Thursday 26 January 2017

Analisa Mikrobiologi

BAB 1. PENDAHULUAN

1.1              Latar Belakang
Perhitungan dalam penentuan jumlah sel mikroba dapat dinyatakan dengan dua cara yaitu perhitungan sel dan massa sel. Untuk hitungan jumlah sel diantaranya hitungan secara mikroskopik, hitungan cawan dan most probable number (MPN), sedangkan untuk hitungan massa sel meliputi cara volumetrik, gravimetri dan turbiditimeteri. Hitungan secara mikroskopik menggunakan alat pembesar dan desk glass khusus untuk menghitung jumlah sel dari sejumlah cuplikan suspensi mikroba tanpa melakukan penumbuhan mikroba terlebih dahulu, sedangkan hitungan cawan dan MPN memerlukan media tumbuh dalam 1 sampai 2 hari pada suhu ruangan tertentu kemudian baru jumlah sel dapat dihitung. Dapat dilakukan dengan cara pour plate/ tuang dan spread/ sebar, sedangkan untuk menentukan jumlah mikroba golongan tertentu dengan menggunakan media khusus misalnya untuk penentuan jumlah kapang dengan PDA, total mikroba dengan PCA, untuk khamir/ yeast dengan OMEA.
Perhitungan massa sel menggunakan neraca analitik untuk menimbang massa sel kering dari sejumlah cuplikan suspensi sel mikroba yang telah dikeringkan, maka dalam hal ini juga akan menggunakan alat ukur volumetrik. Cara turbidimeteri menggunakan alat ukur volumetrik disamping alat pengukur serapan energi gelombang sinar (spektrofotometer). Untuk metode pengukuran massa sel tidak diperlukan media tuumbuh, kecuali dengan menggunakan metode spektrofotometer yaitu digunakan untuk menumbuhkan sel mikroba yang dipakai untuk pembuatan kurva standart.

1.2              Tujuan
1.      Untuk mengetahui cara menyiapkan peralatan dan media tumbuh yang steril untuk digunakan pada penentuan jumlah sel mikroba.
2.      Untuk mengetahui cara menghitung jumlah dan massa sel mikroba dari berbagai golongan.
3.      Untuk mengetahui cara menentukan jenis sel mikroba, misalnya bakteri pembentuk asam organik.

























BAB 2. TINJAUAN PUSTAKA

2.1       Cara Perhitungan Mikroorganisme (Langsung dan Tidak Langsung)
Menurut Jutono, dkk (1980) ada 2 macam cara perhitungan jumlah mikroba/bakteri, yaitu perhitungan secara langsung (direct method) dan tidak langsung (indirect method) :
Ø  Perhitungan Jumlah Mikroba Secara langsung
Cara ini dipakai untuk menentukan jumlah mikroba dihitung secara keseluruhan, baik yang mati atau yang hidup. Berbagai cara perhitungan mikroba secara langsung menggunakan:
1.       Counting Chamber
Perhitungan ini dapat menggunakan hemositometer. Dasar perhitungannya ialah dengan menempatkan satu tetes suspensi bahan atau biakan mikroba pada alat tersebut ditutup dengan gelas penutup kemudian diamati dengan mikroskop yang perbesarannya tergantung pada besar kecilnya mikroba. Dengan menentukan jumlah sel rata-rata tiap petak (ruangan) yang telah diketahui volumenya, dari alat tersebut dapat ditentukan jumlah sel mikroba tiap cc (Jutono dkk, 1980).
Hemasitometer adalah metode perhitungan secara mikroskopis. Ruang hitung terdiri dari 9 kotak besar dengan luas 1 mm². Satu kotak besar di tengah, dibagi menjadi 25 kotak sedang dengan panjang 0,05 mm. Satu kotak sedang dibagi lagi menjadi 16 kotak kecil. Dengan demikian satu kotak besar tersebut berisi 400 kotak kecil. Tebal dari ruang hitung ini adalah 0,1 mm. Sel bakteri yang tersuspensi akan memenuhi volume ruang hitung tersebut sehingga jumlah bakteri per satuan volume dapat diketahui.
Counting chamber terdiri dari kotak-kotak teratur yang telah diketahui areanya, yang disusun dari liquid film dimana telah diketahui kedalamannya dan dapat dibedakan antara slide dan cover slip. Akibatnya volume dari cairan yang dituangkan tiap kotak dengan pasti volumenya dapat diketahui. Seperti perhitungan langsung yang dikenal dengan “total cell count” merupakan perhitungan yang meliputi sel hidup dan sel yang tidak hidup, sejak ini padakasus bacteria yang tidak dibedakan dengan pengamatan mikroskopik (Stainer, 1986).

2.      Cara Pengecatan dan Pengamatan Mikroskopik
Pada cara ini mula-mula dibuat preparat mikroskopik pada gelas benda, suspensi bahan atau biakan mikroba yang telah diketahui volumenya diratakan diatas gelas benda pada suatu luas tertentu. Setelah itu preparat dicat dan dihitung jumlah rata-rata sel mikroba tiap bidang pemandangan mikroskopik. Luas bidang pemandangan mikroskopik dihitung dengan mengukur garis tengahnya. Jadi jumlah mikroba yang terdapat pada gelas benda seluruhnya dapat dihitung. Dengan perhitungan dapat diperoleh jumlah mikroba tiap cc bahan/cairan yang diperiksa (Jutono dkk, 1980).

3.      Filter Membran
Mula-mula disaring sejumlah volume tertentu suatu suspensi bahan atau biakan mikroba, kemudian disaring dengan filter membran yang telah disterilkan terlebih dahulu. Dengan menghitung jumlah sel rata-rata tiap saat satuan luas pada filter membran, dapat dihitung jumlah sel dari volume suspense yang disaring. Jika perhitungan secara biasa susah, perlu dilakukan pengecatan pada filter membran, kemudian filter membran dijenuhi dengan minyak imersi supaya tampak transparan (Jutono dkk, 1980).
Keuntungan metode ini ialah pelaksanaannya cepat dan tidak memerlukan banyak peralatan.

Ø  Perhitungan Jumlah Mikroba Secara Tidak Langsung
Jumlah mikroba dihitung secara keseluruhan baik yang mati atau yang hidup atau hanya untuk menentukan jumlah mikroba yang hidup saja, ini tergantung cara-cara yang digunakan. Untuk menentukan jumlah mikroba yang hidup dapat dilakukan setelah larutan bahan atau biakan mikroba diencerkan dengan factor pengenceran tertentu dan ditumbuhkan dalam media dengan cara-cara tertentu tergantung dari macam dan sifat-sifat mikrobanya.
Perhitungan jumlah mikroba secara tidak langsung ini dapat dilakukan dengan:
1.       Centrifuge
Caranya 10 cc biakan cair mikroba dipusingkan dengan menggunakan centrifuge biasa dan digunakan untuk dipertanggungjawabkan, maka kecepatan dan waktu centrifuge harus diperhatikan. Setelah diketahui volume mikroba keseluruhannya , maka dapat dipakai untuk menentukan jumlah sel-sel mikroba tiap cc, yaitu dengan membagi volume mikroba keseluruhan dengan volume rata-rata tiap sampel. Dengan kecepatan 3500-6000 rpm dan dengan waktu 5-10 menit (Suriawiria, 1985).

2.       Berdasarkan kekeruhan (turbiditas/turbidimetri)
Turbidimetri merupakan metode yang cepat untuk menghitung jumlah bakteri dalam suatu larutan menggunakan spektrofotometer. Bakteri menyerap cahaya sebanding dengan volume total sel (ditentukan oleh ukuran dan jumlah). Ketika mikroba bertambah jumlahnya atau semakin besar ukurannya dalam biakan cair, terjadi peningkatan kekeruhan dalam biakan. Kekeruhan dapat disebut optical density (absorbsi cahaya, biasanya diukur pada panjang gelombang 520 nm – 700 nm). Untuk mikroba tertentu, kurva standar dapat memperlihatkan jumlah organisme/ml (ditentukan dengan metode hitungan cawan) hingga pengukuran optical density (ditentukan dengan spektrofotometer) (Dwijoseputro, 1990).

3.       Perhitungan Elektronik (Elektronic Counter)
Prinsip kerja alat ini yaitu adanya gangguan-gangguan pada aliran ion-ion (listrik) yang bergerak diantara dua electrode. Penyumbatan sementara oleh sel mikroba pada pori sekat yang terdapat diantara kedua electrode itu menyebabkan terputusnya aliran listrik. Jumlah pemutusan aliran tiap satuan waktu dihubungkan dengan kecepatan aliran cairan yang mengandung mikroba merupakan ukuran jumlah mikroba dalam cairan tersebut (Jutono dkk, 1980).

4.      Berdasarkan Analisa Kimia
Cara ini didasarkan atas hasil analisa kimia sel-sel mikroba. Makin banyak sel-sel mikroba, makin besar hasil analisa kimianya secara kuantitatif.

5.      Berdasarkan Berat Kering
Cara ini terutama digunakan untuk penentuan jumlah jamur benang misalnya dalam industry mikrobiologi.Kenaikan berat kering suatu mikrobia berarti juga kenaikan sintesa dan volume sel-sel yang dipakai untuk menentukan jumlah mikrobia.

6.      Menggunakan Cara Pengenceran
Cara pengenceran ini dipakai untuk menentukan jumlah mikroba yang hidup saja Dasar perhitungannya adalah dengan mengencerkan sejumlah volume tertentu suatu suspense bahan atau biakan mikroba secara bertingkat, setelah diinokulasikan ke dalam medium dan diinkubasikan, dilihat pertumbuhan mikrobanya.

7.      Menggunakan Cara Most Probable Number (MPN)
Menggunakan media cair, contoh laktosa broth. Prinsip metode ini adalah menggunakan media cair di dalam tabung reaksi dan menggunakan tabung durham (untuk melihat gas). Perhitungan dilakukan berdasarkan jumlah tabung yang positif yaitu ditumbuhi mikroba setelah diinkubasi pada suhu dan waktu tertentu. Pengamatan tabung yang positif dilihat dengan mengamati timbulnya kekeruhan atau terbentuk gas di dalam tabung durham (tabung kecil dengan posisi terbalik). Metode MPN biasanya dilakukan untuk pengujian air minum, dengan 3-5 seri tabung.

8.      Menghitung Dengan Metode Cawan
Prinsip metode ini adalah sel mikroba yang masih hidup ditumbuhkan padamedia agar padat, maka sel mikroba tersebut akan berkembangbiak dan membentuk koloni yang dapat dilihat langsung dengan mata tanpa mikroskop. Sebaiknya jumlah koloni mikroba yang tumbuh dan dapat dihitung berkisar antara 30-300 koloni. Metode cawan dengan jumlah koloni yang tinggi (>300) sulit untuk dihitung sehingga kemungkinan kesalahan perhitungan sangat besar. Pengenceran sampel membantu untuk memperoleh perhitungan jumlah yang benar, namun pengenceran yan terlalu tinggi akan mengahasilkan jumlah koloni yang rendah/menghancurkan koloni. Metode perhitungan cawan merupakan cara yang paling sensitif untuk menghitung jumlah mikroba. Metode cawan ada dua cara yaitu  Metode tuang (pour plate) dan Metode permukaan (surface plate).

9.      Berdasarkan Jumlah Koloni
Cara ini paling umum digunakan untuk perhitungan jumlah mikroba. Dasarnya adalah membuat suatu seri pengenceran bahan dengan kelipatan 10 dari masing-masing-masing pengenceran diambil 1 cc dan dibuat taburan dalam Petridis (pour plate) dengan medium agar yang macam dan caranya tergantung pada macamnya mikroba (Jutono dkk, 1980).

Dalam perhitungan jumlah mikroorganisme ini seringkali digunakan pengenceran. Pada pengenceran dengan menggunakan botol cairan terlebih dahulu dikocok dengan baik sehingga kelompok sel dapat terpisah. Pengenceran sel dapat membantu untuk memperoleh perhitungan jumlah mikroorganisme yang benar. Namun pengenceran yang terlalu tinggi akan menghasilkan lempengan agar dengan jumlah koloni yang umumnya relatif rendah (Hadioetomo, 1990).
2.2              Karakteristik Kimia, Fisik, Mikrobiologi Media
1.      PDA(Potatoe Dextrose Agar)
            Media ini merupakan media komplek dan diferensiasi untuk pertumbuhan jamur dan yeast sehingga sering digunakan sebagai uji untuk menentukan jumlah jamur dan yeast dengan menumbuhkan mikroba pada permukaan sehingga akan membentuk koloni yang dapat diikat dan dihitung (Fardiaz, 1993).
            Selain itu media ini juga digunakan untuk pertumbuhan, isolasi dan enumerasi dari kapang serta khamir pada bahan makanan dan bahan lainnya. Komposisi medianya adalah  20% kentang, agar, 1 liter aquades dan  2% peptone.
Berdasakan komposisinya, PDA termasuk ke dalam medium semisintetik, yaitu medium yang komponen dan takarannya sebagian diketahui dan sebagian lagi tidak diketahui secara pasti. Sedangkan berdasarkan fungsinya, PDA termasuk ke dalam medium umum, yaitu medium yang dapat ditumbuhi berbagai jenis mikroorganisme PDA berwarna kuning dan berbentuk serbuk halus dengan merk yang digunakan adalah Oksoid. Sebelum dipanaskan tidak larut sepenuhnya dalam air, tetapi masih terlihat serbuk-serbuknya, berwarna putih. Setelah dipanaskan serbuk media larut seluruhnya dalam air, berwarna krem.

2.      PCA (Plate Count Agar)
Merupakan salah satu jenis media yang mengandung glukosa dan ekstrak ragi yang digunakan untuk menumbuhkan semua jenis bakteri. PCA mengandung nutrisi yang disediakan oleh trypton, vitamin dari ekstrak ragi, dan glukosa yang digunakan sebagai sumber energi bagi mikroba (Pelczar 1996).
Untuk penggunaannya, digunakan PCA instant sebanyak 22,5 gram untuk 1 Liter aquades. Berdasakan komposisinya, PCA termasuk ke dalam medium semisintetik, yaitu medium yang komponen dan takarannya sebagian diketahui dan sebagian lagi tidak diketahui secara pasti. PCA berwarna putih keabuan, berbentuk granula dan merek yang digunakan adalah Merck. Sebelum dipanaskan tidak larut sepenuhnya dalam air, tetapi masih terlihat serbuk-serbuknya, berwarna kuning dan terlihat keruh. Setelah dipanaskan serbuk media larut seluruhnya dalam air, berwarna kuning. (Fardiaz, S. 1992).

3.      OMEA
Karakteristik fisik dari media ini antara lain yaitu memiliki warna coklat pucat saat sebelum dilakukan pemanasan dan berwarna coklat tua setelah mengalami pemanasan. Media ini mengandung aquades 50 ml, malt ekstrak 30 g/l, pepton 3 g/l dan agar 15 g/l. MEA pada umumnya digunakan sebagai media pertumbuhan khamir. Didalam media tersebut mengandung unsur O yang merupakan salah satu mineral yang dapat menunjang pertumbuhan khamir.

4.      NA-Ca
Nutrien agar adalah medium umum untuk uji air dan produk pangan.NA juga digunakan untuk pertumbuhan mayoritas dari mikroorganisme yang tidak selektif, dalam artian mikroorganisme heterotrof. Media ini merupakan media sederhana yang dibuat dari ekstrak beef, pepton, dan agar.Medium NA sebelum pemanasanadalah berbentuk larutan berwarna kuning keruh sebelum dipanaskan, dan berwarna kuning bening saat setelah dipanaskan.
Namun, setelah pemanasan didapatkanwarna dari medium NA lebih jernih bila dibandingkan dengan sebelum pemanasan.NA merupakan salah satu media yang digunakan dalam prosedur bakteriologi seperti uji biasa dari air, produk pangan, untuk pertumbuhan sampel pada uji bakteri, dan untuk mengisolasi organisme dalam kultur murni. Komposisi kimia nutrien agar adalah eksrak beef 10 g, pepton 10 g, NaCl 5 g, air desitilat 1.000 ml dan 15 g agar/L. Agar dilarutkan dengan komposisi lain dan disterilisasi dengan autoklaf pada 121°C selama 15 menit.
Mineral merupakan bagian dari sel, unsur penyusun sel yaitu C, O, N, H dan P. Unsur mineral lain yang diperlukan oleh sel yaitu K, Ca, Mg, Ma, S, dan Cl. Unsur mineral yang digunakan dalam jumlah yang sangat sedikit yaitu Fe, Mn, Co, Cu, Bo, Zn, Mo, Al, Ni, Va, Sc, Si, Tu dan sebagainya yang tidak dipoerlukan jasad. Unsur yang digunakan dalam jumlah besar dapat disebut dengan unsur makro, dalam jumlah sedang disebut dengan unsur oligo, dan jumlah sedikit disebut unsur mikro.Unsur mikro tersebut sering terdapat sebgai ikutan pada garam unsur makro, dan dapat masuk dalam medium lewat kontaminan gelas tempatnya, atau partikel debu. Unsur mineral yang digunakan untuk menunjang pertumbuhan bakteri, khususnya BAL maka digunakan mineral dengan unsur Ca dalam media NA sehingga berfungsi untuk membantu menyusun sel, selain itu juga untuk mengatur osmose, kadar ion H+ (keasaman, Ph) dan potensial oksidasi reduksi (redoks potensial)medium.



2.3       Karakteristik Morfologi, Fosiologi, dan Kimia Semua Jenis Mikroba
2.3.1       Kapang
Kapang  merupakan jenis lain dari fungi, sebagian besar memiliki tekstur yang tidak jelas  dan biasanya ditemukan pada permukaan makanan yang membusuk atau hangat, dan tempat-tempat lembab. Sebagian besar kapang bereproduksi  secara aseksual, tetapi ada beberapa spesies yang bereproduksi secara seksual dengan menyatukan dua jenis sel untuk membentuk zigot dengan produk uniselular sel  (Viegas, 2004).
Kapang mempunyai ciri-ciri morfologi yang spesifik secara makroskopis dan mikroskopis.Ciri-ciri tersebut dapat digunakan sebagai identifikasi dan determinasi. Pengamatansecara mikroskopis dapat berupa bersekat atau tidaknya hifa, bentuk percabangan hifa, stolon, rizoid , sel kaki badan buah, dasar badan buah, pendukung badan buah,dan bentuk spora (Sutariningsih dkk, 1997).
Mikrobia merupakan jasad hidup yang terlalu kecil, sulit diamati dengan mata telanjang atau tanpa bantuan mikroskop. Kapang termasuk dalam golongan mikrobia. Kapang disebut juga jamur benang atau molds. Mikrobia jenis ini berbentuk benang atau filament, multiseluler, bercabang-cabang, dan tidakberklorofil (Sutariningsih dkk, 1997). Selain itu karakteristik kapang antara lain, tubuh atau talusnya terdiri dari dua bagian, yaitu miselium dan spora (sel resisten,istirahat atau dorman). Miselium merupakan kumpulan beberapa filamen yangdinamakan  hifa. Setiap hifa lebarnya 5 sampai 10 mikron. Di sepanjang setiap hifa terdapat sitoplasma (Pelczar, 1986).

2.3.2        Khamir
Khamir merupakan fungi bersel satu yang mikroskopik, beberapa generasi ada yang membentuk miselium dengan percabangan.Khamir hidupnya sebagian ada yang saprofit dan ada beberapa yang parasitik. Sel khamir mempunyai ukuran yang bervariasi, yaitu dengan panjang  1-5 μm sampai 20-50 μm, dan lebar 1-10 μm  (Pelczar, 2005). Khamir termasuk fungi tetapi dibedakan dari kapang karena bentuknya yang bersifat uniseluler. Reproduksi khamir terutama dengan cara pertunasan. Sebagai sel tunggal khamir tumbuh dan berkembang biak lebih cepat jika dibandingkan dengan kapang karena mempunyai perbandingan luas permukaan dengan volume yang lebih besar.
Khamir pada umumnya diklasifikasikan berdasarkan sifat-sifat fisiologinya dan tidak atas perbedaan morfologinya seperti pada kapang. Yeast dapat dibedakan dua kelompok berdasarkan sifat metabolismenya yaitu bersifat fermentatif dan oksidatif. Jenis fermentatif dapat melakukan fermentasi alkohol yaitu memecah gula (glukosa) menjadi alkohol dan gas contohnya pada produk roti. Sedangkan oksidatif (respirasi) maka akan menghasilkan CO2 dan H2O. Keduanya bagi yeast adalah dipergunakan untuk energi walaupun energi yang dihasilkan melalui respirasi lebih tinggi dari yang melalui fermentasi (Natsir, 2003).
     Sel khamir mempunyai ukuran yang bervariasi, yaitu dengan panjang  1-5 μm sampai 20-50 μm, dan lebar 1-10 μm. Kamir dapat melakukan reproduksi atau perkembangbiakan dengan beberapa cara yaitu (Fardiaz, 2002) : pertunasan, pembelahan, pembelan tunas (kombinasi antara pertunasan dan pembelahan), dan Sporulasi atau pembetukan spora (spora aseksual dan spora seksual)

2.3.3        Bakteri
Bakteri adalah protista yang bersifat prokariot yang khas dan bersel tunggal (uniseluler). Sel-selnya secara khas membentuk bola (kokus), batang (bacillus) atau spiral (spirullum). Diameternya sekitar 0,5-1,0 mm dan panjangnya 1,5-2,6 mm. (Pelczar dan Chan, 1988). Semua bakteri bersel tunggal walaupun dalam beberapa keadaan dapat dijumpai gumpalan yang kelihatan bersel banyak. Bakteri dibagi menjadi tiga bentuk yang utama :
1. Kokus – bulat
2. Basil – berbentuk silinder atau batang
3. Spiral – batang melengkung atau melingkar-lingkar. (Fardiaz, 1992).
Berdasarkan komposisi dinding selnya, bakteri dibedakan menjadi dua yaitu bakteri Gram positif dan  bakteri Gram negatif. Bakteri Gram positif adalah bakteri yang memiliki lapisan peptidoglikan (molekul yang terdiri dari asam amino dan gula) yang tebal (20-80 nm) dan terdiri atas 60-100 persen peptidoglikan. Lapisan peptidoglikan pada bakteri Gram negatif lebih tipis dibandingkan dengan bakteri Gram positif dan mengandung lebih sedikit peptidoglikan (10-20 persen), tetapi mempunyai membran luar yang tebal yang tersusun dari protein, fosfolipida, dan lipopolisakarida sehingga bersama-sama dengan lapisan peptidoglikan, keduanya membentuk mantel pelindung yang kuat untuk sel (Pelczar, 1988).
Bakteri patogen adalah bakteri yang dapat menimbulkan penyakit, terutama pada manusia. Hal ini dikarenakan pada bakteri mempunyai sistem yang dapat mengeluarkan toksin yang dapat menimbulkan reaksi terhadap organisme lain. Bakteri Gram positif dan negatif mempunyai potensi yang sama sebagai bakteri patogen. Dari segi sensitivitas terhadap komponen antibakteri, bakteri Gram positif cenderung lebih sensitif terhadap komponen antibakteri dibandingkan dengan bakteri Gram negatif. Hal ini disebabkan oleh struktur dinding sel Gram positif lebih sederhana, sehingga memudahkan senyawa antibakteri masuk ke dalam sel dan menemukan sasaran untuk bekerja (Pelczar 1988).

2.4       Metode – Metode Sterilisasi
            2.4.1    Sterilisasi Basah
Pada sterilsasi ini menggunakan Autoclave, fungsi dari autoclave adalah alat untuk mensterilkan alat-alat atau media dengan menggunakan uap air bertekanan tinggi. Umumnya pada suhu 1210C selama 15 menit pada tekanan 1 atm. Uap air panas akan merusak protein mikroba hingga mengalami koagulasi, pada saat itu protein akan mengendap (denaturasi) dan menyebabkan kematian pada mikroba. Saat penggunaan autoklaf penutupan harus benar-benar rapat agar uap air yang bertekanan tinggi masuk ke dalam atau berinduksi ke alat. Sterilisasi basah dilakukan untuk sterilisasi media yang telah dibuat. Media tersebut dimasukkan ke dalam Erlenmeyer, kemudian disumbat dengan kapas dan dibungkus alumunium foil untuk selanjutnya disterilisasi di dalam autoklaf. Hal yang dilakukan pada saat menggunakam autoclave, yaitu mengisi air (lebih baik menggunakan aquades) ke dalam autoclave, jangan sampai melebihi batas penyangga tempat penyipanan alat/media. Setelah alat/media dimasukkan, tutup autoclave rapat-rapat dan kencangkan kunci tutupnya. Kemudian nyalakan tombol ON-nya. Setelah air menetes keluar dari klep pengaman, yaitu tempat uap air keluar untuk menjaga stabilitas tekanan tetap dibuka, tutup klep tersebut. Setelah itu, bila jarum sudah menunjukkan angka 1210C/15 lbs, biarkan kedudukan selama waktu sterilisasi yang diperlukan dengan cara mengukur besar kecilnya pemanasan. Setelah sterilisasi selesai, matikan listriknya dan biarkan jarum penunjuk kembali ke angka nol dengan sendirinya. Setelah itu klep dibuka dan tutup digeser, kemudian isi autoclave dikeluarkan. Setelah selesai semua proses matikan powernya. Selain menggunakan Autoclave, sterilisasi basah juga bisa dengan cara perebusan alat pada suhu 1000C selama 15 menit (Dwidjoseputro, 1994).

2.4.2    Sterilisasi Kering
Pada sterilisasi ini menggunakan oven, fungsi dari oven adalah mensterilkan bahan-bahan atau alat-alat gelas secara kering pada suhu 70 - 800C selama 2 jam. Sterilisasi kering (oven) digunakan untuk sterilisasi cawan petri dan pipet ukur yang telah dibungkus kertas arang sebelumnya. Waktu untuk sterilisasi kering cukup lama yaitu sekitar dua jam, karena hanya menggunakan udara panas, dimana kontak dengan media tidak terjadi secara langsung dan intens, tidak seperti menggunakan uap panas (Dwidjoseputro, 1994).

2.5              Karakteristik Bahan dan Mikroorganisme yang Ada Dalam Bahan
1.      Tempe
Tempe adalah produk olahan kedelai hasil fermentasi jamur Rhizopus sp. (Rusmin dan Ko, 1974). Tempe mengandung berbagai nutrisi yang diperlukan oleh tubuh seperti protein, lemak, karbohidrat, dan mineral. Kandungan protein yang terdapat  dalam tempe lebih tinggi dibandingkan dengan produk olahan kedelai yang lain.  Hermana (1985) dalam Ginting (2010) menyebutkan bahwa kandungan protein pada  tempe adalah sebesar 18,3 %. Beberapa penelitian menunjukkan bahwa zat gizi tempe seperti protein dan karbohidrat, lebih mudah dicerna, diserap dan  dimanfaatkan oleh tubuh. Hal ini dikarenakan jamur  Rhizopus sp. yang tumbuh pada kedelai menghidrolisis senyawa - senyawa kompleks menjadi senyawa sederhana yang mudah dicerna oleh manusia (Kasmidjo, 1990). Bau dinyatakan normal jika tidak tercium bau asing. Warna normal adalah putih atau keabu-abuan yang dihasilkan dari proses fermentasi tempe. Rasa yang normal dinyatakan bila tidak terasa rasa asing (SNI, 2009). Tekstur tempe yang padat jika biji kedelai semuanya terselimuti oleh hifa Rhizopus sp.
Secara umum karakteristik fisik tempe (meliputi bau, warna dan rasa) dengan berbagai konsentrasi inokulum sesuai dengan kriteria SNI 8 3144:2009. Warna putih pada tempe disebabkan adanya miselia jamur yang tumbuh pada permukaan biji kedelai. Bau langu pada kedelai yang diakibatkan oleh aktivitas enzim lipoksigenase dalam hal ini juga dapat hilang karena pada proses fermentasi tempe. Selain itu terjadi proses degradasi komponen-komponen dalam kedelai sehingga menyebabkan terbentuknya bau yang khas/ spesifik setelah fermentasi. Aroma tempe yang khas terutama ditentukan oleh pertumbuhan kapang dan pemecahan komponen-komponen dalam kedelai menjadi senyawa yang lebih sederhana yang bersifat volatil seperti amonia,aldehid, dan keton (Kasmidjo,1990; Shurtleff dan Aoyagi, 1979).

2.      Tauco
Tauco merupakan bahan makanan yang berbentuk pasta, berwarna kekuningan sampai coklat dan mempunyai rasa spesifik, dibuat dari campuran kedelai dan tepung beras ketan. Dalam 100 gram tauco terdapat kandungannutrien seperti Table 1.
Kandungan
Prosentase
Protein
12%
Lipid
4,1%
Karbohidrat
10,7%
Serat
3,8%
Kalsium
1,22 mg
Zat besi
5,1 mg
Danseng
3,12 mg
Sumber: (Kwon dan Song, 1996).
Pembuatan tauco, dilakukan melalui dua tahap fermentasi, yaitu fermentasi kedelai yang dilakukan oleh kapang (mold fermentation) dan fermentasi yang dilakukan oleh khamir dan bakteri dalam larutan garam (brine fermentation) (Rahayu, 1989).
Mikroba yang berperan adalah kapang dari jenis Aspergillus I yaitu A. oryzae atau dari jenis R. oryzae dan R. oligosporus. Diantara kapang-kapang tersebut yang lebih sering digunakan dalam pembuatan tauco adalah kapang Aspergillus oryzae. Aspergillus oryzae termasuk kapang dari genus Aspergillus. Biasanya terdapat dimana-mana sebagai saprofit. Koloni yang sudah menghasilkan spora warnanya menjadi coklat kekuning-kuningan kehijau-hijauan atau kehitam-hitaman. Miselium yang semula berwarna putih sudah tidak tampak lagi (Dwijiseputro, 1978).

3.      Kecap
Kecap adalah ekstrak dari fermentasi kedelai yang dicampurkan dengan bahan-bahan lain yang digunakan untuk meningkatkan flavor dari makanan. Karakteristik pembentukan flavor dan aroma pada kecap tergantung pada cara produksi kecap dan juga bahan baku serta strain mikroorganisme yang digunakan. Tahap-tahap utama dari produksi kecap yang melibatkan pembentukan flavor antara lain perlakuan panas terhadap bahan baku, pembentukan koji (fermentasi kapang), fermentasi moromi (fermentasi bakteri asam laktat dan khamir), aging, dan pasteurisasi (Nunomura dan Sasaki, 1992).
Menurut Nunomura dan Sasaki (1992), proses pembuatan kecap terdiri dari lima tahapan utama yaitu perlakuan panas terhadap bahan baku kedelai, fermentasi koji oleh Aspergillus oryzae atau A. soyae, fermentasi moromi oleh Pediococcus halophilus dan Zygosaccharomyces rouxii, ekstraksi moromi dan pasteurisasi. Komposisi kimia yang terdapat dalam kecap dapat dilihat pada table berikut :
Tabel Komposisi kimia kecap
KarakteristikKadar
(%)
Air
29.61
Protein kasar
1.46
Lemak
0.14
Abu
7.64
Karbohidrat
61.15
Garam (NaCl)
6.27
Sumber : Judoamidjojo (1987)

4.      Terasi
Terasi merupakan produk berbentuk seperti pasta, berwarna merah kecoklatan, dibuat dari udang atau ikan yang berukuran kecil dan mempunyai aroma yang kuat (Rahman, 1992). Bahan yang ditambahkan dalam pembuatan terasi adalah garam, tepung tapioka, tepung beras, atau tepung lainnya. Bahan-bahan inilah yang selanjutnya menentukan mutu dan citarasa terasi yang dihasilkan (Astawan, 1989).
Menurut Rahayu (1989) diacu dalam Rahayu et al. (1992) menduga bahwa terasi terdapat mikroba dari jenis Micrococcus, Corynebacterium, Flavobacterium, Cytophaga, Bacillus, Halobacterium dan Acinobacter. Menurut Sjafi’i (1988), yang bertanggungjawab terhadap pembentukan citarasa khas yang dihasilkan produk fermentasi adalah Staphylococcus sp. Saisthi (1967) menemukan bakteri gram positif yang menghasilkan aroma asam organik yang khas, gram negatif oval batang non motil yang memproduksi bau khas daging yang merangsang dan gram positif berbentuk batang panjang, memproduksi aroma yang berasal dari degradasi asam amino.

5.      Tape Singkong
Tape merupakan  makanan yang dibuat secara tradisional melalui proses fermentasi dengan adanya penambahan Saccharomyces Cereviseae dengan cecap yang manis, sedikit asam dan mempunyai aroma alkoholik. Selama proses fermentasi akan terjadi perubahan fisik, kimia dan mikrobiologi. Perubahan fisik terjadi ubi kayu yang tadinya keras menjadi lembek. Perubahan kimia terjadi disebabkan oleh aktifitas mikroorganisme yang terdapat pada starter (ragi), dimana aktivitas-aktivitas mikroorganisme tersebut sangat dibutuhkan untuk dapat memproduksi gula, asam serta pembentukan alkohol dan aroma dari substrat karbohidrat (Winarno, dkk, 1986). Sedangkan perubahan mikrobiologi yang terjadi adalah adanya perubahan warna, pembentukan lendir, pembentukan gas, bau asam, bau alkohol, bau busuk dan berbagai perubahan lainnya.
Menurut Fardiaz (1992), proses fermentasi tape mengubah rasa, aroma, nilai gizi dan palabilitas yang mempengaruhi perubahan substrat menjadi komponen lain. Perubahan tersebut disebabkan oleh aktivitas enzim, komposisi substrat, kondisi lingkungan, tipe dan jumlah mikroba pada awal atau selama fermentasi (Ko Swan Djien, 1982). Suliantari dan Winiati (1989) menyatakan bahwa hal itu juga meningkatkan aseptibilitas, digestabilitas dan menurunkan kandungan HCN sekitar 83,40%.
Tabel Komposisi Gizi Tape Singkong
Zat Gizi
Jumlah
Energi (K kal)
173
Protein (g)
0,5
Lemak (g)
0,1
Karbohidrat (g)
42,5
Kalsium (mg)
30
Fosfor (mg)
30
Besi (mg)
0
Vitamin B1 (mg)
0,07
Air (g)
56,1
Sumber : Direktorat Gizi, Depkes RI (1992)





BAB 3. METODOLOGI PRAKTIKUM

3.1              Alat dan Bahan
3.1.1        Alat
-          Spektrofotometer
-          Kuvet
-          Sentrifuge
-          Labu takar
-          Pipet tetes
-          Pipet volume
-          Bunsen
-          Tabung reaksi
-          Rak
-          Keranjang
-          Jarum ose
-          Oven
-          Eksikator
-          Beaker glass
-          Neraca analitik
-          Bulb pipet
-          Korek
-          Gelas ukur
-          Hotplate
-          Spatula
-          Shaker
-          Vortex
-          Autoclave
-          Inkubator

3.1.2        Bahan
-          Aquades
-          Biakan agar miring
-          PCA
-          PDA
-          OMEA
-          NA-Ca
-          Gula
-          Terasi
-          Tauco
-          Tape singkong
-          Tempe
-          Kecap
-          Label
-          Tissue
-          Kertas koran













3.2             

BAB 4. HASIL PENGAMATAN DAN PEMBAHASAN

4.1       Hasil Pengamatan
            4.1.1    Kelompok 1
·      Perhitungan mikroba
Media
Pengenceran
10-6
10-7
10-8
10-9
10-10
1
2
1
2
1
2
1
2
PDA


3
0
1
3
15
0

PCA


4
5
1
10



OMEA
8
6
1
4
0
5



NA-Ca







0
0

·      Kurva standart
Konsentrasi
Jumlah Mikroba
Nilai Absorbansi
0,1
0,5
0,122
0,2
0,1
0,253
0,3
0,15
0,389
0,4
0,2
0,501
0,5
2.5
0,635
0,6
3
0,781
0,7
3.5
0,905





·         Massa Sel
Botol kosong (a) g
Botol kosong +biakan kering (b) g
Berat biakan kering (c) g
Nilai absorbansi
39,66
39,71
0,05
0,115


            4.1.2    Kelompok 2
·      Perhitungan mikroba
Media
Pengenceran
10-6
10-7
10-8
10-9
10-10
1
2
1
2
1
2
1
2
PDA
1
1
4
3
0
1
-
-
-
PCA


34
14
737
122
50
34
-
OMEA
1
1
0
3
1
7
-
-
-
NA-Ca







7
0

·      Kurva standart
Konsentrasi
Jumlah Mikroba
Nilai Absorbansi
0,1
0.7
0.236
0,2
1.4
0.493
0,3
2.1
0.612
0,4
2.8
0.829
0,5
3.5
0.972
0,6
4.2
1.127
0,7
4.9
1.433
·      Massa sel
Botol kosong (a) g
Botol kosong +biakan kering (b) g
Berat biakan kering (c) g
Nilai absorbansi
37,88
37,95
0,07
0,129

4.1.3    Kelompok 3
·      Perhitungan mikroba
Media
Pengenceran
10-6
10-7
10-8
10-9
10-10
1
2
1
2
1
2
1
2
PDA
1
9
1
0
0
0
-
-
-
PCA
-
-
29
23
1
0
1
4
-
OMEA
134
135
3
1
1
0
-
-
-
NA-Ca
-
-
-
-
-
-
-
0
0

·      Kurva standart
Konsentrasi
Jumlah Mikroba
Nilai Absorbansi
0,1
0,3
0,1635
0,2
0,6
0,3025
0,3
0,9
0,7315
0,4
1,2
0,823
0,5
1,5
0,1051
0,6
1,8
1,124
0,7
2,1
1,1605

·      Massa sel
Botol kosong (a) g
Botol kosong +biakan kering (b) g
Berat biakan kering (c) g
Nilai absorbansi
39,77
39,8
0,03
0,198

4.1.4    Kelompok 4
·      Perhitungan mikroba
Media
Pengenceran
10-6
10-7
10-8
10-9
10-10
1
2
1
2
1
2
1
2
PDA
7
10
5
5
5
2
-
-
-
PCA
-
-
11
25
12
16
9
4
-
OMEA
1
0
1
1
1
3
-
-
-
NA-Ca
-
-
-
-
-
-
-
0
0

·      Kurva standart
Konsentrasi
Jumlah Mikroba
Nilai Absorbansi
0,1
0.6
0.175
0,2
1.2
0.32
0,3
1.8
0.498
0,4
2.4
0.515
0.5
3
0.757
0.6
3.6
0.851
0.7
4.2
1.028

·      Massa sel
Botol kosong (a) g
Botol kosong +biakan kering (b) g
Berat biakan kering (c) g
Nilai absorbansi
26,92
26,98
0,06
0,23

4.1.5   Kelompok 5
·      Perhitungan mikroba
Media
Pengenceran
10-6
10-7
10-8
10-9
10-10
1
2
1
2
1
2
1
2
PDA
62
94
18
16
33
10
-
-
-
PCA
-
-
33
45
37
39
10
88
-
OMEA
91
32
5
5
1
2
-
-
-
NA-Ca







0
0

·      Kurva standart
Konsentrasi
Jumlah Mikroba
Nilai Absorbansi
0,1
0.4
0.155
0,2
0.8
0.305
0,3
1.2
0.552
0,4
1.6
0.815
0,5
2
0.941
0,6
2.4
1.094
0,7
2.8
1.265

·         Massa sel
Botol kosong (a) g
Botol kosong +biakan kering (b) g
Berat biakan kering (c) g
Nilai absorbansi
40,69
40,73
0,04
0,155

4.1.6    Kelompok 6
·      Perhitungan mikroba
Media
Pengenceran
10-6
10-7
10-8
10-9
10-10
1
2
1
2
1
2
1
2
PDA
14
19
15
8
4
19
-
-
-
PCA
-
-
112
82
27
44
62
41
-
OMEA
30
24
4
2
0
0
-
-
-
NA-Ca







4
2

·      Kurva standart
Konsentrasi
Jumlah Mikroba
Nilai Absorbansi
0,1
0,4
0,328
0,2
0,8
0,574
0,3
1,2
0,8055
0,4
1,6
0,9815
0,5
2
1,055
0,6
2,4
1,173
0,7
2,8
1,391

·      Massa sel
Botol kosong (a) g
Botol kosong +biakan kering (b) g
Berat biakan kering (c) g
Nilai absorbansi
39,17
39,21
0,04
0,236


4.2       Hasil Perhitungan
        4.2.1    Jumlah sel mikroba
a.   Kelompok 1
Media
Pengenceran
Jumlah Mikroba (CFU/ml)
PDA
10-7
<3,0 x 108 [1,5]
PCA
10-7
<3,0 x 108 [4,5]
OMEA
10-6
<3,0 x 107 [7]

b.   Kelompok 2
Media
Pengenceran
Jumlah Mikroba (CFU/ml)
PDA
10-6
3,0 x 107  (1)
PCA
10-7
4,2 X 1010
OMEA
10-6
3,0 x 107 (1)
NA-Ca
10-7
3,0 x 107 (7)



c.   Kelompok 3
Media
Pengenceran
Jumlah Mikroba (CFU/ml)
PDA
10-6
<3,0x107x5
PCA
10-7
<3,0x108x26
OMEA
10-6
134,5x106

d.   Kelompok 4
Media
Pengenceran
Jumlah Mikroba (CFU/ml)
PDA
10-7
<3,0 x 108 [1,8]
PCA
10-6
<3,0 x 107 [8,5]
OMEA
10-6
<3,0 x 107 [5]

e.   Kelompok 5
Media
Pengenceran
Jumlah Mikroba (CFU/ml)
PDA
10-6
[7,8 x 107 ]
PCA
10-7
[3,9 x 108]
OMEA
10-6
[6,15 x 107 ]







f.    Kelompok 6
Media
Pengenceran
Jumlah Mikroba (CFU/ml)
PDA
10-7
[9,7 x 108 ]
PCA
10-6
[1,65 x 107]
OMEA
10-6
[2,7 x 107 ]
NA-Ca
10-9
[0,4 x 1010]

4.2.2    Massa sel mikroba
a.   Kelompok 1
Persamaan
Jumlah MO (mg/ml)
Y = 1,273x-0,002
0,5

b.   Kelompok 2
Persamaan
Jumlah MO (mg/ml)
Y = 1,898x+0,068
0,1605

c.   Kelompok 3
Persamaan
Jumlah MO (mg/ml)
Y = 0,669x-0,049
1,8

d.   Kelompok 4
Persamaan
Jumlah MO (mg/ml)
Y = 0,135x+0,034
7,2

e.   Kelompok 5
Persamaan
Jumlah MO (mg/ml)
Y = 0,556x-0,1
2,2

f.    Kelompok 6
Persamaan
Jumlah MO (mg/ml)
Y = 0,548x+0,124
1,022




















BAB 5. PEMBAHASAN

5.1       Skema Kerja dan Fungsi Perlakuan
            5.1.1    Pembuatan Media
            Hal pertama yang diakukan pada pembuatan media adalah menyiapkan aquades yang kemudian dipanaskan sampai suhu mencapai kurang lebih 60oC menggunakan hotplate. Kemudian ditambahkan media (PCA atau PDA) dan diaduk hingga mendidih. Pemanasan ini dilakukan karena PCA dan PDA merupakan media agar yang akan bereaksi bila dipanaskan terlebih dahulu. Selain itu, media akan lebih mudah larut pada saat dipanaskan. setelah mendidih, media dituang kedalam tabung reaksi masing-masing sebanyak 10 ml. kemudian media diautoklaf untuk mempertahankan suhu pada media tersebut.

5.1.2    Pembuatan Media MEB
            Pada pembuatan media MEB hal pertama yang dilakukan adalah menyiapkan aquades yang kemudian ditambahkan media MEB yang telah ditimbang dan dimasukkan dalam tabung film. Kemudian diaduk hingga homogen yang ditandai dengan larutan berwarna cerah dan berkilau. Kemudian di masukkan pada erlenmeyer sebanyak 50 ml, lalu ditutup menggunakan kertas aluminium foil dan di ikat menggunakan karet kemudian diautoklaf. Pembuatan media MEB tidak dilakukan pemanasan karena MEB bukan media agar seperti PCA maupun PDA.

5.1.3    Kurva Standart
            Pada pembuatan kurva standart, hal pertama yang dilakukan adalah menyiapkan 4 tabung berisi biakan S. cerevisiae. kemudian ditambahkan aquades pada biakan yang berfungsi untuk melarutkan biakan. Lalu ditera sampai 50 ml. Terdapat dua proses pengambilan, yang pertama diambil 10 ml yang kemudian diletakkan pada beaker glass yang sebelumnya telah dioven selama kurang lebih 15 menit dengan suhu 70oC yang berfungsi untuk menguapkan air yang menempel pada beaker glass dan kemudian dieksikator selama 15 menit yang berfungsi untuk menstabilkan kelembaban beaker glass. Sebelum ditambah larutan biakan, beaker glass ditimbang terlebih dahulu dan dinyatakan sebagai a gram. Lalu beaker glass yang didalamnya terdapat larutan biakan dioven 3 sampai  jam untuk memaksimalkan pertumbuhan biakan S.cerevisiae. Setelah itu dieksikator selama 15 menit untuk menstabilkan kelembaban.
            Tahap kedua, larutan biakan diambil 1,2,3,4,5,6 dan 7 ml dan diletakkan pada tabung reaksi. Lalu diencerkan hingga 10 ml untuk memperoleh larutan dengan konsentrasi yang lebih kecil. kemudian masing-masing tabung divortex yang bertujuan untuk menghomogenkan larutan. Setelah itu, larutan diukur nilai absorbansinya menggunakan spektrofotometer dengan panjang gelombang 600 nm.

5.1.4    Media MEB
            Media MEB 50 ml yang telah dibuat sebelumnya, dibuka penutupnya (aluminium foil dan karet) lalu ditambahkan gula sebanyak 2,5 gram kemudian diaduk hingga seluruh gula larut dalam media. Setelah itu, ditambahkan 5 ose biakan S.erevisiae secara aseptik didekat bunsen. Kemudian ditutup kembali menggunakan aluminium foil dan karet dan dishaker selama 48 jam pada suhu ruang. Shaker ini bertujuan untuk menghomogenkan larutan dan mempercepat reaksi larutan karena komposisi saling bertumbukan satu sama lain. Setelah itu, media disentrifus untuk memisahkan padatan terlarut dengan larutannya. Lalu padatan yang diperoleh dicuci dengan aquades, perlakuan ini dilakukan sebanyak dua kali untuk. Setelah itu diencerkan 10 ml kemudian ditimbang dan diukur nilai absorbansinya dengan panjang gelombang 600 nm.

5.1.5    Pengenceran
            Hal pertama yang dilakukan adalah menyiapkan sampel yaitu gula, terasi, tauco, tape singkong, tempe dan kecap masing-masing sebesar 1 gram untuk padatan dan 1 ml untuk yang berbentuk cair. Sampel dimasukkan kedalam tabung reaksi berisi  9 ml aquades yang telah diberi label 10-1 dan divortex agar homogen. Lalu diambil 0,1 ml menggunakan pipet ukur dan dimasukkan dalam tabung reaksi berisi 9,9 ml aquades yang telah diberi label 10-2 kemudian divortex agar homogen. Setelah itu  diambil 0,1 ml dari pengenceran 10-2 menggunakan pipet ukur dan dimasukkan dalam tabung reaksi berisi 9,9 ml aquades yang telah diberi label 10-5 kemudian divortex agar homogen. Dari penegnceran 10-5 diambil 0,1 ml sebanyak 4 kali menggunakan pipet ukur dan dimasukkan dalam 2 cawan petri yang telah berisi media PDA dan 2 cawan lainnya yang berisi OMEA.
            Dari pengenceran 10-5 diambil 0,1 ml menggunakan pipet ukur dan dimasukkan dalam tabung reaksi berisi 9,9 ml aquades yang telah diberi label 10-7 kemudian divortex agar homogen. Dari pengenceran 10-7 dilakuakn dua kali pengambilan. Pada pengambilan pertama, diambil 1 ml sebanyak 6 kali yang kemudian dimasukkan dalam 2 cawan petri berisi PDA, 2 cawan berisi OMEA dan 2 cawan berisi PCA. Pengambilan kedua, diambil 0,1 ml sebanyak 6 kali yang kemudian dimasukkan dalam 2 cawan petri berisi PDA, 2 cawan berisi OMEA dan 2 cawan berisi PCA.
            Setelah itu diambil 0,1 ml dari pengenceran 10-7 menggunakan pipet ukur dan dimasukkan dalam tabung reaksi berisi 9,9 ml aquades yang telah diberi label 10-9 kemudian divortex agar homogen. Dari penegnceran 10-9 diambil 1 ml sebanyak 4 kali menggunakan pipet ukur dan dimasukkan dalam 2 cawan petri yang telah berisi media PCA dan 2 cawan lainnya yang berisi NA-Ca. Dan diambi pula Dari penegnceran 10-9 diambil 0,1 ml sebanyak 1 kali menggunakan pipet ukur dan dimasukkan dalam  cawan petri yang telah berisi media NA-Ca. Setelah penuangan media dan penambahan suspensi pengenceran pada cawan petri sebaiknya diputar-putar agar tersebar secara merata. Penuangan media juga dilakukan seara aseptik yaitu didekta busen agar media dan cawan petri tidak terkontaminasi mikroba yang tidak dikehendaki.

5.2       Analisa Data
            5.2.1    Kelompok 1
            Pada praktikum ini, diperoleh beberapa data pengamatan yaitu jumlah sel mikroba, kurva standart dan massa sel. Media yang digunakan yaitu PDA, PCA, OMEA dan NA-Ca dimana pada tiap-tiap media terdapat 2 cawan dengan pengenceran yang sama. Dari data pengamatan jumlah sel mikroba, dapat diketahui bahwa pada media PDA, kapang yang tumbuh pada pengenceran 10-7 sebanyak 3, pengenceran 10-8 sebanyak 2 dan pengenceran 10-9 sebanyak 7. Hal ini terjadi penyimpangan karena semakin besar pengenceran maka jumlah mikroba yang tumbuh semakin banyak. Hal ini dapat disebabkan kurang aseptiknya perlakuan dan selain itu, kurang tepatnya pengukuran aquades yang ditambahkan juga menjadi salah satu penyebab penyimpangan tsb.
            Pada media PCA mikroba yang  tumbuh pada pengenceran 10-7 sebanyak 8, pengenceran 10-8 sebanyak 5 dan pengenceran 10-9 tidak ada mikroba yang tumbuh. Pada media ini tidak terjadi penyimpangan karena semakin besar pengenceran, jumlah mikroba yang tumbuh semakin sedikit.
            Sedangkan pada media OMEA dapat diketahui bahwa khamir yang tumbuh pada pengenceran 10-6 sebanyak 7, pengenceran 10-7 sebanyak 2 dan pengenceran 10-8 sebanyak 2. Hal ini tidak terjadi penyimpangan karena semakin besar pengenceran maka jumlah mikroba yang seharusnya tumbuh semakin sedikit. Dan yang terakhir pada media NA-Ca, tidak ada bakteri asam laktat yang tumbuh pada pengenceran 10-9 dan 10-10.
            Pada praktikum ini dibuat pula kurva standart menggunakan konsentrasi mikroba sebagai x dan nilai absorbansi sebagai y. Nilai absorbansi diperoleh dari konsentrasi larutan 0,1 , 0,2 , 0,3 , 0,4 , 0,5 , 0,6 dan 0,7 ml. Nilai absorbansi yang diperoleh yaitu 0,122 , 0,253 , 0,389 , 0,501 , 0,635 , 0,781 dan 0,905. Dan konsentrasi mikroba yaitu 0,5 , 0,1 , 0,15 , 0,2 , 2,5 , 3 dan 3,5. Dari data-data tsb diperoleh persamaan y = 1,273x – 0,002. Dimana diperoleh nilai R yaitu 0,998. Nilai R ini mendekati 1 yang berarti presisi data yang diperoleh baik. Yang kemudian dapat diketahui pula jumlah mikroorganisme yaitu 0,5 mg/ml.

5.2.2    Kelompok 2
            Pada praktikum ini, diperoleh beberapa data pengamatan yaitu jumlah sel mikroba, kurva standart dan massa sel. Media yang digunakan yaitu PDA, PCA, OMEA dan NA-Ca dimana pada tiap-tiap media terdapat 2 cawan dengan pengenceran yang sama. Dari data pengamatan jumlah sel mikroba dapat diketahui bahwa pada media PDA, kapang yang tumbuh pada pengenceran 10-6 sebanyak 1, pengenceran 10-7 sebanyak 3,5, pengenceran 10-8 sebanyak 1 dan pengenceran 10-9 tidak ada kapang yang tumbuh. Hal ini tidak terjadi penyimpangan karena semakin besar pengenceran jumlah mikroba yang tumbuh semakin sedikit.
            Pada media PCA mikroba yang  tumbuh pada pengenceran 10-7 sebanyak 24, pengenceran 10-8 sebanyak 429,5 dan pengenceran 10-9 sebanyak 42. Pada media ini tidak terjadi penyimpangan karena semakin besar pengenceran, jumlah mikroba yang tumbuh semakin sedikit.
            Sedangkan pada media OMEA dapat diketahui bahwa khamir yang tumbuh pada pengenceran 10-6 sebanyak 1, pengenceran 10-7 sebanyak 3 dan pengenceran 10-8 sebanyak 4. Hal ini terjadi penyimpangan karena semakin besar pengenceran jumlah mikroba yang tumbuh semakin banyak atau meningkat. Seharusnya semakin besar pengenceran jumlah mikroba yang tumbuh semakin sedikit. Hal ini dapat dikarenakan kurang aseptiknya perlakuan dan selain itu, kurang tepatnya pengukuran aquades yang ditambahkan juga menjadi salah satu penyebab penyimpangan tsb. Dan yang terakhir pada media NA-Ca, bakteri asam laktat yang tumbuh hanya pada pengenceran 10-9 yaitu sebanyak 7.
            Nilai absorbansi yang diperoleh dari konsentrasi larutan 0,1 , 0,2 , 0,3 , 0,4 , 0,5 , 0,6 dan 0,7 ml yaitu 0,236 , 0,493 , 0,612 , 0,829 , 0,972 , 1,127 dan 1,433. Dan konsentrasi mikroba yaitu 0,7 , 1,7 , 2,1 , 2,8 , 3,5 , 4,2 dan 4,9. Konsentrasi mikroba diperoleh dari data a gram yaitu 37,88 gram dan b gram yaitu 37,95 gram. Dari a dan b gram diperoleh berat biakan kerinng ( c gram) yaitu 0,07 gram. Dari data-data tsb diperoleh persamaan y = 1,898x – 0,068. Dimana diperoleh nilai R yaitu 0,982. Nilai R ini mendekati 1 yaitu menunjukkan presisi data yang diperoleh baik dan dapat diketahui pula jumlah mikroorganisme yaitu 0,1605 mg/ml.

5.2.3    Kelompok 3
            Pada praktikum ini, diperoleh beberapa data pengamatan yaitu jumlah sel mikroba, kurva standart dan massa sel. Media yang digunakan yaitu PDA, PCA, OMEA dan NA-Ca dimana pada tiap-tiap media terdapat 2 cawan dengan pengenceran yang sama. Dari data pengamatan jumlah sel mikroba dapat diketahui bahwa pada media PDA, kapang yang tumbuh pada pengenceran 10-6 sebanyak 5, pengenceran 10-7 sebanyak 1, dan pengenceran 10-8 tidak ada kapang yang tumbuh. Hal ini tidak terjadi penyimpangan karena semakin besar pengenceran jumlah mikroba yang tumbuh semakin sedikit.   Pada media PCA mikroba yang  tumbuh pada pengenceran 10-7 sebanyak 26, pengenceran 10-8 sebanyak 1 dan pengenceran 10-9 sebanyak 2,5. Pada media ini terjadi penyimpangan karena semakin besar pengenceran, jumlah mikroba yang tumbuh semakin banyak atau meningkat. Hal ini dapat disebabkan kurang aseptiknya perlakuan dan selain itu, kurang tepatnya pengukuran aquades yang ditambahkan juga menjadi salah satu penyebab penyimpangan tsb. Sedangkan pada media OMEA dapat diketahui bahwa khamir yang tumbuh pada pengenceran 10-6 sebanyak 134,5, pengenceran 10-7 sebanyak 2 dan pengenceran 10-8 sebanyak 1. Hal ini tidak terjadi penyimpangan karena semakin besar pengenceran jumlah mikroba yang tumbuh semakin sedikit. Dan yang terakhir pada media NA-Ca, tidak ada bakteri asam laktat yang tumbuh pada pengenceran 10-9 maupun 10-10.
            Nilai absorbansi yang diperoleh dari konsentrasi larutan 0,1 , 0,2 , 0,3 , 0,4 , 0,5 , 0,6 dan 0,7 ml yaitu 0,1635 , 0,3025 , 0,7315 , 0,823 , 0,1051 , 1,124 dan 1,1605. Dan konsentrasi mikroba yaitu 0,3 , 0,6 , 0,9 , 1,2 , 1,5 , 1,8 dan 2,1. Konsentrasi mikroba diperoleh dari data a gram yaitu 39,77 gram dan b gram yaitu 39,8 gram. Dari a dan b gram diperoleh berat biakan kerinng ( c gram) yaitu 0,03 gram. Dari data-data tsb diperoleh persamaan y = 0,669x – 0,049. Dimana diperoleh nilai R yaitu 0,986. Nilai R ini mendekati 1 yang menunjukkan bahwa presisi data yang diperoleh baik dan dapat diketahui pula jumlah mikroorganisme yaitu 0,198 mg/ml.

5.2.4    Kelompok 4
            Pada praktikum ini, diperoleh beberapa data pengamatan yaitu jumlah sel mikroba, kurva standart dan massa sel. Media yang digunakan yaitu PDA, PCA, OMEA dan NA-Ca dimana pada tiap-tiap media terdapat 2 cawan dengan pengenceran yang sama. Dari data pengamatan jumlah sel mikroba dapat diketahui bahwa pada media PDA, kapang yang tumbuh pada pengenceran 10-6 sebanyak 8,5, pengenceran 10-7 sebanyak 5, dan pengenceran 10-8 sebanyak 3,5. Hal ini tidak terjadi penyimpangan karena semakin besar pengenceran jumlah mikroba yang tumbuh semakin sedikit.   Pada media PCA mikroba yang  tumbuh pada pengenceran 10-7 sebanyak 18, pengenceran 10-8 sebanyak 14 dan pengenceran 10-9 sebanyak 6,5. Pada media ini tidak terjadi penyimpangan karena semakin besar pengenceran, jumlah mikroba yang tumbuh semakin sedikit. Sedangkan pada media OMEA dapat diketahui bahwa khamir yang tumbuh pada pengenceran 10-6 sebanyak 1, pengenceran 10-7 sebanyak 1 dan pengenceran 10-8 sebanyak 2. Hal ini terjadi penyimpangan karena semakin besar pengenceran jumlah mikroba yang tumbuh semakin banyak. Hal ini dapat disebabkan kurang aseptiknya perlakuan dan selain itu, kurang tepatnya pengukuran aquades yang ditambahkan juga menjadi salah satu penyebab penyimpangan tsb. Dan yang terakhir pada media NA-Ca, tidak ada bakteri asam laktat yang tumbuh pada pengenceran 10-9 maupun 10-10.
            Nilai absorbansi yang diperoleh dari konsentrasi larutan 0,1 , 0,2 , 0,3 , 0,4 , 0,5 , 0,6 dan 0,7 ml yaitu 0,175 , 0,32 , 0,498 , 0,515 , 0,757 , 0,851 dan 1,028. Dan konsentrasi mikroba yaitu 0,6 , 1,2 , 1,8 , 2,4 , 3 , 3,6 dan 4,2. Konsentrasi mikroba diperoleh dari data a gram yaitu 26,92 gram dan b gram yaitu 26,98 gram. Dari a dan b gram diperoleh berat biakan kerinng ( c gram) yaitu 0,06 gram. Dari data-data tsb diperoleh persamaan y = 0,135x – 0,034. Dimana diperoleh nilai R yaitu 0,968. Nilai R ini mendekati 1 yang menunjukkan bahwa presisi data yang diperoleh baik dan dapat diketahui pula jumlah mikroorganisme yaitu 0,72 mg/ml.

5.2.5    Kelompok 5
            Pada praktikum ini, diperoleh beberapa data pengamatan yaitu jumlah sel mikroba, kurva standart dan massa sel. Media yang digunakan yaitu PDA, PCA, OMEA dan NA-Ca dimana pada tiap-tiap media terdapat 2 cawan dengan pengenceran yang sama. Dari data pengamatan jumlah sel mikroba dapat diketahui bahwa pada media PDA, kapang yang tumbuh pada pengenceran 10-6 sebanyak 78, pengenceran 10-7 sebanyak 17, dan pengenceran 10-8 sebanyak 21,5. Hal ini terjadi penyimpangan karena semakin besar pengenceran jumlah mikroba yang tumbuh semakin banyak atau meningkat. Hal ini dapat disebabkan kurang aseptiknya perlakuan dan selain itu, kurang tepatnya pengukuran aquades yang ditambahkan.
            Pada media PCA mikroba yang  tumbuh pada pengenceran 10-7 sebanyak 39, pengenceran 10-8 sebanyak 38 dan pengenceran 10-9 sebanyak 49. Pada media ini terjadi penyimpangan karena semakin besar pengenceran, jumlah mikroba yang tumbuh semakin banyak. Penyimpangan itu terjadi karena kurang aseptiknya perlakuan dan selain itu, kurang tepatnya pengukuran aquades yang ditambahkan. Sedangkan pada media OMEA dapat diketahui bahwa khamir yang tumbuh pada pengenceran 10-6 sebanyak 61,5, pengenceran 10-7 sebanyak 5 dan pengenceran 10-8 sebanyak 1,5. Hal ini tidak terjadi penyimpangan karena semakin besar pengenceran jumlah mikroba yang tumbuh semakin sedikit. Dan yang terakhir pada media NA-Ca, tidak ada bakteri asam laktat yang tumbuh pada pengenceran 10-9 maupun 10-10.
            Nilai absorbansi diperoleh dari konsentrasi larutan 0,1 , 0,2 , 0,3 , 0,4 , 0,5 , 0,6 dan 0,7 ml. Nilai absorbansi yang diperoleh yaitu 0,155 , 0,305 , 0,552 , 0,815 , 0,941 , 1,094 dan 1,265. Dan konsentrasi mikroba yaitu 0,4 , 0,8 , 1,2 , 1,6 , 2, 2,4 dan 2,8. Konsentrasi mikroba diperoleh dari data a gram yaitu 40,69 gram dan b gram yaitu 40,73 gram. Dari a dan b gram diperoleh berat biakan kerinng ( c gram) yaitu 0,04 gram. Dari data-data tsb diperoleh persamaan y = 0,556x – 0,1. Dimana diperoleh nilai R yaitu 0,986. Nilai R ini mendekati 1 yang berarti presisi data yang diperoleh baik. Yang kemudian dapat diketahui pula jumlah mikroorganisme yaitu 2,2 mg/ml.

5.2.6    Kelompok 6
            Pada praktikum ini, diperoleh beberapa data pengamatan yaitu jumlah sel mikroba, kurva standart dan massa sel. Media yang digunakan yaitu PDA, PCA, OMEA dan NA-Ca dimana pada tiap-tiap media terdapat 2 cawan dengan pengenceran yang sama. Dari data pengamatan jumlah sel mikroba dapat diketahui bahwa pada media PDA, kapang yang tumbuh pada pengenceran 10-6 sebanyak 16,5, pengenceran 10-7 sebanyak 11,5, dan pengenceran 10-8 sebanyak 11,5. Hal ini tidak terjadi penyimpangan karena semakin besar pengenceran jumlah mikroba yang tumbuh semakin sedikit.
            Pada media PCA mikroba yang  tumbuh pada pengenceran 10-7 sebanyak 97, pengenceran 10-8 sebanyak 35,5 dan pengenceran 10-9 sebanyak 51,5. Pada media ini terjadi penyimpangan karena semakin tinggi pengenceran, jumlah mikroba yang tumbuh semakin banyak. Penyimpangan itu terjadi karena kurang aseptiknya perlakuan dan selain itu, kurang tepatnya pengukuran aquades yang ditambahkan. Sedangkan pada media OMEA dapat diketahui bahwa khamir yang tumbuh pada pengenceran 10-6 sebanyak 27, pengenceran 10-7 sebanyak 3 dan pengenceran 10-8 tidak ada khamir yang tumbuh. Hal ini tidak terjadi penyimpangan karena semakin besar pengenceran jumlah mikroba yang tumbuh semakin sedikit. Dan yang terakhir pada media NA-Ca, bakteri asam laktat yang tumbuh pada pengenceran 10-9 sebanyak 4 dan pada pengenceran 10-10 sebanyak 2.
            Nilai absorbansi yang diperoleh dari konsentrasi larutan 0,1 , 0,2 , 0,3 , 0,4 , 0,5 , 0,6 dan 0,7 ml yaitu 0,328 , 0,574 , 0,8055 , 0,9815 , 1,055, 1,173 dan 1,391. Dan konsentrasi mikroba yaitu 0,4 , 0,8 , 1,2 , 1,6 , 2, 2,4 dan 2,8. Konsentrasi mikroba diperoleh dari data a gram yaitu 39,17 gram dan b gram yaitu 39,21 gram. Dari a dan b gram diperoleh berat biakan kerinng ( c gram) yaitu 0,04 gram. Dari data-data tsb diperoleh persamaan y = 1,548x – 0,124. Dimana diperoleh nilai R yaitu 0,994. Nilai R ini mendekati 1 yang menunjukkan bahwa presisi data yang diperoleh baik dan dapat diketahui pula jumlah mikroorganisme yaitu 1,022 mg/ml.





BAB 6. PENUTUP

6.1       Kesimpulan
                        Dari praktikum yang dilakukan, dapat diperoleh kesimpulan yaitu:
1.      Ada 2 macam cara perhitungan jumlah mikroba/bakteri, yaitu perhitungan secara langsung (direct method) dan tidak langsung (indirect method).
2.      Semakin besar pengenceran maka jumlah mikroba yang tumbuh semakin seditkit.
3.      Pada media NA-Ca, Bakteri asam laktat yang tumbuh hanya pada media kelompok 2 yaitu 7 pada pengenceran 10-9 dan kelompok 6 pada pengenceran 10-9 dan 10-10.
4.      Nilai R pada semua kelompok mendekati 1 yang menunjukkan presisi data yang diperoleh baik.

6.2       Saran
                        Diperlukan kehati-hatian dalam pelaksanaan praktikum agar tidak terjadi kerusakan alat.












DAFTAR PUSTAKA

Dwidjoseputro, S.. 1992. Mikrobiologi Pangan. Jakarta : Gramedia Pustaka Utama.

Dwidjoseputro, D. 1994. Dasar dasar mikrobiologi. Jakarta: Djambatan.

Fardiaz, S., Nuraeni dan Harsi, 1996. Pemanfaatan Air Kelapa Untuk Produksi Minuman Sehat Anti Diare Melalui Proses Fermentasi Laktat. Bogor : Jurusan Teknologi Pangan dan Gizi, Fateta-IPB.

Hadioetomo, R. 1990. Mikrobiologi Dasar-Dasar Dalam Praktek. Gramedia. Jakarta.

Jutono, J., Soedarsono, S., Hartadi, S., Kabirun, S., Suhadi, D., Soesanto. 1980.   Pedoman Praktikum Mikrobiologi Umum. Departemen Mikrobiologi Fakultas Pertanian UGM. Yogyakarta.

Natrsir .2003.Mikrobiologi Farmasi Dasar. Makassar : Universitas Hasanudin.

Pelczar, M.J dan E.C.S Chan. 1996. Dasar-Dasar Mikrobiologi. Jakarta : UI Press.

Stainer, R.Y. 1986. The Microbial World. Prentice Hall. Englewood Cliffs. New Jersey.

Suriawiria, U. 1985. Pengantar Mikrobiologi Umum. Penerbit Angkasa. Bandung.

Viegas, J. 2004. Fungi and Mold. The Rosen Publishing Group, New York. Natrsir .2003.Mikrobiologi Farmasi Dasar. Makassar : Universitas Hasanudin.











5.  

No comments:

Post a Comment