BAB
1. PENDAHULUAN
1.1
Latar
Belakang
Perhitungan dalam penentuan jumlah sel mikroba dapat
dinyatakan dengan dua cara yaitu perhitungan sel dan massa sel. Untuk hitungan
jumlah sel diantaranya hitungan secara mikroskopik, hitungan cawan dan most
probable number (MPN), sedangkan untuk hitungan massa sel meliputi cara
volumetrik, gravimetri dan turbiditimeteri. Hitungan secara mikroskopik
menggunakan alat pembesar dan desk glass khusus untuk menghitung jumlah sel
dari sejumlah cuplikan suspensi mikroba tanpa melakukan penumbuhan mikroba
terlebih dahulu, sedangkan hitungan cawan dan MPN memerlukan media tumbuh dalam
1 sampai 2 hari pada suhu ruangan tertentu kemudian baru jumlah sel dapat
dihitung. Dapat dilakukan dengan cara pour plate/ tuang dan spread/ sebar,
sedangkan untuk menentukan jumlah mikroba golongan tertentu dengan menggunakan
media khusus misalnya untuk penentuan jumlah kapang dengan PDA, total mikroba
dengan PCA, untuk khamir/ yeast dengan OMEA.
Perhitungan massa sel menggunakan neraca analitik untuk
menimbang massa sel kering dari sejumlah cuplikan suspensi sel mikroba yang
telah dikeringkan, maka dalam hal ini juga akan menggunakan alat ukur
volumetrik. Cara turbidimeteri menggunakan alat ukur volumetrik disamping alat
pengukur serapan energi gelombang sinar (spektrofotometer). Untuk metode
pengukuran massa sel tidak diperlukan media tuumbuh, kecuali dengan menggunakan
metode spektrofotometer yaitu digunakan untuk menumbuhkan sel mikroba yang
dipakai untuk pembuatan kurva standart.
1.2
Tujuan
1. Untuk
mengetahui cara menyiapkan peralatan dan media tumbuh yang steril untuk
digunakan pada penentuan jumlah sel mikroba.
2. Untuk
mengetahui cara menghitung jumlah dan massa sel mikroba dari berbagai golongan.
3. Untuk
mengetahui cara menentukan jenis sel mikroba, misalnya bakteri pembentuk asam
organik.
BAB
2. TINJAUAN PUSTAKA
2.1 Cara Perhitungan Mikroorganisme (Langsung
dan Tidak Langsung)
Menurut Jutono, dkk (1980) ada 2 macam cara perhitungan jumlah mikroba/bakteri, yaitu
perhitungan secara langsung (direct method) dan tidak langsung (indirect
method) :
Ø Perhitungan Jumlah Mikroba Secara
langsung
Cara
ini dipakai untuk menentukan jumlah mikroba dihitung secara keseluruhan, baik
yang mati atau yang hidup. Berbagai cara perhitungan mikroba secara langsung
menggunakan:
1. Counting Chamber
Perhitungan ini dapat menggunakan
hemositometer. Dasar perhitungannya ialah dengan menempatkan satu tetes suspensi
bahan atau biakan mikroba pada alat tersebut ditutup dengan gelas penutup
kemudian diamati dengan mikroskop yang perbesarannya tergantung pada besar
kecilnya mikroba. Dengan menentukan jumlah sel rata-rata tiap petak (ruangan)
yang telah diketahui volumenya, dari alat tersebut dapat ditentukan jumlah sel
mikroba tiap cc (Jutono dkk, 1980).
Hemasitometer adalah metode perhitungan secara
mikroskopis.
Ruang hitung terdiri dari 9 kotak besar dengan luas 1 mm². Satu kotak besar di
tengah, dibagi menjadi 25 kotak sedang dengan panjang 0,05 mm. Satu kotak
sedang dibagi lagi menjadi 16 kotak kecil. Dengan demikian satu kotak besar
tersebut berisi 400 kotak kecil. Tebal dari ruang hitung ini adalah 0,1 mm. Sel
bakteri yang tersuspensi akan memenuhi volume ruang hitung tersebut sehingga
jumlah bakteri per satuan volume dapat diketahui.
Counting chamber terdiri dari kotak-kotak teratur yang telah
diketahui areanya, yang disusun dari liquid film dimana telah diketahui
kedalamannya dan dapat dibedakan antara slide dan cover slip. Akibatnya volume
dari cairan yang dituangkan tiap kotak dengan pasti volumenya dapat diketahui.
Seperti perhitungan langsung yang dikenal dengan “total cell count” merupakan
perhitungan yang meliputi sel hidup dan sel yang tidak hidup, sejak ini
padakasus bacteria yang tidak dibedakan dengan pengamatan mikroskopik (Stainer,
1986).
2. Cara Pengecatan dan Pengamatan
Mikroskopik
Pada cara ini mula-mula dibuat
preparat mikroskopik pada gelas benda, suspensi bahan atau biakan mikroba yang
telah diketahui volumenya diratakan diatas gelas benda pada suatu luas
tertentu. Setelah itu preparat dicat dan dihitung jumlah rata-rata sel mikroba
tiap bidang pemandangan mikroskopik. Luas bidang pemandangan mikroskopik
dihitung dengan mengukur garis tengahnya. Jadi jumlah mikroba yang terdapat
pada gelas benda seluruhnya dapat dihitung. Dengan perhitungan dapat diperoleh
jumlah mikroba tiap cc bahan/cairan yang diperiksa (Jutono dkk, 1980).
3. Filter Membran
Mula-mula disaring sejumlah volume
tertentu suatu suspensi bahan atau biakan mikroba, kemudian disaring dengan
filter membran yang telah disterilkan terlebih dahulu. Dengan menghitung jumlah
sel rata-rata tiap saat satuan luas pada filter membran, dapat dihitung jumlah
sel dari volume suspense yang disaring. Jika perhitungan secara biasa susah,
perlu dilakukan pengecatan pada filter membran, kemudian filter membran
dijenuhi dengan minyak imersi supaya tampak transparan (Jutono dkk, 1980).
Keuntungan metode ini
ialah pelaksanaannya cepat dan tidak
memerlukan banyak peralatan.
Ø Perhitungan Jumlah Mikroba Secara
Tidak Langsung
Jumlah mikroba dihitung secara
keseluruhan baik yang mati atau yang hidup atau hanya untuk menentukan jumlah
mikroba yang hidup saja, ini tergantung cara-cara yang digunakan. Untuk
menentukan jumlah mikroba yang hidup dapat dilakukan setelah larutan bahan atau
biakan mikroba diencerkan dengan factor pengenceran tertentu dan ditumbuhkan
dalam media dengan cara-cara tertentu tergantung dari macam dan sifat-sifat
mikrobanya.
Perhitungan jumlah mikroba secara
tidak langsung ini dapat dilakukan dengan:
1. Centrifuge
Caranya 10 cc
biakan cair mikroba dipusingkan dengan menggunakan centrifuge biasa dan
digunakan untuk dipertanggungjawabkan, maka kecepatan dan waktu centrifuge
harus diperhatikan. Setelah diketahui volume mikroba keseluruhannya , maka
dapat dipakai untuk menentukan jumlah sel-sel mikroba tiap cc, yaitu dengan
membagi volume mikroba keseluruhan dengan volume rata-rata tiap sampel. Dengan
kecepatan 3500-6000 rpm dan dengan waktu 5-10 menit (Suriawiria, 1985).
2. Berdasarkan kekeruhan
(turbiditas/turbidimetri)
Turbidimetri
merupakan metode yang cepat untuk menghitung jumlah bakteri dalam suatu larutan menggunakan spektrofotometer. Bakteri
menyerap cahaya sebanding dengan volume total sel (ditentukan oleh ukuran dan
jumlah). Ketika mikroba bertambah
jumlahnya atau semakin besar ukurannya dalam biakan cair, terjadi peningkatan
kekeruhan dalam biakan. Kekeruhan dapat disebut optical density
(absorbsi cahaya, biasanya diukur pada panjang gelombang 520 nm – 700 nm).
Untuk mikroba tertentu, kurva standar dapat memperlihatkan jumlah organisme/ml
(ditentukan dengan metode hitungan cawan) hingga pengukuran optical density
(ditentukan dengan spektrofotometer) (Dwijoseputro, 1990).
3. Perhitungan Elektronik (Elektronic
Counter)
Prinsip kerja alat
ini yaitu adanya gangguan-gangguan pada aliran ion-ion (listrik) yang bergerak
diantara dua electrode. Penyumbatan sementara oleh sel mikroba pada pori sekat
yang terdapat diantara kedua electrode itu menyebabkan terputusnya aliran
listrik. Jumlah pemutusan aliran tiap satuan waktu dihubungkan dengan kecepatan
aliran cairan yang mengandung mikroba merupakan ukuran jumlah mikroba dalam
cairan tersebut (Jutono dkk, 1980).
4.
Berdasarkan Analisa Kimia
Cara ini didasarkan atas hasil
analisa kimia sel-sel mikroba. Makin banyak sel-sel mikroba, makin besar hasil
analisa kimianya secara kuantitatif.
5. Berdasarkan Berat Kering
Cara ini terutama digunakan untuk penentuan jumlah jamur
benang misalnya dalam industry mikrobiologi.Kenaikan berat kering suatu
mikrobia berarti juga kenaikan sintesa dan volume sel-sel yang dipakai untuk
menentukan jumlah mikrobia.
6. Menggunakan Cara Pengenceran
Cara pengenceran ini dipakai untuk menentukan jumlah mikroba
yang hidup saja Dasar perhitungannya adalah dengan mengencerkan sejumlah volume
tertentu suatu suspense bahan atau biakan mikroba secara bertingkat, setelah
diinokulasikan ke dalam medium dan diinkubasikan, dilihat pertumbuhan
mikrobanya.
7. Menggunakan Cara Most Probable
Number (MPN)
Menggunakan media cair, contoh laktosa broth.
Prinsip metode ini adalah menggunakan media cair di dalam tabung reaksi dan
menggunakan tabung durham (untuk melihat gas). Perhitungan dilakukan
berdasarkan jumlah tabung yang positif yaitu ditumbuhi mikroba setelah
diinkubasi pada suhu dan waktu tertentu. Pengamatan tabung yang positif dilihat
dengan mengamati timbulnya kekeruhan atau terbentuk gas di dalam tabung durham
(tabung kecil dengan posisi terbalik). Metode MPN biasanya dilakukan untuk
pengujian air minum, dengan 3-5 seri tabung.
8. Menghitung Dengan Metode Cawan
Prinsip metode ini adalah sel mikroba yang masih
hidup ditumbuhkan padamedia agar padat, maka sel mikroba tersebut akan
berkembangbiak dan membentuk koloni yang dapat dilihat langsung dengan mata
tanpa mikroskop. Sebaiknya jumlah koloni mikroba yang tumbuh dan dapat dihitung
berkisar antara 30-300 koloni. Metode cawan dengan jumlah koloni yang tinggi
(>300) sulit untuk dihitung sehingga kemungkinan kesalahan perhitungan
sangat besar. Pengenceran sampel membantu untuk memperoleh perhitungan jumlah
yang benar, namun pengenceran yan terlalu tinggi akan mengahasilkan jumlah
koloni yang rendah/menghancurkan koloni. Metode perhitungan cawan merupakan
cara yang paling sensitif untuk menghitung jumlah mikroba. Metode cawan ada dua
cara yaitu Metode tuang (pour plate) dan Metode permukaan
(surface plate).
9. Berdasarkan Jumlah Koloni
Cara ini paling umum digunakan untuk
perhitungan jumlah mikroba. Dasarnya adalah membuat suatu seri pengenceran
bahan dengan kelipatan 10 dari masing-masing-masing pengenceran diambil 1 cc
dan dibuat taburan dalam Petridis (pour plate) dengan medium agar yang macam
dan caranya tergantung pada macamnya mikroba (Jutono dkk, 1980).
Dalam perhitungan jumlah mikroorganisme ini seringkali
digunakan pengenceran. Pada pengenceran dengan menggunakan botol cairan
terlebih dahulu dikocok dengan baik sehingga kelompok sel dapat terpisah.
Pengenceran sel dapat membantu untuk memperoleh perhitungan jumlah
mikroorganisme yang benar. Namun pengenceran yang terlalu tinggi akan
menghasilkan lempengan agar dengan jumlah koloni yang umumnya relatif rendah
(Hadioetomo, 1990).
2.2
Karakteristik
Kimia, Fisik, Mikrobiologi Media
1. PDA(Potatoe Dextrose Agar)
Media ini merupakan media komplek
dan diferensiasi untuk pertumbuhan jamur dan yeast sehingga sering digunakan
sebagai uji untuk menentukan jumlah jamur dan yeast dengan menumbuhkan mikroba
pada permukaan sehingga akan membentuk koloni yang dapat diikat dan dihitung (Fardiaz,
1993).
Selain itu media ini juga digunakan
untuk pertumbuhan, isolasi dan enumerasi dari kapang serta khamir pada bahan
makanan dan bahan lainnya. Komposisi medianya adalah 20% kentang, agar, 1
liter aquades dan 2% peptone.
Berdasakan
komposisinya, PDA termasuk ke dalam medium semisintetik, yaitu medium yang
komponen dan takarannya sebagian diketahui dan sebagian lagi tidak diketahui
secara pasti. Sedangkan berdasarkan fungsinya, PDA termasuk ke dalam medium
umum, yaitu medium yang dapat ditumbuhi berbagai jenis mikroorganisme PDA
berwarna kuning dan berbentuk serbuk halus dengan merk yang digunakan adalah
Oksoid. Sebelum dipanaskan tidak larut sepenuhnya dalam air, tetapi masih
terlihat serbuk-serbuknya, berwarna putih. Setelah dipanaskan serbuk media
larut seluruhnya dalam air, berwarna krem.
2. PCA
(Plate Count
Agar)
Merupakan salah satu jenis media
yang mengandung glukosa dan ekstrak ragi yang digunakan untuk menumbuhkan semua
jenis bakteri. PCA mengandung nutrisi yang disediakan oleh trypton, vitamin
dari ekstrak ragi, dan glukosa yang digunakan sebagai sumber energi bagi
mikroba (Pelczar 1996).
Untuk
penggunaannya, digunakan PCA instant sebanyak 22,5 gram untuk 1 Liter aquades.
Berdasakan komposisinya, PCA termasuk ke dalam medium semisintetik, yaitu
medium yang komponen dan takarannya sebagian diketahui dan sebagian lagi tidak
diketahui secara pasti. PCA berwarna putih keabuan, berbentuk granula dan merek
yang digunakan adalah Merck. Sebelum dipanaskan tidak larut sepenuhnya dalam
air, tetapi masih terlihat serbuk-serbuknya, berwarna kuning dan terlihat
keruh. Setelah dipanaskan serbuk media larut seluruhnya dalam air, berwarna
kuning. (Fardiaz, S. 1992).
3. OMEA
Karakteristik fisik dari media ini antara lain yaitu memiliki warna coklat
pucat saat sebelum dilakukan pemanasan dan berwarna coklat tua setelah
mengalami pemanasan. Media ini mengandung aquades 50 ml, malt ekstrak 30 g/l,
pepton 3 g/l dan agar 15 g/l. MEA pada umumnya digunakan sebagai media
pertumbuhan khamir. Didalam media tersebut mengandung unsur O yang merupakan
salah satu mineral yang dapat menunjang pertumbuhan khamir.
4.
NA-Ca
Nutrien agar adalah medium umum untuk uji air dan produk pangan.NA juga
digunakan untuk pertumbuhan mayoritas dari mikroorganisme yang tidak selektif,
dalam artian mikroorganisme heterotrof. Media ini merupakan media sederhana yang
dibuat dari ekstrak beef, pepton, dan agar.Medium NA sebelum pemanasanadalah berbentuk
larutan berwarna kuning keruh sebelum dipanaskan, dan berwarna kuning bening
saat setelah dipanaskan.
Namun, setelah
pemanasan didapatkanwarna dari medium NA lebih jernih bila dibandingkan dengan
sebelum pemanasan.NA merupakan salah satu media yang
digunakan dalam prosedur bakteriologi seperti uji biasa dari air, produk
pangan, untuk pertumbuhan sampel pada uji bakteri, dan untuk mengisolasi
organisme dalam kultur murni. Komposisi kimia nutrien agar adalah eksrak beef
10 g, pepton 10 g, NaCl 5 g, air desitilat 1.000 ml dan 15 g agar/L. Agar
dilarutkan dengan komposisi lain dan disterilisasi dengan autoklaf pada 121°C
selama 15 menit.
Mineral
merupakan bagian dari sel, unsur penyusun sel yaitu C, O, N, H dan P. Unsur
mineral lain yang diperlukan oleh sel yaitu K, Ca, Mg, Ma, S, dan Cl. Unsur
mineral yang digunakan dalam jumlah yang sangat sedikit yaitu Fe, Mn, Co, Cu,
Bo, Zn, Mo, Al, Ni, Va, Sc, Si, Tu dan sebagainya yang tidak dipoerlukan jasad.
Unsur yang digunakan dalam jumlah besar dapat disebut dengan unsur makro, dalam
jumlah sedang disebut dengan unsur oligo, dan jumlah sedikit disebut unsur
mikro.Unsur mikro tersebut sering terdapat sebgai ikutan pada garam unsur
makro, dan dapat masuk dalam medium lewat kontaminan gelas tempatnya, atau
partikel debu. Unsur mineral yang digunakan untuk menunjang pertumbuhan
bakteri, khususnya BAL maka digunakan mineral dengan unsur Ca dalam media NA
sehingga berfungsi untuk membantu menyusun sel, selain itu juga untuk mengatur
osmose, kadar ion H+ (keasaman, Ph) dan potensial oksidasi reduksi (redoks
potensial)medium.
2.3 Karakteristik Morfologi, Fosiologi, dan
Kimia Semua Jenis Mikroba
2.3.1 Kapang
Kapang merupakan jenis lain dari fungi, sebagian
besar memiliki tekstur yang tidak jelas dan biasanya ditemukan pada
permukaan makanan yang membusuk atau hangat, dan tempat-tempat lembab. Sebagian
besar kapang bereproduksi secara aseksual, tetapi ada beberapa spesies yang
bereproduksi secara seksual dengan menyatukan dua jenis sel untuk membentuk
zigot dengan produk uniselular sel (Viegas, 2004).
Kapang mempunyai ciri-ciri morfologi yang
spesifik secara makroskopis dan mikroskopis.Ciri-ciri tersebut dapat digunakan
sebagai identifikasi dan determinasi. Pengamatansecara mikroskopis dapat berupa
bersekat atau tidaknya hifa, bentuk percabangan hifa, stolon, rizoid , sel
kaki badan buah, dasar badan buah, pendukung badan buah,dan bentuk spora
(Sutariningsih dkk, 1997).
Mikrobia merupakan jasad hidup yang
terlalu kecil, sulit diamati dengan mata telanjang atau tanpa bantuan
mikroskop. Kapang termasuk dalam golongan mikrobia. Kapang disebut juga jamur
benang atau molds. Mikrobia jenis ini berbentuk benang atau filament, multiseluler,
bercabang-cabang, dan tidakberklorofil (Sutariningsih dkk, 1997). Selain itu
karakteristik kapang antara lain, tubuh atau talusnya terdiri dari dua bagian,
yaitu miselium dan spora (sel resisten,istirahat atau dorman). Miselium
merupakan kumpulan beberapa filamen yangdinamakan hifa. Setiap hifa lebarnya 5 sampai 10
mikron. Di sepanjang setiap hifa terdapat sitoplasma (Pelczar, 1986).
2.3.2
Khamir
Khamir merupakan fungi bersel satu yang mikroskopik, beberapa
generasi ada yang membentuk miselium dengan percabangan.Khamir hidupnya
sebagian ada yang saprofit dan ada beberapa yang parasitik. Sel khamir
mempunyai ukuran yang bervariasi, yaitu dengan panjang 1-5 μm sampai
20-50 μm, dan lebar 1-10 μm (Pelczar, 2005). Khamir termasuk fungi tetapi
dibedakan dari kapang karena bentuknya yang bersifat uniseluler. Reproduksi
khamir terutama dengan cara pertunasan. Sebagai sel tunggal khamir tumbuh dan
berkembang biak lebih cepat jika dibandingkan dengan kapang karena mempunyai
perbandingan luas permukaan dengan volume yang lebih besar.
Khamir pada umumnya diklasifikasikan berdasarkan sifat-sifat
fisiologinya dan tidak atas perbedaan morfologinya seperti pada kapang. Yeast dapat
dibedakan dua kelompok berdasarkan sifat metabolismenya yaitu bersifat
fermentatif dan oksidatif. Jenis fermentatif dapat melakukan fermentasi alkohol
yaitu memecah gula (glukosa) menjadi alkohol dan gas contohnya pada produk
roti. Sedangkan oksidatif (respirasi) maka akan menghasilkan CO2 dan
H2O. Keduanya bagi yeast adalah
dipergunakan untuk energi walaupun energi yang dihasilkan melalui respirasi
lebih tinggi dari yang melalui fermentasi (Natsir, 2003).
Sel khamir
mempunyai ukuran yang bervariasi, yaitu dengan panjang 1-5 μm sampai
20-50 μm, dan lebar 1-10 μm. Kamir dapat melakukan reproduksi atau
perkembangbiakan dengan beberapa cara yaitu (Fardiaz, 2002) : pertunasan,
pembelahan, pembelan tunas (kombinasi antara pertunasan dan pembelahan), dan
Sporulasi atau pembetukan spora (spora aseksual dan spora seksual)
2.3.3
Bakteri
Bakteri adalah protista yang bersifat prokariot yang
khas dan bersel tunggal (uniseluler). Sel-selnya secara khas membentuk bola
(kokus), batang (bacillus) atau spiral (spirullum). Diameternya sekitar 0,5-1,0
mm dan
panjangnya 1,5-2,6 mm. (Pelczar
dan Chan, 1988). Semua bakteri bersel tunggal walaupun dalam beberapa keadaan
dapat dijumpai gumpalan yang kelihatan bersel banyak. Bakteri dibagi menjadi
tiga bentuk yang utama :
1. Kokus –
bulat
2. Basil –
berbentuk silinder atau batang
3. Spiral –
batang melengkung atau melingkar-lingkar. (Fardiaz, 1992).
Berdasarkan komposisi dinding selnya, bakteri
dibedakan menjadi dua yaitu bakteri Gram positif dan bakteri Gram
negatif. Bakteri Gram positif adalah bakteri yang memiliki
lapisan peptidoglikan (molekul yang terdiri dari asam amino dan gula) yang
tebal (20-80 nm) dan terdiri atas 60-100
persen peptidoglikan. Lapisan peptidoglikan pada bakteri Gram negatif
lebih tipis dibandingkan dengan bakteri Gram positif dan mengandung lebih
sedikit peptidoglikan (10-20 persen), tetapi mempunyai membran luar yang
tebal yang tersusun dari protein, fosfolipida, dan lipopolisakarida
sehingga bersama-sama dengan lapisan peptidoglikan, keduanya membentuk
mantel pelindung yang kuat untuk sel (Pelczar, 1988).
Bakteri patogen adalah bakteri yang dapat menimbulkan penyakit,
terutama pada manusia. Hal ini dikarenakan pada bakteri mempunyai sistem
yang dapat mengeluarkan toksin yang dapat menimbulkan reaksi terhadap organisme
lain. Bakteri Gram positif dan negatif mempunyai potensi yang sama sebagai
bakteri patogen. Dari segi sensitivitas terhadap komponen antibakteri,
bakteri Gram positif cenderung lebih sensitif terhadap komponen
antibakteri dibandingkan dengan bakteri Gram negatif. Hal ini disebabkan
oleh struktur dinding sel Gram positif lebih sederhana, sehingga
memudahkan senyawa antibakteri masuk ke dalam sel dan menemukan sasaran
untuk bekerja (Pelczar 1988).
2.4 Metode – Metode Sterilisasi
2.4.1 Sterilisasi Basah
Pada
sterilsasi ini menggunakan Autoclave, fungsi dari autoclave adalah alat untuk
mensterilkan alat-alat atau media dengan menggunakan uap air bertekanan tinggi.
Umumnya pada suhu 1210C selama 15 menit pada tekanan 1 atm. Uap air
panas akan merusak protein mikroba hingga mengalami koagulasi, pada saat itu
protein akan mengendap (denaturasi) dan menyebabkan kematian pada mikroba. Saat
penggunaan autoklaf penutupan harus benar-benar rapat agar uap air yang
bertekanan tinggi masuk ke dalam atau berinduksi ke alat. Sterilisasi basah
dilakukan untuk sterilisasi media yang telah dibuat. Media tersebut dimasukkan
ke dalam Erlenmeyer, kemudian disumbat dengan kapas dan dibungkus alumunium
foil untuk selanjutnya disterilisasi di dalam autoklaf. Hal yang dilakukan pada
saat menggunakam autoclave, yaitu mengisi air (lebih baik menggunakan aquades)
ke dalam autoclave, jangan sampai melebihi batas penyangga tempat penyipanan
alat/media. Setelah alat/media dimasukkan, tutup autoclave rapat-rapat dan
kencangkan kunci tutupnya. Kemudian nyalakan tombol ON-nya. Setelah air menetes
keluar dari klep pengaman, yaitu tempat uap air keluar untuk menjaga stabilitas
tekanan tetap dibuka, tutup klep tersebut. Setelah itu, bila jarum sudah
menunjukkan angka 1210C/15 lbs, biarkan kedudukan selama waktu
sterilisasi yang diperlukan dengan cara mengukur besar kecilnya pemanasan.
Setelah sterilisasi selesai, matikan listriknya dan biarkan jarum penunjuk
kembali ke angka nol dengan sendirinya. Setelah itu klep dibuka dan tutup
digeser, kemudian isi autoclave dikeluarkan. Setelah selesai semua proses
matikan powernya. Selain menggunakan Autoclave, sterilisasi basah juga bisa
dengan cara perebusan alat pada suhu 1000C selama 15 menit (Dwidjoseputro, 1994).
2.4.2 Sterilisasi Kering
Pada
sterilisasi ini menggunakan oven, fungsi dari oven adalah mensterilkan
bahan-bahan atau alat-alat gelas secara kering pada suhu 70 - 800C
selama 2 jam. Sterilisasi kering (oven) digunakan untuk sterilisasi cawan petri
dan pipet ukur yang telah dibungkus kertas arang sebelumnya. Waktu untuk
sterilisasi kering cukup lama yaitu sekitar dua jam, karena hanya menggunakan
udara panas, dimana kontak dengan media tidak terjadi secara langsung dan
intens, tidak seperti menggunakan uap panas (Dwidjoseputro, 1994).
2.5
Karakteristik
Bahan dan Mikroorganisme yang Ada Dalam Bahan
1. Tempe
Tempe
adalah produk olahan kedelai hasil fermentasi jamur Rhizopus sp. (Rusmin dan Ko, 1974). Tempe mengandung berbagai
nutrisi yang diperlukan oleh tubuh seperti protein, lemak, karbohidrat, dan
mineral. Kandungan protein yang terdapat
dalam tempe lebih tinggi dibandingkan dengan produk olahan kedelai yang
lain. Hermana (1985) dalam Ginting
(2010) menyebutkan bahwa kandungan protein pada
tempe adalah sebesar 18,3 %. Beberapa penelitian menunjukkan bahwa zat
gizi tempe seperti protein dan karbohidrat, lebih mudah dicerna, diserap dan dimanfaatkan oleh tubuh. Hal ini dikarenakan
jamur Rhizopus sp. yang tumbuh pada kedelai menghidrolisis senyawa -
senyawa kompleks menjadi senyawa sederhana yang mudah dicerna oleh manusia
(Kasmidjo, 1990). Bau dinyatakan normal jika tidak tercium bau asing. Warna
normal adalah putih atau keabu-abuan yang dihasilkan dari proses fermentasi
tempe. Rasa yang normal dinyatakan bila tidak terasa rasa asing (SNI, 2009).
Tekstur tempe yang padat jika biji kedelai semuanya terselimuti oleh hifa Rhizopus sp.
Secara umum karakteristik fisik
tempe (meliputi bau, warna dan rasa) dengan berbagai konsentrasi inokulum
sesuai dengan kriteria SNI 8 3144:2009. Warna putih pada tempe
disebabkan adanya miselia jamur yang tumbuh pada permukaan biji kedelai. Bau
langu pada kedelai yang diakibatkan oleh aktivitas enzim lipoksigenase dalam
hal ini juga dapat hilang karena pada proses fermentasi tempe. Selain itu
terjadi proses degradasi komponen-komponen dalam kedelai sehingga menyebabkan
terbentuknya bau yang khas/ spesifik setelah fermentasi. Aroma tempe yang khas terutama
ditentukan oleh pertumbuhan kapang dan pemecahan komponen-komponen dalam
kedelai menjadi senyawa yang lebih sederhana yang bersifat volatil seperti
amonia,aldehid, dan keton (Kasmidjo,1990; Shurtleff dan Aoyagi, 1979).
2. Tauco
Tauco
merupakan bahan makanan yang berbentuk pasta, berwarna kekuningan sampai coklat
dan mempunyai rasa spesifik, dibuat dari campuran kedelai dan tepung beras
ketan. Dalam 100 gram tauco terdapat kandungannutrien seperti Table 1.
Kandungan
|
Prosentase
|
Protein
|
12%
|
Lipid
|
4,1%
|
Karbohidrat
|
10,7%
|
Serat
|
3,8%
|
Kalsium
|
1,22 mg
|
Zat besi
|
5,1 mg
|
Danseng
|
3,12 mg
|
Sumber: (Kwon dan Song, 1996).
Pembuatan
tauco, dilakukan melalui dua tahap fermentasi, yaitu fermentasi kedelai yang
dilakukan oleh kapang (mold fermentation) dan fermentasi yang dilakukan oleh
khamir dan bakteri dalam larutan garam (brine fermentation) (Rahayu,
1989).
Mikroba
yang berperan adalah kapang dari jenis Aspergillus I yaitu A. oryzae atau dari jenis R.
oryzae dan R. oligosporus.
Diantara kapang-kapang tersebut yang lebih sering digunakan dalam pembuatan
tauco adalah kapang Aspergillus oryzae.
Aspergillus oryzae termasuk kapang
dari genus Aspergillus. Biasanya terdapat dimana-mana sebagai saprofit. Koloni
yang sudah menghasilkan spora warnanya menjadi coklat kekuning-kuningan kehijau-hijauan atau kehitam-hitaman. Miselium
yang semula berwarna putih sudah tidak tampak lagi (Dwijiseputro,
1978).
3. Kecap
Kecap
adalah ekstrak dari fermentasi kedelai yang dicampurkan dengan bahan-bahan lain
yang digunakan untuk meningkatkan flavor dari makanan. Karakteristik
pembentukan flavor dan aroma pada kecap tergantung pada cara produksi kecap dan
juga bahan baku serta strain mikroorganisme yang digunakan. Tahap-tahap utama
dari produksi kecap yang melibatkan pembentukan flavor antara lain perlakuan
panas terhadap bahan baku, pembentukan koji (fermentasi kapang), fermentasi
moromi (fermentasi bakteri asam laktat dan khamir), aging, dan
pasteurisasi (Nunomura dan Sasaki, 1992).
Menurut
Nunomura dan Sasaki (1992), proses pembuatan kecap terdiri dari lima tahapan
utama yaitu perlakuan panas terhadap bahan baku kedelai, fermentasi koji oleh Aspergillus
oryzae atau A. soyae, fermentasi moromi oleh Pediococcus
halophilus dan Zygosaccharomyces rouxii, ekstraksi moromi dan
pasteurisasi. Komposisi kimia yang terdapat dalam kecap dapat dilihat pada
table berikut :
Tabel
Komposisi kimia kecap
KarakteristikKadar
|
(%)
|
Air
|
29.61
|
Protein
kasar
|
1.46
|
Lemak
|
0.14
|
Abu
|
7.64
|
Karbohidrat
|
61.15
|
Garam
(NaCl)
|
6.27
|
Sumber
: Judoamidjojo (1987)
4. Terasi
Terasi merupakan produk berbentuk seperti
pasta, berwarna merah kecoklatan, dibuat dari udang atau ikan yang berukuran
kecil dan mempunyai aroma yang kuat (Rahman, 1992). Bahan yang ditambahkan
dalam pembuatan terasi adalah garam, tepung tapioka, tepung beras, atau tepung
lainnya. Bahan-bahan inilah yang selanjutnya menentukan mutu dan citarasa
terasi yang dihasilkan (Astawan, 1989).
Menurut Rahayu (1989)
diacu dalam Rahayu et al. (1992) menduga bahwa terasi terdapat mikroba dari
jenis Micrococcus, Corynebacterium, Flavobacterium, Cytophaga,
Bacillus, Halobacterium dan Acinobacter.
Menurut Sjafi’i (1988), yang bertanggungjawab terhadap pembentukan citarasa
khas yang dihasilkan produk fermentasi adalah Staphylococcus sp. Saisthi (1967) menemukan bakteri gram positif
yang menghasilkan aroma asam organik yang khas, gram negatif oval batang non
motil yang memproduksi bau khas daging yang merangsang dan gram positif
berbentuk batang panjang, memproduksi aroma yang berasal dari degradasi asam
amino.
5. Tape
Singkong
Tape merupakan makanan yang dibuat secara tradisional
melalui proses fermentasi dengan adanya penambahan Saccharomyces Cereviseae dengan cecap yang manis, sedikit asam dan
mempunyai aroma alkoholik. Selama proses fermentasi akan terjadi perubahan
fisik, kimia dan mikrobiologi. Perubahan fisik terjadi ubi kayu yang tadinya
keras menjadi lembek. Perubahan kimia terjadi disebabkan oleh aktifitas
mikroorganisme yang terdapat pada starter (ragi), dimana aktivitas-aktivitas
mikroorganisme tersebut sangat dibutuhkan untuk dapat memproduksi gula, asam
serta pembentukan alkohol dan aroma dari substrat karbohidrat (Winarno, dkk,
1986). Sedangkan perubahan mikrobiologi yang terjadi adalah adanya perubahan
warna, pembentukan lendir, pembentukan gas, bau asam, bau alkohol, bau busuk
dan berbagai perubahan lainnya.
Menurut Fardiaz (1992), proses fermentasi
tape mengubah rasa, aroma, nilai gizi dan palabilitas yang mempengaruhi
perubahan substrat menjadi komponen lain. Perubahan tersebut disebabkan oleh
aktivitas enzim, komposisi substrat, kondisi lingkungan, tipe dan jumlah
mikroba pada awal atau selama fermentasi (Ko Swan Djien, 1982). Suliantari dan
Winiati (1989) menyatakan bahwa hal itu juga meningkatkan aseptibilitas,
digestabilitas dan menurunkan kandungan HCN sekitar 83,40%.
Tabel Komposisi Gizi Tape Singkong
Zat Gizi
|
Jumlah
|
Energi (K kal)
|
173
|
Protein (g)
|
0,5
|
Lemak (g)
|
0,1
|
Karbohidrat (g)
|
42,5
|
Kalsium (mg)
|
30
|
Fosfor (mg)
|
30
|
Besi (mg)
|
0
|
Vitamin B1 (mg)
|
0,07
|
Air (g)
|
56,1
|
Sumber : Direktorat Gizi, Depkes RI (1992)
BAB
3. METODOLOGI PRAKTIKUM
3.1
Alat
dan Bahan
3.1.1
Alat
-
Spektrofotometer
-
Kuvet
-
Sentrifuge
-
Labu takar
-
Pipet tetes
-
Pipet volume
-
Bunsen
-
Tabung reaksi
-
Rak
-
Keranjang
-
Jarum ose
-
Oven
-
Eksikator
-
Beaker glass
-
Neraca analitik
-
Bulb pipet
-
Korek
-
Gelas ukur
-
Hotplate
-
Spatula
-
Shaker
-
Vortex
-
Autoclave
-
Inkubator
3.1.2
Bahan
-
Aquades
-
Biakan agar miring
-
PCA
-
PDA
-
OMEA
-
NA-Ca
-
Gula
-
Terasi
-
Tauco
-
Tape singkong
-
Tempe
-
Kecap
-
Label
-
Tissue
-
Kertas koran
3.2
BAB
4. HASIL PENGAMATAN DAN PEMBAHASAN
4.1 Hasil Pengamatan
4.1.1 Kelompok 1
·
Perhitungan mikroba
Media
|
Pengenceran
|
||||||||
10-6
|
10-7
|
10-8
|
10-9
|
10-10
|
|||||
1
|
2
|
1
|
2
|
1
|
2
|
1
|
2
|
||
PDA
|
3
|
0
|
1
|
3
|
15
|
0
|
|||
PCA
|
4
|
5
|
1
|
10
|
|||||
OMEA
|
8
|
6
|
1
|
4
|
0
|
5
|
|||
NA-Ca
|
0
|
0
|
·
Kurva standart
Konsentrasi
|
Jumlah Mikroba
|
Nilai Absorbansi
|
0,1
|
0,5
|
0,122
|
0,2
|
0,1
|
0,253
|
0,3
|
0,15
|
0,389
|
0,4
|
0,2
|
0,501
|
0,5
|
2.5
|
0,635
|
0,6
|
3
|
0,781
|
0,7
|
3.5
|
0,905
|
·
Massa Sel
Botol kosong
(a) g
|
Botol kosong
+biakan kering (b) g
|
Berat biakan
kering (c) g
|
Nilai absorbansi
|
39,66
|
39,71
|
0,05
|
0,115
|
4.1.2 Kelompok 2
·
Perhitungan mikroba
Media
|
Pengenceran
|
||||||||
10-6
|
10-7
|
10-8
|
10-9
|
10-10
|
|||||
1
|
2
|
1
|
2
|
1
|
2
|
1
|
2
|
||
PDA
|
1
|
1
|
4
|
3
|
0
|
1
|
-
|
-
|
-
|
PCA
|
34
|
14
|
737
|
122
|
50
|
34
|
-
|
||
OMEA
|
1
|
1
|
0
|
3
|
1
|
7
|
-
|
-
|
-
|
NA-Ca
|
7
|
0
|
·
Kurva standart
Konsentrasi
|
Jumlah Mikroba
|
Nilai Absorbansi
|
0,1
|
0.7
|
0.236
|
0,2
|
1.4
|
0.493
|
0,3
|
2.1
|
0.612
|
0,4
|
2.8
|
0.829
|
0,5
|
3.5
|
0.972
|
0,6
|
4.2
|
1.127
|
0,7
|
4.9
|
1.433
|
·
Massa sel
Botol kosong
(a) g
|
Botol kosong
+biakan kering (b) g
|
Berat biakan
kering (c) g
|
Nilai absorbansi
|
37,88
|
37,95
|
0,07
|
0,129
|
4.1.3 Kelompok 3
·
Perhitungan mikroba
Media
|
Pengenceran
|
||||||||
10-6
|
10-7
|
10-8
|
10-9
|
10-10
|
|||||
1
|
2
|
1
|
2
|
1
|
2
|
1
|
2
|
||
PDA
|
1
|
9
|
1
|
0
|
0
|
0
|
-
|
-
|
-
|
PCA
|
-
|
-
|
29
|
23
|
1
|
0
|
1
|
4
|
-
|
OMEA
|
134
|
135
|
3
|
1
|
1
|
0
|
-
|
-
|
-
|
NA-Ca
|
-
|
-
|
-
|
-
|
-
|
-
|
-
|
0
|
0
|
·
Kurva standart
Konsentrasi
|
Jumlah Mikroba
|
Nilai Absorbansi
|
0,1
|
0,3
|
0,1635
|
0,2
|
0,6
|
0,3025
|
0,3
|
0,9
|
0,7315
|
0,4
|
1,2
|
0,823
|
0,5
|
1,5
|
0,1051
|
0,6
|
1,8
|
1,124
|
0,7
|
2,1
|
1,1605
|
·
Massa sel
Botol kosong
(a) g
|
Botol kosong
+biakan kering (b) g
|
Berat biakan
kering (c) g
|
Nilai absorbansi
|
39,77
|
39,8
|
0,03
|
0,198
|
4.1.4 Kelompok 4
·
Perhitungan mikroba
Media
|
Pengenceran
|
||||||||
10-6
|
10-7
|
10-8
|
10-9
|
10-10
|
|||||
1
|
2
|
1
|
2
|
1
|
2
|
1
|
2
|
||
PDA
|
7
|
10
|
5
|
5
|
5
|
2
|
-
|
-
|
-
|
PCA
|
-
|
-
|
11
|
25
|
12
|
16
|
9
|
4
|
-
|
OMEA
|
1
|
0
|
1
|
1
|
1
|
3
|
-
|
-
|
-
|
NA-Ca
|
-
|
-
|
-
|
-
|
-
|
-
|
-
|
0
|
0
|
·
Kurva standart
Konsentrasi
|
Jumlah Mikroba
|
Nilai Absorbansi
|
0,1
|
0.6
|
0.175
|
0,2
|
1.2
|
0.32
|
0,3
|
1.8
|
0.498
|
0,4
|
2.4
|
0.515
|
0.5
|
3
|
0.757
|
0.6
|
3.6
|
0.851
|
0.7
|
4.2
|
1.028
|
·
Massa sel
Botol kosong
(a) g
|
Botol kosong
+biakan kering (b) g
|
Berat biakan
kering (c) g
|
Nilai absorbansi
|
26,92
|
26,98
|
0,06
|
0,23
|
4.1.5 Kelompok
5
·
Perhitungan mikroba
Media
|
Pengenceran
|
||||||||
10-6
|
10-7
|
10-8
|
10-9
|
10-10
|
|||||
1
|
2
|
1
|
2
|
1
|
2
|
1
|
2
|
||
PDA
|
62
|
94
|
18
|
16
|
33
|
10
|
-
|
-
|
-
|
PCA
|
-
|
-
|
33
|
45
|
37
|
39
|
10
|
88
|
-
|
OMEA
|
91
|
32
|
5
|
5
|
1
|
2
|
-
|
-
|
-
|
NA-Ca
|
0
|
0
|
·
Kurva standart
Konsentrasi
|
Jumlah Mikroba
|
Nilai Absorbansi
|
0,1
|
0.4
|
0.155
|
0,2
|
0.8
|
0.305
|
0,3
|
1.2
|
0.552
|
0,4
|
1.6
|
0.815
|
0,5
|
2
|
0.941
|
0,6
|
2.4
|
1.094
|
0,7
|
2.8
|
1.265
|
·
Massa sel
Botol kosong
(a) g
|
Botol kosong
+biakan kering (b) g
|
Berat biakan
kering (c) g
|
Nilai absorbansi
|
40,69
|
40,73
|
0,04
|
0,155
|
4.1.6 Kelompok 6
·
Perhitungan mikroba
Media
|
Pengenceran
|
||||||||
10-6
|
10-7
|
10-8
|
10-9
|
10-10
|
|||||
1
|
2
|
1
|
2
|
1
|
2
|
1
|
2
|
||
PDA
|
14
|
19
|
15
|
8
|
4
|
19
|
-
|
-
|
-
|
PCA
|
-
|
-
|
112
|
82
|
27
|
44
|
62
|
41
|
-
|
OMEA
|
30
|
24
|
4
|
2
|
0
|
0
|
-
|
-
|
-
|
NA-Ca
|
4
|
2
|
·
Kurva standart
Konsentrasi
|
Jumlah Mikroba
|
Nilai Absorbansi
|
0,1
|
0,4
|
0,328
|
0,2
|
0,8
|
0,574
|
0,3
|
1,2
|
0,8055
|
0,4
|
1,6
|
0,9815
|
0,5
|
2
|
1,055
|
0,6
|
2,4
|
1,173
|
0,7
|
2,8
|
1,391
|
·
Massa sel
Botol kosong
(a) g
|
Botol kosong
+biakan kering (b) g
|
Berat biakan
kering (c) g
|
Nilai absorbansi
|
39,17
|
39,21
|
0,04
|
0,236
|
4.2 Hasil Perhitungan
4.2.1 Jumlah
sel mikroba
a. Kelompok
1
Media
|
Pengenceran
|
Jumlah Mikroba (CFU/ml)
|
PDA
|
10-7
|
<3,0 x 108
[1,5]
|
PCA
|
10-7
|
<3,0 x 108 [4,5]
|
OMEA
|
10-6
|
<3,0 x 107 [7]
|
b. Kelompok 2
Media
|
Pengenceran
|
Jumlah Mikroba (CFU/ml)
|
PDA
|
10-6
|
3,0 x 107 (1)
|
PCA
|
10-7
|
4,2 X 1010
|
OMEA
|
10-6
|
3,0
x 107 (1)
|
NA-Ca
|
10-7
|
3,0
x 107 (7)
|
c. Kelompok
3
Media
|
Pengenceran
|
Jumlah Mikroba (CFU/ml)
|
PDA
|
10-6
|
<3,0x107x5
|
PCA
|
10-7
|
<3,0x108x26
|
OMEA
|
10-6
|
134,5x106
|
d. Kelompok 4
Media
|
Pengenceran
|
Jumlah Mikroba (CFU/ml)
|
PDA
|
10-7
|
<3,0 x 108
[1,8]
|
PCA
|
10-6
|
<3,0 x 107 [8,5]
|
OMEA
|
10-6
|
<3,0 x 107 [5]
|
e. Kelompok 5
Media
|
Pengenceran
|
Jumlah Mikroba (CFU/ml)
|
PDA
|
10-6
|
[7,8 x 107 ]
|
PCA
|
10-7
|
[3,9 x 108]
|
OMEA
|
10-6
|
[6,15 x 107
]
|
f. Kelompok 6
Media
|
Pengenceran
|
Jumlah Mikroba (CFU/ml)
|
PDA
|
10-7
|
[9,7 x 108 ]
|
PCA
|
10-6
|
[1,65 x 107]
|
OMEA
|
10-6
|
[2,7 x 107 ]
|
NA-Ca
|
10-9
|
[0,4 x 1010]
|
4.2.2 Massa sel mikroba
a. Kelompok
1
Persamaan
|
Jumlah MO (mg/ml)
|
Y = 1,273x-0,002
|
0,5
|
b. Kelompok 2
Persamaan
|
Jumlah MO (mg/ml)
|
Y = 1,898x+0,068
|
0,1605
|
c. Kelompok 3
Persamaan
|
Jumlah MO (mg/ml)
|
Y = 0,669x-0,049
|
1,8
|
d. Kelompok 4
Persamaan
|
Jumlah MO (mg/ml)
|
Y = 0,135x+0,034
|
7,2
|
e. Kelompok 5
Persamaan
|
Jumlah MO (mg/ml)
|
Y = 0,556x-0,1
|
2,2
|
f. Kelompok 6
Persamaan
|
Jumlah MO (mg/ml)
|
Y = 0,548x+0,124
|
1,022
|
BAB
5. PEMBAHASAN
5.1 Skema Kerja dan Fungsi Perlakuan
5.1.1 Pembuatan Media
Hal
pertama yang diakukan pada pembuatan media adalah menyiapkan aquades yang
kemudian dipanaskan sampai suhu mencapai kurang lebih 60oC
menggunakan hotplate. Kemudian ditambahkan media (PCA atau PDA) dan diaduk
hingga mendidih. Pemanasan ini dilakukan karena PCA dan PDA merupakan media
agar yang akan bereaksi bila dipanaskan terlebih dahulu. Selain itu, media akan
lebih mudah larut pada saat dipanaskan. setelah mendidih, media dituang kedalam
tabung reaksi masing-masing sebanyak 10 ml. kemudian media diautoklaf untuk
mempertahankan suhu pada media tersebut.
5.1.2 Pembuatan
Media MEB
Pada
pembuatan media MEB hal pertama yang dilakukan adalah menyiapkan aquades yang
kemudian ditambahkan media MEB yang telah ditimbang dan dimasukkan dalam tabung
film. Kemudian diaduk hingga homogen yang ditandai dengan larutan berwarna
cerah dan berkilau. Kemudian di masukkan pada erlenmeyer sebanyak 50 ml, lalu
ditutup menggunakan kertas aluminium foil dan di ikat menggunakan karet
kemudian diautoklaf. Pembuatan media MEB tidak dilakukan pemanasan karena MEB
bukan media agar seperti PCA maupun PDA.
5.1.3 Kurva
Standart
Pada
pembuatan kurva standart, hal pertama yang dilakukan adalah menyiapkan 4 tabung
berisi biakan S. cerevisiae. kemudian ditambahkan aquades pada biakan yang
berfungsi untuk melarutkan biakan. Lalu ditera sampai 50 ml. Terdapat dua
proses pengambilan, yang pertama diambil 10 ml yang kemudian diletakkan pada
beaker glass yang sebelumnya telah dioven selama kurang lebih 15 menit dengan
suhu 70oC yang berfungsi untuk menguapkan air yang menempel pada
beaker glass dan kemudian dieksikator selama 15 menit yang berfungsi untuk
menstabilkan kelembaban beaker glass. Sebelum ditambah larutan biakan, beaker
glass ditimbang terlebih dahulu dan dinyatakan sebagai a gram. Lalu beaker
glass yang didalamnya terdapat larutan biakan dioven 3 sampai jam untuk memaksimalkan pertumbuhan biakan
S.cerevisiae. Setelah itu dieksikator selama 15 menit untuk menstabilkan
kelembaban.
Tahap
kedua, larutan biakan diambil 1,2,3,4,5,6 dan 7 ml dan diletakkan pada tabung
reaksi. Lalu diencerkan hingga 10 ml untuk memperoleh larutan dengan
konsentrasi yang lebih kecil. kemudian masing-masing tabung divortex yang
bertujuan untuk menghomogenkan larutan. Setelah itu, larutan diukur nilai
absorbansinya menggunakan spektrofotometer dengan panjang gelombang 600 nm.
5.1.4 Media
MEB
Media
MEB 50 ml yang telah dibuat sebelumnya, dibuka penutupnya (aluminium foil dan
karet) lalu ditambahkan gula sebanyak 2,5 gram kemudian diaduk hingga seluruh
gula larut dalam media. Setelah itu, ditambahkan 5 ose biakan S.erevisiae
secara aseptik didekat bunsen. Kemudian ditutup kembali menggunakan aluminium
foil dan karet dan dishaker selama 48 jam pada suhu ruang. Shaker ini bertujuan
untuk menghomogenkan larutan dan mempercepat reaksi larutan karena komposisi
saling bertumbukan satu sama lain. Setelah itu, media disentrifus untuk
memisahkan padatan terlarut dengan larutannya. Lalu padatan yang diperoleh
dicuci dengan aquades, perlakuan ini dilakukan sebanyak dua kali untuk. Setelah
itu diencerkan 10 ml kemudian ditimbang dan diukur nilai absorbansinya dengan panjang
gelombang 600 nm.
5.1.5 Pengenceran
Hal
pertama yang dilakukan adalah menyiapkan sampel yaitu gula, terasi, tauco, tape
singkong, tempe dan kecap masing-masing sebesar 1 gram untuk padatan dan 1 ml
untuk yang berbentuk cair. Sampel dimasukkan kedalam tabung reaksi berisi 9 ml aquades yang telah diberi label 10-1
dan divortex agar homogen. Lalu diambil 0,1 ml menggunakan pipet ukur dan
dimasukkan dalam tabung reaksi berisi 9,9 ml aquades yang telah diberi label 10-2
kemudian divortex agar homogen. Setelah itu
diambil 0,1 ml dari pengenceran 10-2 menggunakan pipet ukur
dan dimasukkan dalam tabung reaksi berisi 9,9 ml aquades yang telah diberi
label 10-5 kemudian divortex agar homogen. Dari penegnceran 10-5
diambil 0,1 ml sebanyak 4 kali menggunakan pipet ukur dan dimasukkan dalam 2
cawan petri yang telah berisi media PDA dan 2 cawan lainnya yang berisi OMEA.
Dari
pengenceran 10-5 diambil 0,1 ml menggunakan pipet ukur dan
dimasukkan dalam tabung reaksi berisi 9,9 ml aquades yang telah diberi label 10-7
kemudian divortex agar homogen. Dari pengenceran 10-7 dilakuakn dua
kali pengambilan. Pada pengambilan pertama, diambil 1 ml sebanyak 6 kali yang
kemudian dimasukkan dalam 2 cawan petri berisi PDA, 2 cawan berisi OMEA dan 2
cawan berisi PCA. Pengambilan kedua, diambil 0,1 ml sebanyak 6 kali yang
kemudian dimasukkan dalam 2 cawan petri berisi PDA, 2 cawan berisi OMEA dan 2
cawan berisi PCA.
Setelah
itu diambil 0,1 ml dari pengenceran 10-7 menggunakan pipet ukur dan
dimasukkan dalam tabung reaksi berisi 9,9 ml aquades yang telah diberi label 10-9
kemudian divortex agar homogen. Dari penegnceran 10-9 diambil 1 ml
sebanyak 4 kali menggunakan pipet ukur dan dimasukkan dalam 2 cawan petri yang
telah berisi media PCA dan 2 cawan lainnya yang berisi NA-Ca. Dan diambi pula
Dari penegnceran 10-9 diambil 0,1 ml sebanyak 1 kali menggunakan
pipet ukur dan dimasukkan dalam cawan
petri yang telah berisi media NA-Ca. Setelah penuangan media dan penambahan
suspensi pengenceran pada cawan petri sebaiknya diputar-putar agar tersebar
secara merata. Penuangan media juga dilakukan seara aseptik yaitu didekta busen
agar media dan cawan petri tidak terkontaminasi mikroba yang tidak dikehendaki.
5.2 Analisa Data
5.2.1 Kelompok 1
Pada
praktikum ini, diperoleh beberapa data pengamatan yaitu jumlah sel mikroba,
kurva standart dan massa sel. Media yang digunakan yaitu PDA, PCA, OMEA dan
NA-Ca dimana pada tiap-tiap media terdapat 2 cawan dengan pengenceran yang
sama. Dari data pengamatan jumlah sel mikroba, dapat diketahui bahwa pada media
PDA, kapang yang tumbuh pada pengenceran 10-7 sebanyak 3,
pengenceran 10-8 sebanyak 2 dan pengenceran 10-9 sebanyak
7. Hal ini terjadi penyimpangan karena semakin besar pengenceran maka jumlah mikroba
yang tumbuh semakin banyak. Hal ini dapat disebabkan kurang aseptiknya
perlakuan dan selain itu, kurang tepatnya pengukuran aquades yang ditambahkan
juga menjadi salah satu penyebab penyimpangan tsb.
Pada
media PCA mikroba yang tumbuh pada
pengenceran 10-7 sebanyak 8, pengenceran 10-8 sebanyak 5
dan pengenceran 10-9 tidak ada mikroba yang tumbuh. Pada media ini
tidak terjadi penyimpangan karena semakin besar pengenceran, jumlah mikroba
yang tumbuh semakin sedikit.
Sedangkan
pada media OMEA dapat diketahui bahwa khamir yang tumbuh pada pengenceran 10-6
sebanyak 7, pengenceran 10-7 sebanyak 2 dan pengenceran 10-8
sebanyak 2. Hal ini tidak terjadi penyimpangan karena semakin besar pengenceran
maka jumlah mikroba yang seharusnya tumbuh semakin sedikit. Dan yang terakhir
pada media NA-Ca, tidak ada bakteri asam laktat yang tumbuh pada pengenceran 10-9
dan 10-10.
Pada
praktikum ini dibuat pula kurva standart menggunakan konsentrasi mikroba
sebagai x dan nilai absorbansi sebagai y. Nilai absorbansi diperoleh dari
konsentrasi larutan 0,1 , 0,2 , 0,3 , 0,4 , 0,5 , 0,6 dan 0,7 ml. Nilai
absorbansi yang diperoleh yaitu 0,122 , 0,253 , 0,389 , 0,501 , 0,635 , 0,781
dan 0,905. Dan konsentrasi mikroba yaitu 0,5 , 0,1 , 0,15 , 0,2 , 2,5 , 3 dan
3,5. Dari data-data tsb diperoleh persamaan y = 1,273x – 0,002. Dimana
diperoleh nilai R yaitu 0,998. Nilai R ini mendekati 1 yang berarti presisi
data yang diperoleh baik. Yang kemudian dapat diketahui pula jumlah
mikroorganisme yaitu 0,5 mg/ml.
5.2.2 Kelompok
2
Pada
praktikum ini, diperoleh beberapa data pengamatan yaitu jumlah sel mikroba,
kurva standart dan massa sel. Media yang digunakan yaitu PDA, PCA, OMEA dan
NA-Ca dimana pada tiap-tiap media terdapat 2 cawan dengan pengenceran yang sama.
Dari data pengamatan jumlah sel mikroba dapat diketahui bahwa pada media PDA,
kapang yang tumbuh pada pengenceran 10-6 sebanyak 1, pengenceran 10-7
sebanyak 3,5, pengenceran 10-8 sebanyak 1 dan pengenceran 10-9
tidak ada kapang yang tumbuh. Hal ini tidak terjadi penyimpangan karena semakin
besar pengenceran jumlah mikroba yang tumbuh semakin sedikit.
Pada
media PCA mikroba yang tumbuh pada
pengenceran 10-7 sebanyak 24, pengenceran 10-8 sebanyak 429,5
dan pengenceran 10-9 sebanyak 42. Pada media ini tidak terjadi penyimpangan
karena semakin besar pengenceran, jumlah mikroba yang tumbuh semakin sedikit.
Sedangkan
pada media OMEA dapat diketahui bahwa khamir yang tumbuh pada pengenceran 10-6
sebanyak 1, pengenceran 10-7 sebanyak 3 dan pengenceran 10-8
sebanyak 4. Hal ini terjadi penyimpangan karena semakin besar pengenceran
jumlah mikroba yang tumbuh semakin banyak atau meningkat. Seharusnya semakin
besar pengenceran jumlah mikroba yang tumbuh semakin sedikit. Hal ini dapat dikarenakan
kurang aseptiknya perlakuan dan selain itu, kurang tepatnya pengukuran aquades
yang ditambahkan juga menjadi salah satu penyebab penyimpangan tsb. Dan yang
terakhir pada media NA-Ca, bakteri asam laktat yang tumbuh hanya pada
pengenceran 10-9 yaitu sebanyak 7.
Nilai
absorbansi yang diperoleh dari konsentrasi larutan 0,1 , 0,2 , 0,3 , 0,4 , 0,5
, 0,6 dan 0,7 ml yaitu 0,236 , 0,493 , 0,612 , 0,829 , 0,972 , 1,127 dan 1,433.
Dan konsentrasi mikroba yaitu 0,7 , 1,7 , 2,1 , 2,8 , 3,5 , 4,2 dan 4,9.
Konsentrasi mikroba diperoleh dari data a gram yaitu 37,88 gram dan b gram
yaitu 37,95 gram. Dari a dan b gram diperoleh berat biakan kerinng ( c gram)
yaitu 0,07 gram. Dari data-data tsb diperoleh persamaan y = 1,898x – 0,068.
Dimana diperoleh nilai R yaitu 0,982. Nilai R ini mendekati 1 yaitu menunjukkan
presisi data yang diperoleh baik dan dapat diketahui pula jumlah mikroorganisme
yaitu 0,1605 mg/ml.
5.2.3 Kelompok
3
Pada
praktikum ini, diperoleh beberapa data pengamatan yaitu jumlah sel mikroba,
kurva standart dan massa sel. Media yang digunakan yaitu PDA, PCA, OMEA dan
NA-Ca dimana pada tiap-tiap media terdapat 2 cawan dengan pengenceran yang sama.
Dari data pengamatan jumlah sel mikroba dapat diketahui bahwa pada media PDA,
kapang yang tumbuh pada pengenceran 10-6 sebanyak 5, pengenceran 10-7
sebanyak 1, dan pengenceran 10-8 tidak ada kapang yang tumbuh. Hal
ini tidak terjadi penyimpangan karena semakin besar pengenceran jumlah mikroba
yang tumbuh semakin sedikit. Pada media
PCA mikroba yang tumbuh pada pengenceran
10-7 sebanyak 26, pengenceran 10-8 sebanyak 1 dan
pengenceran 10-9 sebanyak 2,5. Pada media ini terjadi penyimpangan karena
semakin besar pengenceran, jumlah mikroba yang tumbuh semakin banyak atau
meningkat. Hal ini dapat disebabkan kurang aseptiknya perlakuan dan selain itu,
kurang tepatnya pengukuran aquades yang ditambahkan juga menjadi salah satu
penyebab penyimpangan tsb. Sedangkan pada media OMEA dapat diketahui bahwa
khamir yang tumbuh pada pengenceran 10-6 sebanyak 134,5, pengenceran
10-7 sebanyak 2 dan pengenceran 10-8 sebanyak 1. Hal ini tidak
terjadi penyimpangan karena semakin besar pengenceran jumlah mikroba yang
tumbuh semakin sedikit. Dan yang terakhir pada media NA-Ca, tidak ada bakteri
asam laktat yang tumbuh pada pengenceran 10-9 maupun 10-10.
Nilai
absorbansi yang diperoleh dari konsentrasi larutan 0,1 , 0,2 , 0,3 , 0,4 , 0,5
, 0,6 dan 0,7 ml yaitu 0,1635 , 0,3025 , 0,7315 , 0,823 , 0,1051 , 1,124 dan
1,1605. Dan konsentrasi mikroba yaitu 0,3 , 0,6 , 0,9 , 1,2 , 1,5 , 1,8 dan
2,1. Konsentrasi mikroba diperoleh dari data a gram yaitu 39,77 gram dan b gram
yaitu 39,8 gram. Dari a dan b gram diperoleh berat biakan kerinng ( c gram)
yaitu 0,03 gram. Dari data-data tsb diperoleh persamaan y = 0,669x – 0,049.
Dimana diperoleh nilai R yaitu 0,986. Nilai R ini mendekati 1 yang menunjukkan
bahwa presisi data yang diperoleh baik dan dapat diketahui pula jumlah
mikroorganisme yaitu 0,198 mg/ml.
5.2.4 Kelompok
4
Pada
praktikum ini, diperoleh beberapa data pengamatan yaitu jumlah sel mikroba,
kurva standart dan massa sel. Media yang digunakan yaitu PDA, PCA, OMEA dan
NA-Ca dimana pada tiap-tiap media terdapat 2 cawan dengan pengenceran yang sama.
Dari data pengamatan jumlah sel mikroba dapat diketahui bahwa pada media PDA,
kapang yang tumbuh pada pengenceran 10-6 sebanyak 8,5, pengenceran
10-7 sebanyak 5, dan pengenceran 10-8 sebanyak 3,5. Hal
ini tidak terjadi penyimpangan karena semakin besar pengenceran jumlah mikroba
yang tumbuh semakin sedikit. Pada media
PCA mikroba yang tumbuh pada pengenceran
10-7 sebanyak 18, pengenceran 10-8 sebanyak 14 dan
pengenceran 10-9 sebanyak 6,5. Pada media ini tidak terjadi penyimpangan
karena semakin besar pengenceran, jumlah mikroba yang tumbuh semakin sedikit.
Sedangkan pada media OMEA dapat diketahui bahwa khamir yang tumbuh pada
pengenceran 10-6 sebanyak 1, pengenceran 10-7 sebanyak 1
dan pengenceran 10-8 sebanyak 2. Hal ini terjadi penyimpangan karena
semakin besar pengenceran jumlah mikroba yang tumbuh semakin banyak. Hal ini
dapat disebabkan kurang aseptiknya perlakuan dan selain itu, kurang tepatnya
pengukuran aquades yang ditambahkan juga menjadi salah satu penyebab
penyimpangan tsb. Dan yang terakhir pada media NA-Ca, tidak ada bakteri asam
laktat yang tumbuh pada pengenceran 10-9 maupun 10-10.
Nilai
absorbansi yang diperoleh dari konsentrasi larutan 0,1 , 0,2 , 0,3 , 0,4 , 0,5
, 0,6 dan 0,7 ml yaitu 0,175 , 0,32 , 0,498 , 0,515 , 0,757 , 0,851 dan 1,028.
Dan konsentrasi mikroba yaitu 0,6 , 1,2 , 1,8 , 2,4 , 3 , 3,6 dan 4,2.
Konsentrasi mikroba diperoleh dari data a gram yaitu 26,92 gram dan b gram
yaitu 26,98 gram. Dari a dan b gram diperoleh berat biakan kerinng ( c gram)
yaitu 0,06 gram. Dari data-data tsb diperoleh persamaan y = 0,135x – 0,034.
Dimana diperoleh nilai R yaitu 0,968. Nilai R ini mendekati 1 yang menunjukkan
bahwa presisi data yang diperoleh baik dan dapat diketahui pula jumlah
mikroorganisme yaitu 0,72 mg/ml.
5.2.5 Kelompok
5
Pada
praktikum ini, diperoleh beberapa data pengamatan yaitu jumlah sel mikroba,
kurva standart dan massa sel. Media yang digunakan yaitu PDA, PCA, OMEA dan
NA-Ca dimana pada tiap-tiap media terdapat 2 cawan dengan pengenceran yang sama.
Dari data pengamatan jumlah sel mikroba dapat diketahui bahwa pada media PDA,
kapang yang tumbuh pada pengenceran 10-6 sebanyak 78, pengenceran 10-7
sebanyak 17, dan pengenceran 10-8 sebanyak 21,5. Hal ini terjadi penyimpangan
karena semakin besar pengenceran jumlah mikroba yang tumbuh semakin banyak atau
meningkat. Hal ini dapat disebabkan kurang aseptiknya perlakuan dan selain itu,
kurang tepatnya pengukuran aquades yang ditambahkan.
Pada
media PCA mikroba yang tumbuh pada
pengenceran 10-7 sebanyak 39, pengenceran 10-8 sebanyak 38
dan pengenceran 10-9 sebanyak 49. Pada media ini terjadi penyimpangan
karena semakin besar pengenceran, jumlah mikroba yang tumbuh semakin banyak. Penyimpangan
itu terjadi karena kurang aseptiknya perlakuan dan selain itu, kurang tepatnya
pengukuran aquades yang ditambahkan. Sedangkan pada media OMEA dapat diketahui
bahwa khamir yang tumbuh pada pengenceran 10-6 sebanyak 61,5,
pengenceran 10-7 sebanyak 5 dan pengenceran 10-8 sebanyak
1,5. Hal ini tidak terjadi penyimpangan karena semakin besar pengenceran jumlah
mikroba yang tumbuh semakin sedikit. Dan yang terakhir pada media NA-Ca, tidak
ada bakteri asam laktat yang tumbuh pada pengenceran 10-9 maupun 10-10.
Nilai
absorbansi diperoleh dari konsentrasi larutan 0,1 , 0,2 , 0,3 , 0,4 , 0,5 , 0,6
dan 0,7 ml. Nilai absorbansi yang diperoleh yaitu 0,155 , 0,305 , 0,552 , 0,815
, 0,941 , 1,094 dan 1,265. Dan konsentrasi mikroba yaitu 0,4 , 0,8 , 1,2 , 1,6
, 2, 2,4 dan 2,8. Konsentrasi mikroba diperoleh dari data a gram yaitu 40,69
gram dan b gram yaitu 40,73 gram. Dari a dan b gram diperoleh berat biakan
kerinng ( c gram) yaitu 0,04 gram. Dari data-data tsb diperoleh persamaan y =
0,556x – 0,1. Dimana diperoleh nilai R yaitu 0,986. Nilai R ini mendekati 1
yang berarti presisi data yang diperoleh baik. Yang kemudian dapat diketahui
pula jumlah mikroorganisme yaitu 2,2 mg/ml.
5.2.6 Kelompok
6
Pada
praktikum ini, diperoleh beberapa data pengamatan yaitu jumlah sel mikroba,
kurva standart dan massa sel. Media yang digunakan yaitu PDA, PCA, OMEA dan
NA-Ca dimana pada tiap-tiap media terdapat 2 cawan dengan pengenceran yang sama.
Dari data pengamatan jumlah sel mikroba dapat diketahui bahwa pada media PDA,
kapang yang tumbuh pada pengenceran 10-6 sebanyak 16,5, pengenceran
10-7 sebanyak 11,5, dan pengenceran 10-8 sebanyak 11,5.
Hal ini tidak terjadi penyimpangan karena semakin besar pengenceran jumlah mikroba
yang tumbuh semakin sedikit.
Pada
media PCA mikroba yang tumbuh pada
pengenceran 10-7 sebanyak 97, pengenceran 10-8 sebanyak 35,5
dan pengenceran 10-9 sebanyak 51,5. Pada media ini terjadi penyimpangan
karena semakin tinggi pengenceran, jumlah mikroba yang tumbuh semakin banyak. Penyimpangan
itu terjadi karena kurang aseptiknya perlakuan dan selain itu, kurang tepatnya
pengukuran aquades yang ditambahkan. Sedangkan pada media OMEA dapat diketahui
bahwa khamir yang tumbuh pada pengenceran 10-6 sebanyak 27, pengenceran
10-7 sebanyak 3 dan pengenceran 10-8 tidak ada khamir
yang tumbuh. Hal ini tidak terjadi penyimpangan karena semakin besar
pengenceran jumlah mikroba yang tumbuh semakin sedikit. Dan yang terakhir pada
media NA-Ca, bakteri asam laktat yang tumbuh pada pengenceran 10-9 sebanyak
4 dan pada pengenceran 10-10 sebanyak 2.
Nilai
absorbansi yang diperoleh dari konsentrasi larutan 0,1 , 0,2 , 0,3 , 0,4 , 0,5
, 0,6 dan 0,7 ml yaitu 0,328 , 0,574 , 0,8055 , 0,9815 , 1,055, 1,173 dan
1,391. Dan konsentrasi mikroba yaitu 0,4 , 0,8 , 1,2 , 1,6 , 2, 2,4 dan 2,8.
Konsentrasi mikroba diperoleh dari data a gram yaitu 39,17 gram dan b gram
yaitu 39,21 gram. Dari a dan b gram diperoleh berat biakan kerinng ( c gram)
yaitu 0,04 gram. Dari data-data tsb diperoleh persamaan y = 1,548x – 0,124.
Dimana diperoleh nilai R yaitu 0,994. Nilai R ini mendekati 1 yang menunjukkan
bahwa presisi data yang diperoleh baik dan dapat diketahui pula jumlah
mikroorganisme yaitu 1,022 mg/ml.
BAB
6. PENUTUP
6.1 Kesimpulan
Dari praktikum yang
dilakukan, dapat diperoleh kesimpulan yaitu:
1.
Ada 2 macam cara perhitungan jumlah mikroba/bakteri, yaitu
perhitungan secara langsung (direct method) dan tidak langsung (indirect
method).
2.
Semakin besar pengenceran
maka jumlah mikroba yang tumbuh semakin seditkit.
3.
Pada media NA-Ca, Bakteri
asam laktat yang tumbuh hanya pada media kelompok 2 yaitu 7 pada pengenceran 10-9
dan kelompok 6 pada pengenceran 10-9 dan 10-10.
4.
Nilai R pada semua
kelompok mendekati 1 yang menunjukkan presisi data yang diperoleh baik.
6.2 Saran
Diperlukan
kehati-hatian dalam pelaksanaan praktikum agar tidak terjadi kerusakan alat.
DAFTAR
PUSTAKA
Dwidjoseputro, S.. 1992. Mikrobiologi Pangan. Jakarta : Gramedia
Pustaka Utama.
Dwidjoseputro, D. 1994. Dasar
dasar mikrobiologi. Jakarta: Djambatan.
Fardiaz, S., Nuraeni dan Harsi, 1996. Pemanfaatan
Air Kelapa Untuk Produksi Minuman Sehat Anti Diare Melalui Proses Fermentasi
Laktat. Bogor : Jurusan Teknologi Pangan dan Gizi, Fateta-IPB.
Hadioetomo, R. 1990. Mikrobiologi
Dasar-Dasar Dalam Praktek. Gramedia. Jakarta.
Jutono, J., Soedarsono, S., Hartadi, S., Kabirun, S., Suhadi,
D., Soesanto. 1980. Pedoman Praktikum Mikrobiologi Umum.
Departemen Mikrobiologi Fakultas Pertanian UGM. Yogyakarta.
Natrsir .2003.Mikrobiologi
Farmasi Dasar. Makassar : Universitas Hasanudin.
Pelczar, M.J dan
E.C.S Chan. 1996. Dasar-Dasar Mikrobiologi. Jakarta : UI Press.
Stainer,
R.Y. 1986. The Microbial World.
Prentice Hall. Englewood Cliffs. New Jersey.
Suriawiria,
U. 1985. Pengantar
Mikrobiologi Umum. Penerbit Angkasa. Bandung.
Viegas,
J. 2004. Fungi and Mold. The Rosen Publishing Group, New York. Natrsir
.2003.Mikrobiologi Farmasi Dasar. Makassar : Universitas Hasanudin.
5.
No comments:
Post a Comment