesalahan dalam pengamatan yang kurang cermat. Ukuran besar ditinjau dari panjang dan lebar buah kopi pada 3 tingkat kematangan adalah bervariasi dan cenderung berkisar pada nilai 1,1-1,831 cm (panjang) dan berkisar di antara nilai 1,2-1,7 cm (lebar). Berat buah kopi pada 3 tingkat kematangan juga bervariasi, cenderung berkisar pada nilai 1,2-2,6173 gram dan berat buah yang sudah masak (lewat masak) dari hasil beberapa kelompok cenderung lebih berat daripada buah yang masih muda karena total padatan pada buah yang masak akan lebih banyak. Ukuran keseragaman buah kopi pada 3 tingkat kematangan adalah cenderung tidak seragam karena berat, panjang, dan lebarnya berbeda cukup jauh. Namun, hasil pengamatan kelompok 2 dan 6 menunjukkan bahwa buah kopi muda memiliki keseragaman serta hasil pengamatan kelompok 1 menunjukkan bahwa buah kopi nyadam dan matang adalah seragam. Adanya perbedaan hasil ini disebabkan karena perbedaan pengamat dan tingkat kecermatan dalam pengamatan sehingga pengamatan ini bersifat subyektif tergantung pada masing-masing pengamat.

B. Teknologi Pengolahan Buah Kopi

Setelah proses pemanenan, maka buah kopi akan memasuki tahapan pengolahan lalu dipasarkan. Kopi yang dipasarkan biasanya berupa biji kopi kering yang sudah terlepas dari daging buah dan kulit arinya (disebut kopi beras). Pengolahan pada buah kopi bertujuan untuk memisahkan biji kopi dari kulitnya dan mengeringkan biji kopi tersebut sehingga diperoleh kopi beras dengan kadar air 10-13 % dan siap dipasarkan.

Kopi beras yang sudah siap untuk diperdagangkan berasal dari buah kopi basah yang telah mengalami beberapa tingkat proses pengolahan. Secara garis besar dan berdasarkan cara kerjanya, maka terdapat dua cara pengolahan buah kopi basah menjadi kopi beras, yaitu yang disebut pengolahan buah kopi cara basah dan cara kering. Pengolahan buah kopi secara basah biasa disebut W.I..B. (West lndische Bereiding), sedangkan pengolahan cara kering biasa disebut O.I.B. (Ost Indische Bereiding) (Anonim, 2008:2).

* Pengolahan Cara Kering

Pengolahan cara kering seringkali digunakan oleh kalangan petani karena membutuhkan biaya investasi yang cukup rendah dan peralatan yang cukup sederhana. Metode pengolahan ini biasanya dilakukan untuk mengolah kopi berwarna hijau, kopi hampa, dan kopi yang terserang bubuk (penyakit). Tahapan pengolahannya adalah sebagai berikut:

1. Sortasi gelondong

Teknik sortasi ini dilakukan dengan cara memisahkan kopi yang berwarna hijau, hampa, dan terserang bubuk (penyakit) yang baru datang dari kebun dengan kopi yang sehat dan berwarna merah (kopi berwarna merah akan menghasilkan kopi bermutu baik).

2. Pengeringan

Proses ini bertujuan untuk menurunkan kadar air biji kopi dari 53-55 % menjadi 8 – 10 % sehingga kopi tidak mudah terserang cendawan dan tidak mudah pecah ketika di hulling.Teknik ini dapat dilakukan secara alami dengan cara dijemur di bawah sinar matahari selama 2-3 minggu, pengeringan buatan (mesin pengering), atau dengan kombinasi antara pengeringan alami dan buatan hingga diperoleh kopi dengan kadar air sekitar 10-13%.

3. Hulling

Proses hulling pada pengolahan cara kering bertujuan untuk memisahkan biji kopi dari kulit buah, kulit tanduk, dan kulit arinya. Hulling dapat dilakukan dengan huller yang terdiri atas 3 tipe, yaitu huller manual, huller dengan penggerak motor, dan hummer mill.

4. Sortasi biji

Proses ini bertujuan untuk untuk membersihkan/memisahkan kopi beras dari kotoran sehingga memenuhi syarat mutu dan mengklasifikasikan kopi tersebut menurut standar mutu yg telah ditetapkan, misalnya ditinjau dari keseragaman biji, warna biji, serta utuh atau pecahnya biji.

(Ciptadi dan Nasution, 1978).

* Pengolahan Cara Basah

Pengolahan cara basah seringkali digunakan oleh perusahaan karena membutuhkan biaya investasi yang cukup besar dan peralatan yang kompleks/modern (tidak sederhana). Metode pengolahan ini biasanya dilakukan untuk mengolah kopi yang berwarna merah dan sehat. Tahapan pengolahannya adalah sebagai berikut:

1. Sortasi gelondong

Kegiatan ini bertujuan untuk memisahkan kopi sehat berwarna merah dari kopi berwarna hijau, hampa, dan terserang bubuk (penyakit). Alat sortasinya berupa bak gelondong. Teknik ini dilakukan cara memasukkan kopi ke dalam bak sortasi lalu diisi dengan air sampai penuh kemudian diaduk. Kopi yang hampa, terserang bubuk atau tidak sehat akan mengapung di atas permukaan air dan akan diolah secara kering. Sedangkan kopi yang bernas (baik) akan tenggelam di dasar bak dan ini akan disalurkan ke mesin pulper untuk selanjutnya diolah secara basah.

2. Pulping (pengupasan kulit buah)

Tujuan pulping adalah untuk memisahkan biji kopi dari kulit buahnya sehingga hanya akan diperoleh biji kopi yang masih terbungkus oleh kulit tanduknya. Alat yang digunakan adalah mesin pulper. Ada 2 tipe mesin pulper yaitu vis pulper dan raung pulper. Vis pulper berfungsi sebagai pengupas kulit saja sehingga biji kopi masih perlu difermentasi dan dicuci lagi. Sedangkan raung pulper juga berfungsi sebagai pencuci sehingga hasilnya tidak perlu difermentasi dan dicuci lagi tetapi dapat langssung dikeringkan karena sudah bebas dari lendir. Mesin pulper punya 2 bagian penting berupa silinder dan plat pememar. Pada saat melewati bagian ini, biji kopi akan tergencet dan terkelupas kulitnya. Biasanya setiap mesin dilengkapi 2-3 silinder (Najiati dan Danarti, 2001).

3. Fermentasi

Proses fermentasi bertujuan untuk menghilangkan lapisan daging buah berlendir yang melekat pada kulit tanduk (parchement) disebut “mucilage”. Proses ini dilakukan dengan bantuan kegiatan jazad renik bakteri asam laktat yang menyebabkan pemecahan komponen lapisan lendir yaitu protopektin dan gula diurai menjadi asam-asam dan alkohol sehingga lapisan lendir mudah terlepas dari kulit tanduknya. Lama fermentasi sekitar 1,5 – 4,5 hari karena bila terlalu lama (over fermented) akan menghasilkan kopi beras berbau apek sebab telah terjadi pemecahan komponen isi putih lembaga.

Macam cara fermentasi

v Fermentasi basah : dilakukan dengan cara kopi direndam 10 jam, air dikeluarkan melalui lubang-lubang di bagian bawah bak sambil diaduk-aduk, lalu diisi air lagi setiap 3-4 jam air rendaman diganti sambil diaduk. Lama fermentasi 36-40 jam, bila lebih kopi berbau busuk dan mutunya rendah.

v Fermentasi kering : dilakukan dengan cara menumpuk kopi yang baru keluar dari mesin pulper dan ditutup dengan goni agar lembab, lalu setiap 5-6 jam diaduk agar fermentasi merata. Lama fermentasi 2-3 hari.

Perubahan-perubahan yang terjadi selama proses fermentasi adalah sebagai berikut :

  1. Pemecahan komponen mucilage

Lapisan berlendir mempunyai bagian terpenting berupa komponen protopektin yaitu suatu insoluble complex tempat terjadinya meta cellular lactice dari daging buah. Material inilah yang terpecah dalam proses fementasi. Ada yang berpendapat bahwa tejadinya pemecahan getah itu adalah sebagai akibat bekerjanya suatu enzim yang terdapat dalam buah kopi. Enzim ini termasuk sejenis katalase yang akan memecah protopektin dalam buah kopi. Kondisi fermentasi dengan pH 5.5-6.0, pemecahan getah akan berjalan cukup cepat. Apabila pH diturunkan menjadi, 4.0 maka kecepatan pemecahan akan menjadi tiga kali lebih cepat dan apabila pH 3.65 pemecahan akan menjadi dua kali lebih cepat. Dengan penambahan larutan penyangga fosfat sitrat maka kondisi pH akan dapat stabil bagi aktivitas protopektinase. Dalam proses fermentasi dapat ditambahkan 0.025 persen enzim pektinase yang dihasilkan dari isolasi sejenis kacang. Dengan penambahan 0..025 persen enzim pektinase maka fementasi dapat berlangsung selama 5 sampai 10 jam dengan menaikkan suhu sedikit. Sedangkan bagi proses fermentasi yang alami diperlukan waktu sekitar 36 jam. Pada waktu buah kopi tersebut mengalami pulping sebagian besar enzym tersebut terpisah dari kulit dan daging buah, akan tetapi sebagian kecil masih tertinggal dalam bagian sari buah kopi.

  1. Pemecahan gula

Sukrosa merupakan komponen penting dalam daging buah kopi. Kadar gula akan meningkat dengan cepat selama proses pematangan buah yang dapat dikenal dengan adanya rasa manis. Gula adalah senyawaan yang larut dalam air, oleh karena itu dengan adanya proses pencucian lebih dari 15 menit akan banyak menyebabkan terjadinya banyak kehilangan konsentrasinya. Proses difusi gula dari biji melalui parchment ke daging buah yang berjalan sangat lambat. Proses ini terjadi sewaktu perendaman dalam bak pengumpul dan pemisahan buah. Oleh karena itu kadar gula dalam daging biji akan mempengaruhi konsentrasi gula di dalam getah beberapa jam setelah fermentasi. Sebagai hasil proses pemecahan gula adalah asam laktat dan asam asetatn dengan kadar asam laktat yang lebih besar. Asam-asam lain yang dihasilkan dari proses fermentasi ini adalah etanol, asam butirat dan propionat. Asam lain akan memberikan onion flavor.

  1. Perubahan warna kulit biji

Biji kopi yang telah terpisahkan dari pulp dan parchment maka kulit ari akan bewarna coklat. Juga jaringan daging biji akan bewarna sedikit kecoklatan yang tadinya bewarna abu-abu atau abu-abu kebiruan. Proses browning ini terjadi akibat oksidasi polifenol. Terjadinya warna kecoklatan yang kurang menarik ini dapat dicegah dalam proses fermentasi melalui pemakaian air pencucian yang bersifat alkalis (basa) (http://library.usu.ac.id/download/fp/tekper-ridwansyah4.pdf).

4. Pencucian

Pencucian berfungsi untuk menghilangkan lendir ataupun cemaran yang masih melekat pada biji kopi. Ada 2 macam cara pencuian, yaitu:

a). pencucian dengan tangan (hand washing) : biji kopi diaduk dengan tangan/diinjak-injak dengan kaki pada air mengalir

b). pencucian dengan mesin : biji kopi dimasukkan ke dalam mesin pengaduk yang berputar pada sumbu horisontal dan mendorong biji kopi dengan air mengalir sehingga lapisan lendir yang masih melekat pada biji akan lepas dan terbuang bersama aliran air sehingga apabila biji sudah bersih ( tidak licin lagi ) dapat langsung dikeringkan

5. Pengeringan

Proses ini bertujuan untuk menurunkan kadar air biji kopi dari 53-55 % menjadi 8 – 10 % sehingga kopi tidak mudah terserang cendawan dan tidak mudah pecah ketika di hulling. Prosesnya dapat dilakukan dengan pengeringan alami (sun drying), pengeringan buatan (artificial drying), atau kombinasi antara kedua metode tersebut. Pengeringan buatan/mekanis dilakukan melalui penguapan dgn jalan pemanasan. Dalam proses penguapan dibedakan menjadi 2 stadium yaitu:

a. Stadium lembab à pada suhu 65o-100oC terjadi penguapan air permukaan sehingga kadar air turun dari 55 % menjad 30 %

b. Stadium higroskopis à pada suhu 50o-60oC penguapan air dari dalam sel sehingga kadar air turun dari 30 % menjadi 8 – 10 %, stadium ini sangat penting karena dapat mempengaruhi mutu, tetapu apabila terjadiover dried akan mempengaruhi warna.

6. Hulling (pemecahan kulit tanduk)

Tujuan hulling pada proses ini adalah untuk memisahkan biji kopi yang sudah kering dari kulit tanduk, dan kulit arinya. Hulling dapat dilakukan dengan huller yang memiliki silinder yang dapat berputar horisontal..

7. Sortasi kering

Proses ini bertujuan untuk untuk membersihkan/memisahkan kopi beras dari kotoran sehingga memenuhi syarat mutu dan mengklasifikasikan kopi tersebut menurut standar mutu yg telah ditetapkan, misalnya ditinjau dari keseragaman biji, warna biji, serta utuh atau pecahnya biji

(Soenaryo dan Ismayadi, 1988).

Secara singkat, perbedaan proses pengolahan kopi cara kering dan cara basah dapat dituliskan sebagai berikut:

1. Pengolahan cara kering

* Dilakukan oleh kalangan petani

* Butuh biaya investasi cukup rendah

* Peralatannya sederhana

* Kopi yang biasa diolah dengan cara ini adalah kopi yang berwarna hijau, kopi hampa, dan kopi yang terserang bubuk (penyakit)

* Tahapan pengolahannya terdiri atas 4 macam, yaitu sortasi gelondong, pengeringan, hulling, dan sortasi biji

* Tujuan hulling pada proses ini adalah untuk memisahkan biji kopi dari kulit buah, kulit tanduk, dan kulit ari

* Pengupasan kulit buah, kulit tanduk dan kulit ari dilakukan setelah kering (kopi gelondong)

2. Pengolahan cara basah

* Dilakukan oleh perusahaan besar

* Butuh biaya investasi yang besar (mahal)

* Peralatannya kompleks (tidak sederhana)

* Kopi yang biasa diolah dengan cara ini adalah kopi yang sehat dan berwarna merah

* Tahapan pengolahannya terdiri atas 7 macam, yaitu sortasi gelondong, pulping, fermentasi, pencucian, pengeringan, hulling, dan sortasi kering

* Tujuan hulling pada proses ini adalah untuk memisahkan biji kopi yang sudah kering dari kulit tanduk, dan kulit ari

* Pengupasan kulit buah dilakukan sewaktu buah masih basah (pulping)

C. Proses Pembuatan Kopi bubuk

Kopi biji belum mempunyai aroma dan citarasa yang enak. Citarasa baru timbul setelah dilakukan proses perendangan (roasting) pada biji kopi. Kopi bubuk diperoleh dari proses pengolahan kopi biji yang terdiri atas perendangan/ penyangraian, penggilingan dan pengayakan. Flavour kopi yang dihasilkan selama proses pengolahan kopi bubuk dipengaruhi oleh jenis kopi yang digunakan, cara pengolahan biji kopi, perendangan, penggilingan, penyimpanan, dan metode penyeduhan kopi. Kopi bubuk yang baik memiliki standar mutu tertentu yang telah ditetapkan (Djumarti, 1999).

Ada beberapa tahapan proses yang dilakukan untuk membuat kopi bubuk, yaitu:

a) Penyangraian/perendangan/roasting

Perendangan (penyangraian) merupakan proses pemanasan kopi beras pada suhu 200o – 225 oC. Tujuan penyangraian adalah untuk mendapatkan kopi rendang yang berwarna coklat kayu manis kehitaman. Penyangraian juga berfungsi penting dalam pembentukan aroma, flavor, dan warna seduhan khas kopi. Berdasarkan suhu penyangraian yang digunakan kopi sangrai dibedakan atas 3 golongan yaitu : ligh roast dengan suhu 193oC sampai 199°C, medium roast dengan suhu 204°C dan dark roast denngan suhu 213oC sampai 221°C. Light roast menghilangkan 3-5% kadar air, medium roast 5-8 % dan dark roast 8-14%.

Selama proses perendangan, biji kopi akan mengalami 2 tahapan proses penting yaitu :

a. Penguapan air pada suhu 100oC

b. Pirolisis pada suhu 180oC – 225oC à tahap ini merupakan taha[ terjadinya perubahan kimia dengan disertasi degradasi dan sintesis senyawa kimia pada suhu tinggi. Pada tahap ini kopi akan mengalami perubahan- perubahan kimia antara lain :

1. Pengarangan serat kasar

2. Terbentuknya senyawa volatile

3. Penguapan zat-zat asam

4. Terbentuknya zat beraroma khas kopi

5. Pengurangan berat 10%

6. Perubahan komposisi kimia

►Perubahan Sifat Fisik dan Kimia Selama Perendangan/Penyangraian

1. Swelling à selama perendangan akan terbentuk gas-gas CO2 yang kemudian mengisi ruang di dalam sel atau pori-pori kopi.

2. Penguapan air

3. Terbentuk senyawa volatile

4. Karamelisasi karbohidrat

5. Pengarangan serat kasar

6. Denaturasi protein

7. Terbentuknya gas CO2 sebagai hasil oksidasi

8. Terbentuknya aroma yang khas pada kopi à cafeol, diacety, diacetylketon, vanillone, eugenol dll.

9. Perubahan-perubahan warna terjadi secara berturut-turut dari hijau atau coklat muda menjadi coklat kayu manis lalu hitam dengan permukaan berminyak. Bila kopi sudah berwarna kehitaman dan mudah pecah (retak), maka penyangraian segera dihentikan dan kopi segera diangkat lalu didinginkan. Perubahan warna biji kopi menjadi coklat ini disebabkan karena terjadinya karamelisasi karbohidrat yang terkandung dalam kopi akibat penggunaan suhu yang sangat tinggi dalam proses penyangraian.

Berikut ini adalah jenis senyawa yang dapat membentuk aroma pada kopi:

  1. Golongan fenol dan asam tidak mudah menguap, seperti asam klorogenat dan asam kuinat, asam kafeat, dan riboflavin
  2. Golongan senyawa karbonil netral, seperti formaldehid, aseton dan asetaldehid, vanillin
  3. Golongan senyawa karbonil asam, seperti asetoasetat dan keton kaproat, oksaloasetat, hidroksi piruvat, merkaptopiruvat
  4. Golongan asam amino bebas, seperti leusin, isoleusin, alanin, threonin, glysin dan asam aspartat.
  5. Golongan asam mudah menguap, seperti asam asetat, asam propionate, asam butirat dan asam valerat.

Perendangan dapat dilakukan secara terbuka dan tertutup. Perendangan secara tertutup akan menghasilkan kopi bubuk yang mempunyai rasa agak asam akibat tertahannya air dan beberapa jenis asam yang mudah menguap sehingga aromanya lebih tajam karena senyawa kimia yang mempunyai aroma khas kopi tidak banyak yang menguap. Selain itu kopi akan terhindar dari pencemaran bau yang berasal dari luar seperti bau bahan bakar atau bau gas hasil pembakaran yang tidak sempurna. Perendangan secara terbuka dilakukan dengan menggunakan wajan. Alat penyangrai terdiri dari silinder, pemanas, dan alat penggerak atau pemutar silinder.

Sebagian kecil dari kaffein akan menguap dan terbentuk komponen-komponen lain yaitu aseton, furfural, amonia, trimethylamine, asam formiat dan asam asetat pada saat penyangraian. Caffein di dalam kopi terdapat sebagai senyawa bebas maupun dalam bentuk kombinasi dengan klorogenat sebagai senyawa kalium klorogenat. Oleh karena itu, akan terjadi perubahan citarasa dan flavor kopi yang telah disangrai (http://kopigayo.blogspot.com/2008/03/pengolahan-kopi.html).

Faktor suhu dan lama penyangraian sangat berpengaruh terhadap produk hasil olahan. Proses roasting biasanya berlangsung 15-30 menit dengan waktu paling optimal sekitar 20 menit pada suhu sekitar 180oC -204oC karena pada suhu dan waktu kurang dari itu, maka pembentukan senyawa flavor khas tidak berlangsung optimal serta penguapan senyawa asam hanya sedikit akibatnya kopi akan terasa sedikit asam. Sedangkan pada suhu dan waktu lebih dari itu, maka kehilangan senyawa aroma khas kopi akan besar sehingga aroma kopi berkurang. Penyangraian ya ng terlalu lama pada suhu yang juga terlalu tinggi akan menurunkan kualitas kopi terutama pada kualitas aroma dan warna seduhan karena bila terlalu lama bisa menyebabkan terbentuknya warna yang hitam dan rasa pahit serta kehilangan senyawa aroma yang mudah menguap.

Berdasarkan hasil pengamatan terhadap hasil penyangraian selama 15 menit, 20 menit, dan 25 menit, diketahui bahwa pada kelompok 1 dan 2 (sangrai 15’) warna berubah dari coklat muda (+1) menjadi coklat muda (+3). Kelompok 3 (sangrai 20’) warna berubah dari coklat muda menjadi hitam. Kelompok 4 (sangrai 20’) warna berubah dari coklat muda (+1) menjadi coklat kehitaman (+2). Kelompok 5 (sangrai 25’) warna berubah dari coklat muda menjadi coklat tua. Kelompok 6 (sangrai 25’) warna berubah dari kuning kecoklatan menjadi coklat muda. Penyimpangan terjadi pada hasil sangrai kopi kelompok 3 (sangrai 20’) yang berwarna hitam seharusnya biji kopi berwarna coklat tua atau coklat kehitaman. Hal ini bisa disebabkan oleh karena penggunaan suhu kompor yang terlalu tinggi (api terlalu besar sehingga cepat gosong). Penyimpangan juga terjadi pada kelompok 6 (sangrai 25’), kopinya berwarna kuning kecoklatan. Seharusnya kopinya berwarna coklat kehitaman karena lama waktu penyangraian lebih lama. Hal ini dapat disebabkan karena api kompor untuk menyangrai terlalu kecil, suhu penyangraian tidak stabil serta penyangraian kurang merata ataupun karena kesalahan pengamatan yang dilakukan praktikan terhadap perubahan warna biji kopi hasil sangrai.

b) Penggilingan(penumbukan)

Penggilingan merupakan proses pemecahan (penggilingan) butir-butir biji kopi yg telah direndang/disangrai untuk mendapatkan kopi bubuk yg berukuran maksimal 75 mesh. Ukuran butir-butir (partikel-partikel) bubuk kopi akan berpengaruh terhadap rasa seduhan dan aroma kopi. Semakin kecil ukurannya akan semakin baik rasa dan aromanya karena sebagian besar bahan-bahan yang terdapat di dalam kopi bisa larut dalam air ketika diseduh. Penggilingan oleh industri kecil / pabrik dilakukan dengan menggunakan mesin giling yang dilengkapi alat pengatur ukuran partikel kopi sehingga secara otomatis bubuk kopi yang keluar sudah mempunyai ukuran seperti yang diinginkan tidak perlu disaring lagi. Penggilingan dilakukan terhadap biji kopi hasil penyangraian untuk mendapatkan kopi bubuk. Penggilingan menjadi partikel yang halus dapat mengakibatkan hilangnya substansi volatile karena panas yang timbul dalam proses penggilingan. Kehilangan aroma pada kopi dapat disebabkan karena menguapnya zat caffeol yang beraroma khas kopi sehingga aroma khas dari kopi akan menjadi kurang tajam.

c) Pengayakan

Pengayakan bertujuan untuk memeperoleh kopi bubuk yang halus dan seragam. Pada umunya dilakukann dengan alat pengayak yang mempunyai ukuran 40 mesh. Ukuran mesh menunjukkan bahwa setiap 1 inchi2 terdapat sejumlah lubang ayakan. Ukuran partikel kopi bubuk dikelompokkan menjadi tiga macam yaitu kasar (regular grind), sedang (drip grind) dan halus (fine grind).‏ Ukuran butir-butir (partikel-partikel) bubuk kopi akan berpengaruh terhadap rasa seduhan dan aroma kopi. Semakin kecil ukurannya akan semakin baik rasa dan aromanya karena sebagian besar bahan-bahan yang terdapat di dalam kopi bisa larut dalam air ketika diseduh (Ciptadi dan Nasution, 1978).

Dalam kegiatan praktikum kali ini digunakan ayakan berukuran 60 mesh dan 80 mesh. Ayakan 60 mesh berarti setiap 1 inchi2 terdapat sejumlah 60 lubang ayakan dan ayakan 80 mesh berarti setiap 1 inchi2 terdapat sejumlah 80 lubang ayakan. Berarti lubang pada ayakan 60 mesh berukuran lebih besar sehingga memungkinkan jumlah kopi bubuk hasil ayakan adalah lebih banyak dan bentuknya lebih kasar. Sedangkan kopi bubuk yang diayak dengan ayakan 80 mesh akan memiliki jumlah hasil ayakan yang lebih sedikit dan teksturnya lebih halus karena ukuran lubang ayakannya lebih kecil.

Berdasarkan hasil pengamatan diketahui bahwa hasil pengayakan kopi bubuk (berat akhir kopi bubuk) dengan berat awal 150 gram, pada kelompok 1 (ayakan 60 mesh+sangrai 15’) adalah 66.1 gr, pada kelompok 2 (ayakan 80 mesh+sangrai 15’) adalah 94 gr, pada kelompok 3 (ayakan 60 mesh+sangrai 20’) adalah 82.8 gr , pada kelompok 4 (ayakan 80 mesh+sangrai 20’) adalah 91.2 gr, pada kelompok 5 (ayakan 60 mesh+sangrai 25’) adalah 91.75 gr, pada kelompok (ayakan 80 mesh+sangrai 25’) adalah 68.5 gr. Hasil pengayakan kopi bubuk (berat akhir kopi bubuk) dengan ayakan 80 mesh pada kelompok 2 dan 4 memiliki hasil lebih banyak daripada berat akhir kopi bubuk yang diayak dengan ayakan 60 mesh, seharusnya berat akhir kopi bubuk yang diayak dengan ayakan 80 mesh lebih sedikit karena ukuran lubang ayakannya lebih kecil sehingga partikel kopi yang lolos ayakan seharusnya juga semakin sedikit. Penyimpangan ini dapat disebabkan karena teknik pengayakan praktikan yang kurang benar (terlalu ditekan-tekan) sehingga banyak partikel kopi yang lolos secara paksa akibatnya berat akhir menjdai lebih banyak serta kesalahan pada saat penimbangan yang tidak cermat.

Penggunaan bahan pencampur pada kopi bubuk mempunyai peranan untuk menentukan aroma dan rasa kopi bubuk yang unik dan khas. Penggunaan bahan pencampur dapat meningkatkan aroma dan citarasa kopi serta mutu jual maupun kualitas kopi, namun juga dapat mengurangi tingkat kemurnian kopi bubuk maupun perubahan kadar komponen senyawa lain yang ada dalam kopi bubuk sehingga penggunaan bahan pencampur hanya diberikan pada beberapa tingkat konsentrasi tertentu. Bahan pencampur yang digunakan dalam kegiatan praktikum kali ini adalah susu bubuk dengan berbagai konsentrasi, mulai 5%, 10%, 15%, 20%, 25% dan 30%.

Pada praktikum kali ini akan dilakukan uji organoleptik terhadap beberapa panelis tentang aroma, rasa, dan tingkat kesukaan terhadap kopi bubuk yang ditambah bahan pencampur serta penentuan kadar air dan kadar sari kopi bubuk.

Uji organoleptik dilakukan oleh beberapa orang panelis yang tidak terlatih yaitu para praktikan sendiri (diambil 5 orang panelis dari setiap kelompok) sehingga hasilnya nanti masih kurang begitu akurat dan bersifat subyektif bergantung pada tingkat kesukaan dari para praktikan penguji karena biasanya akan ada sebagian praktikan yang sangat suka bahkan sangat tidak suka pada kopi.

Rasa dan aroma kopi bubuk yang dicampur bahan pencampur ditentukan oleh proses penyangraian, pengayakan, maupun konsentrasi campuran kopi bubuk. Penyangraian pada suhu dan waktu optimum serta pengayakan yang semakin halus akan meningkatkan pembentukan aroma dan flavor kopi yang khas.

Berdasarkan hasil pengujian organoleptik terhadap aroma, rasa, dan tingkat kesukaan diketahui bahwa konsentrasi bahan pencampur 25% paling disukai oleh panelis (tingkat kesukaannya tinggi/sangat disukai), sedangkan yang paling tidak disukai adalah kopi bubuk dengan konsentrasi bahan pencampur 30%. Sedangkan untuk konsentrasi lainnya, memiliki tingkat kesukaan medium (tidak terlalu tinggi). Penggunaan bahan pencampur pada komposisi yang tidak tepat (terlalu banyak) dapat menyebabkan lemahnya aroma kopi.

Penentuan kadar air dilakukan untuk menentukan jumlah kandungan air yang terdapat dalam kopi bubuk yang telah dicampur dengan susu bubuk. Kadar air menyatakan jumlah kandungan air dalam kopi bubuk yang telah dicampur. Jumlah kadar air kopi bubuk akan semakin kecil seiring dengan peningkatan jumlah konsentrasi bahan pencampur yang ditambahkan karena perbandingan air terhadap total padatan dalam kopi bubuk juga akan semakin kecil.

Berdasarkan hasil perhitungan diketahui bahwa kadar air kopi bubuk yang dicampur susu bubuk 5% adalah 1.645%, susu bubuk 10% adalah 1.658%, susu bubuk 15% adalah 0.499%, susu bubuk 20% adalah 8.03%, susu bubuk 25% adalah -1.976%, dan susu bubuk 30% adalah 11. 065%. Penyimpangan terjadi karena kadar air semakin meningkat ketika konsentrasi bahan pencampur yng ditambahkan semakin banyak serta ada kadar air yang bernilai negatif pada konsentrasi campuran susu bubuk 25%. Penyimpangan ini dapat disebabkan karena kesalahan praktikan dalam penimbangan sampel yang tidak cermat.

Penentuan kadar sari dilakukan untuk menentukan tingkat kemurnian kopi bubuk (kadar kopi) yang telah dicampur bahan pencampur. Kadar sari menyatakan jumlah total padatan kopi yang terlarut yang besarnya dipengaruhi oleh perbandingan antara padatan dan cairan, lamanya waktu kontak, suhu, serta ukuran partikel kopi bubuk. Jika kadar sarinya besar berarti jumlah total padatan kopi terlarutnya besar. Dasar penentuan kadar sari dilakukan dengan melarutkan/mengekstraksi kopi bubuk dalam air panas lalu dihitung perubahan beratnya setelah dioven. Penggunaan air panas bertujuan untuk mempercepat proses ekstraksi senyawa pembentuk aroma dalam kopi. Suhu air panas untuk menyeduh kopi yang optimum adalah sekitar 85oC- 95oC agar padatan terlarut dapat terekstrak dalam jumlah yang cukup dan mampu memberikan rasa mantap pada seduhan kopi. Suhu air yang terlalu tinggi dapat melarutkan senyawa pahit dalam kopi sehingga kopi akan terasa pahit (Winarno,1993).

Kandungan kadar sari yang baik untuk kopi bubuk yang telah dicampur dengan bahan pencampur adalah sekitar 60% sehingga apabila kadar sari kurang dari angka tersebut, maka kualitas kopi bubuk kurang baik.

Berdasarkan hasil perhitungan diketahui bahwa kadar sari kopi bubuk yang dicampur susu bubuk 5% adalah 118%, susu bubuk 10% adalah 68.75%, pada susu bubuk 15% adalah 118.25%, susu bubuk 20% adalah 86.5%, pada susu bubuk 25% adalah -106.5%, dan susu bubuk 30% adalah -758.75%. Penyimpangan terjadi karena kadar sari pada kopi bubuk yang dicampur susu bubuk dengan konsentrasi 25% dan 30% bernilai negatif serta pada konsentrasi campuran susu bubuk 5% dan 15% kadar sarinya bernilai lebih dari 100% seharusnya tidak demikian. Konsentrasi campuran yang menghasilkan kadar sari cukup tinggi adalah konsentrasi 10% dan 20%. Penyimpangan ini dapat disebabkan karena kesalahan praktikan dalam penimbangan sampel yang tidak cermat.

D. Proses Pembuatan Sirup Kopi Jahe

Penambahan bahan pencampur dapat meningkatkan aroma dan citarasa kopi yang unik dan khas. Bahan pencampur yang ditambahkan dapat berupa rempah-rempah seperti jahe sehingga akan dihasilkan sirup kopi jahe. Jahe merupakan jenis rempah-rempah yang memiliki aroma sangat kuat dan khas karena adanya kandungan senyawa fenol. Minyak atsiri jahe yang terdiri atas zingiberen dan zingiberol dapat menyebabkan timbulnya aroma harum yang khas dan oleoresin jahe yang terdiri atas gingerol, shogaol, serta zingeron dapat menyebabkan rasa pedas. Oleh karena, memiliki aroma yang harum jahe dijadikan sebagai bahan pencampur kopi bubuk dengan harapan dapat meningkatkan aroma dan flavor seduhan kopi (Anonim, 2008: 6).

Penambahan jahe dalam bentuk jus jahe akan menyebabkan aroma dan citarasa khas sirup kopi jahe lebih tajam karena komponen senyawa atsiri jahe dalam bentuk cair akan mudah terlarut dan bercampur dengan partikel jahe saat diseduh. Sedangkan, aroma dan citarasa sirup kopi jahe yang ditambah jahe parut agak kurang tajam karena masih ada komponen padatan jahe yang tidak mudah bercampur serta larut saat diseduh. Untuk aroma dan citarasa sirup kopi jahe yang ditambah jahe bubuk akan kurang/tidak tajam karena senyawa atsiri jahe banyak yang hilang saat proses pembuatan bubuk jahe sehingga aroma kurang tajam. Berdasarkan hasil tersebut seharusnya sirup kopi jahe yang memiliki aroma dan citarasa khas kopi dan jahe yang paling tajam adalah pada penambahan jus jahe 20%.

Berdasarkan hasil pengujian organoleptik terhadap aroma, rasa, dan tingkat kesukaan kopi bubuk yang ditambah jahe berupa jahe parut, jahe bubuk, dan jus jahe dengan konsentrasi 10% dan 20% diketahui bahwa sirup kopi jahe dengan penambahan jahe bubuk dan jahe parut 10% lebih disukai dengan tingkat kesukaan cukup tinggi. Sedangkan sirup kopi dengan campuran jahe bubuk 20% paling tidak disukai oleh panelis. Panelis adalah para praktikan yang tidak terlatih sehingga uji organoleptik ini bersifat sangat subyektif bergantung pada kesukaan masing-masing orang. Orang yang tidak suka jahe, maka cenderung untuk tidak menyukai teh instan jahe ini berapapun konsentrasi jahe yang ditambahkan.

Penentuan kadar sari dilakukan untuk menentukan tingkat kemurnian kopi bubuk (kadar kopi) yang telah dicampur bahan pencampur. Kadar sari menyatakan jumlah total padatan kopi yang terlarut yang besarnya dipengaruhi oleh perbandingan antara padatan dan cairan, lamanya waktu kontak, suhu, serta ukuran partikel kopi bubuk. Jika kadar sarinya besar berarti jumlah total padatan kopi terlarutnya besar. Dasar penentuan kadar sari dilakukan dengan melarutkan/mengekstraksi kopi bubuk dalam air panas lalu dihitung perubahan beratnya setelah dioven. Kandungan kadar sari yang baik untuk kopi bubuk yang telah dicampur dengan bahan pencampur adalah sekitar 60% sehingga apabila kadar sari kurang dari angka tersebut, maka kualitas kopi bubuk kurang baik (terlalu banyak campuran).

Berdasarkan hasil perhitungan diketahui bahwa kadar sari kopi bubuk yang dicampur jahe parut 10% adalah 50.467%, jahe bubuk 10% adalah 46.784%, jus jahe 10% adalah 56.492%, jahe parut 20% adalah 40.957%, jahe bubuk 20% adalah 44.667%, dan jus jahe 20% adalah 49.065%. Hal ini sudah sesuai dengan literatur karena jumlah kadar sari semakin turun seiring dengan peningkatan konsentrasi bahan campuran yang ditambahkan karena jumlah total padatan kopi terlarutnya kecil.

E. Peningkatan Mutu Kopi

Mutu kopi yang ada di Indonesia umumnya masih rendah karena pengolahan kebun, panen, serta penanganan pasca panen yang kurang memadai. Kopi yang memiliki mutu baik akan memiliki nilai jual yang tinggi serta dapat menghasilkan produk olahan kopi yang baik pula. Untuk memperoleh buah kopi dengan kualitas baik dan bernilai jual tinggi sehingga dapat menghasilkan produk olahan kopi berkualitas baik, dapat dilakukan beberapa upaya peningkatan mutu sebagai berikut:

v Perlu dilakukan perbaikan kualitas dari jenis tanaman kopi (penanaman kopi varietas unggulan), misalnya dengan mengembangkan varietas tanaman kopi arabika, robusta, dan liberika unggul pada lahan yang sesuai.

v Perlu dilakukan proses peremajaan tanaman kopi (mengganti tanaman yang sudah tua dengan tanaman muda yang masih produktif)

v Melakukan teknik budidaya tanamn kopi yang benar dan tepat, baik mengenai sistem penanaman, pemangkasan, pemupukan, pengendalian hama dan penyakit

v Perlu menerapkan sistem pemanenan dan pengolahan kopi yang benar, misalnya teknik sortasi, fermentasi, pencucian, pengeringan, pengupasan serta penyimpanan yang benar

v Perlu adanya pelatihan dan pendidikan bagi petani kopi terutama tentang cara penanaman, panen, dan penanganan kopi selepas panen hingga saat diolah

v Perlu penggunaan peralatan pengolahan kopi yang lebih modern sehingga prose pengolahan lebih efektif dan efisien serta hasilnya lebih baik

v Perlu menerapkan standar mutu bagi buah kopi yang layak dipasarkan sehingga para petani kopi atau perkebunan akan berusaha mengelola tanaman kopinya dengan baik guna bisa memenuhi standar mutu yang telah ditetapkan jika ingin kopinya laku dijual

v Perlu penerapan teknik sortasi kopi yang lebih teliti sehingga hanya kopi berkualitas baik dan sehat saja yang akan diolah dan apabila proses pengolahannya tepat maka akan dihasilkan produk olahan kopi yang bermutu tinggi.

1 comment: