Thursday 26 January 2017

PRAKTIKUM KAKAO 2

BAB I PENDAHULUAN

1.1              Latar Belakang
Cokelat adalah sebutan untuk hasil olahan makanan atau minuman dari biji kakao (Theobroma cacao). Cokelat pertama kali dikonsumsi oleh penduduk Mesoamerika kuno sebagai minuman.Theobroma cacao adalah nama biologi yang diberikan pada pohon kakao olehLinnaeus pada tahun 1753. Tempat alamiah dari genus Theobroma adalah di bagianhutan tropis dengan banyak curah hujan, tingkat kelembaban tinggi, dan teduh.
Secara umum, proses terbentuknya coklat dari buah kakao mengalami beberapa tahapan, yaitu pembersihan dan penyortiran biji kakao, penyangraian, pemecahan dan pemisahan kulit, pengempaan untuk mendapatkan lemak kakao dan bungkil kakao, dan terakhir pengolahan pasta dan bubuk coklat untuk mendapatkan produk akhir yang diinginkan. Produk – produk tersebut dapat berupa coklat batangan, coklat bubuk, dan masih banyak yang lainnya.
Pengolahan biji kakao hilir pada Pusat Penelitian Kopi dan Kakao Indonesia memiliki cara tersendiri untuk mengolah biji kakao. Untuk memperoleh produk antara ( lemak kakao, bungkil kakao, dan pasta), proses yang dilakukan yaitu biji kakao fermentasi yang memenuhi standart SNI dilakukan penyangraian, pemisahan kulit biji, pemastaan, dan pengempaan yang akhirnya didapatkan lemak dan bungkil kakao yang kemudian diolah lebih lanjut.
Dari uraian tersebut terdapat perbedaan antara teori secara umum dan pengolahan yang telah diterapkan pada Pusat Penelitian Kopi dan Kakao Indonesia. Untuk itulah perlu diadakannya praktikum untuk mengetahui perbedaan tersebut.

1.2              Tujuan
-          Mengetahui produk-produk hilir dari kakao.
-          Mengetahui pengolahan hilir kakao.
-          Mengetahui alat dan bahan yang digunakan dalam pengolahan hilir kakao.
-          Mengetahui perbedaan teori pengolahan hilir kakao dengan lapang.
















BAB II METODOLOGI PRAKTIKUM

2.1       Alat dan Bahan
            2.1.1    Alat
                  -     Mesin Penyangrai (Roaster)
                  -     Pengaduk
                  -     Baki besar
                  -     Timbangan
                  -     Drum Silo
                  -     Alat Pemastaan
                  -     Ballmill
                  -     Conching
                  -     Pengempa
                  -     Burr Mill biasa
                  -     Burr Mill modifikasi
                  -     Grinder biasa
                  -     Grinder modifikasi
                  -     Desheller
                  -     Mesin Pencetakan
                  -     Cetakan
                  -     Blower
                 
            2.1.2    Bahan
                  -     Biji Kakao Forastero
                  -     Alumunium foil
                  -     Tissue
                  -     Label
                  -     Lesitin
                  -     Vanili
-     Soda / Natrium bikarbonat
-     Susu bubuk




















2.2       Skema Kerja
Pencetakan
Biji Kakao
Penyangraian
Pengupasan Kulit
Daging Biji (Nib)
Pemastaan
Pasta Cokelat
Pengempaan
Pendinginan
Penghalusan
Bubuk Cokelat
Lemak Kakao
Kulit Biji
Pasta, Bubuk,Lemak, Gula
Milk, Lesitin, Vanila
Conching
Penyortiran Biji Kakao
Pengemasan
Tempering
Makanan/permen coklat
 





























BAB III HASIL PENGAMATAN DAN HASIL PERHITUNGAN

3.1       Hasil Pengamatan
No.
Tahapan
Pengamatan
Penjelasan
1.
Biji kakao
Ukuran
100/100 g (IA)


Kadar air
7%


Kadar kulit
12-13%


Citarasa
Pahit-asam
2.
Penyangraian
Kondisi sangrai



Suhu sangrai
120oC-150oC


Waktu
30-40 menit


Warna biji hasil sangrai
Coklat tua
3.
Pendinginan
Suhu biji sangrai
140 oC


Kebersihan
Bersih


Berat hasil biji sangrai
Berat awal : 10 kg
Berat akhir : 9.4 kg
4.
Pengupasan kulit
Waktu



Hasil nib kakao
80%


Kulit ari kakao
17-20%


Berat hasil nib kakao

5.
Pemastaan
Waktu
60 kg/jam


Jumlah input
3 kg


Jumlah output
2.5-2.9 kg


Suhu
45-50 oC
6.
Penghalusan
Waktu
15 jam


Jumlah input
3 kg
8 kg
25 kg
50 kg


Jumlah output
2.7  Kg
7.7 kg
24.5 kg
50 kg


Suhu
50-70 oC


Kehalusan
20 mikron
7.
Conching
Waktu
4 jam


Jumlah input
25 kg


Jumlah output
25 kg


Suhu
50-70 oC


Citarasa



Kehalusan
20 mikron
8.
Pencetakan tempering
Suhu
< 30 oC


Waktu
45 menit


Jumlah formula input



Jumlah hasil



Citarasa
Mill dan dark, lemak nabati


Tampilan

9.
Pengemasan
Kapasitas pengemasan
1 box = 10 sachet


Waktu



Tampilan

10.
Pengepresan
Jumlah input



Waktu
30 menit


Suhu
50-60 oC


Jumlah output lemak
30-40%


Jumlah output bungkil
60-70%

3.2       Hasil Perhitungan
                        Tidak diperoleh hasil perhitungan dalam praktikum.















BAB IV PEMBAHASAN

4.1       Skema Kerja dan Fungsi Perlakuan
Proses pengolahan hilir kakao di Puslit Koka melalui beberapa tahap, yaitu:
Tahap pertama pada pengolahan hilir kakao adalah penyangraian. Sebelum penyangraian, biji kakao mengalami penyortiran terlebih dahulu agar biji kakao yang akan disangrai terbebas dari benda-benda yang tidak dikehendaki. Tahap ini bertujuan untuk mengembangkan cita rasa dan aroma khas coklat, menurunkan kadar air, mematikan mikroba, menggelembungkan kulit biji hingga mudah dipisahkan dari nib, dan memudahkan nib mengalami penghancuran dan penghalusan. Setelah biji kakao mengalami penyangraian, kemudian didinginkan untuk menurunkan suhu biji kakao yang pada saat penyangraian mencapai 140 oC menggunakan blower sebagai penghembus panas.
Tahap kedua adalah pengupasan kulit biji kakao yang menggunakan alat yaitu desheller yang menghasilkan daging biji (nib) dan kulit biji. Fungsi dari pengupasan yaitu untuk memperbesar luas permukaan hancuran nib. Setelah diperoleh nib kakao, dilakukan pemastaaan yang bertujuan untuk melumatkan pecahan-pecahan nib pasca sangrai dengan menggunakan ulir (screw) sampai diperoleh pasta coklat. Nib kakao yang semula padat akan menjadi pasta yang berwujud semi cair atau cair. Kemudian dilakukan penghalusan menggunakan alat yang bernama ballmill. Tujuan dari penghalusan yaitu memperhalus partikel pasta coklat sehingga komponen-komponen yang ada di dalam pasta menjadi lebih halus dan homogen.
Tahap selanjutnya, dibagi menjadi dua tahap yaitu pengepresan atau pengempaan dan pencampuran. Pengepresan dilakukan untuk memperoleh lemak kakao atau minyak dari nib kakao yang telah menjadi pasta menggunakan alat press. Pada pengepresan diperoleh lemak kakao dan bungkil kakao yang kemudian menjadi bubuk kakao. Bungkil kakao mengalami proses penghalusan terlebih dahulu dan selanjutnya di ayak sebelum menjadi bubuk, sedangkan lemak kakao akan diproses lebih lanjut menjadi sabun dan produk lainnya. Sedangkan pada tahap pencampuran, pasta kakao yang telah mengalami penghalusan yang formula awal berupa pasta kakao, lemak kakao, gula pasir, dan susu bubuk dicanpur dengan lesitin, soda, dan vanili agar diperoleh flavor coklat yang baik. Tahapan ini dilakukan menggunakan alat yang bernama conching yang berfungsi untuk mencampur dan menghasilkan tingkat kehalusan, keseragaman dan citarasa coklat yang optimal.
Setelah diperoleh pasta kakao, dilakukan pencetakan menggunakan mesin pencetak yang dilengkapi dengan pemanas dan pendingin. Kemudian dilakukan tempering yang bertujuan untuk membentuk tekstur padat pada coklat dengan waktu tempering 30-45 menit dan suhu 10-15 oC. Tahap terakhir yaitu pengemasan pada coklat padat dan coklat bubuk. Coklat padat dikemas menggunakan aluminium foil sedangkan coklat bubuk dikemas menggunakan alat pengemas yang dilengkapi dengan sensor. Pengemasan bertujuan untuk melindungi produk dari benda-benda yang berbahaya bagi produk. Adapun pendewasaan yang dilakukan pada coklat padat atau permen coklat yang bertujuan untuk membentuk tekstur lebih padat dan agar tidak mudah meleleh.

4.2       Analisa Data
Pada pengolahan hilir kakao yang terdapat di Puslitkoka dilakukan beberapa tahap yaitu penyangraian, pengupasan, pendinginan, pemastaan, pengepresan, penghalusan, conching, pencetakan, tempering, pengemasan dan pendewasaan.
1.      Penyangraian
Tahap pertama pada pengolahan hilir kakao adalah penyangraian. Tujuan dari penyangraian adalah mengembangkan cita rasa dan aroma khas coklelat, menurunkan kadar air, mematikan mikroba, menggelembungkan kulit biji hingga mudah dipisahkan dari nib, dan membuat nib lebih renyah sehingga memudahkan penghancuran dan penghalusan (Wahyudi dan Yusianto, 2008). Pada proses ini juga memudahkan untuk  mengeluarkan lemak dari dalam biji kakao tersebut. Melalui proses fermentasi dan pengeringan yang tepat, biji kakao mengandung cukup banyak senyawa calon pembentuk cita rasa dan aroma khas cokelat antara lain asam amino dan gula reduksi. Selama proses penyangraian, keduanya akan bereaksi membentuk senyawa Maillard.
Pada penyangraian di Puslitkoka Jember, bahan yang digunakan adalah biji kakao forastero. Ukuran biji maks 100 per 100 gram (IA) dan telah  terfermentasi dengan baik. Biji kakao yang digunakan dalam sekali produksi sebanyak 10 kg dengan kadar air biji kakao sebesar 7%. Biji yang akan disangrai disimpan dalam silo yang dijaga keadaan ruangnya agar tidak mempengaruhi keadaan biji yang disimpan. Biji tersebut memiliki ciri-ciri cita rasa biji kakao yang  pahit-asam namun  relatif  lebih kuat rasa pahitnya. Sebelum biji kakao disangrai, diukur terlebih dahulu kadar airnya. Biasanya, kadar air biji yang tersimpan sampai dengan 7%. Kadar air menentukan lama penyangraian, karena semakin tinggi kadar air maka akan semakin lama waktu penyangraian. Kualitas cita rasa cokelat sangat ditentukan oleh tahap penyangraian dimana hal yang harus sangat diperhatikan adalah waktu dan suhu penyangraian. Kesempurnaan reaksi sangrai dipengaruhi oleh tiga faktor, yaitu panas, waktu dan kadar air (Lees and Jackson, 1973 dalam Mulato dkk, 2004).
Alat yang digunakan adalah Roaster berkapasitas 10 kg dengan bahan bakar elpiji maupun biogas. Tabung penyangrai di kondisikan dalam udara panas bersuhu 125oC selama 3 sampai 4  menit. Sumber panas untuk proses penyangraian diperoleh dari pembakaran dari sebuah tungku. Energi panas disalurkan melalui dinding silinder bagian luar secara konduksi. Kecepatan roaster 40 rpm dan 9-10 kali putaran/menit.
Biji dapat dimasukkan setelah suhu 125oC tercapai. Apabila suhu terlalu rendah maka biji yang disangrai tidak akan matang dan apabila suhu terlalu tinggi maka biji akan gosong. Proses penyangraian berlangsung kurang lebih selama 30 sampai 40 menit. Untuk mengukur tingkat kematangan biji saat penyangraian, operator memeriksa setiap beberapa menit. Pengukuran tingkat kematangan meliputi tekstur atau tingkat kekerasan, warna, dan rasa dari biji kakao tersangrai. Berat akhir yang diperoleh setelah proses penyangraian adalah 9,4-9,5/kg.

2.            Pendinginan
            Tahap ini bertujuan untuk menurunkan suhu biji kakao yang mencapai 140°C setelah penyangraian. Alat yang digunakan yaitu blower sebagai penghembus panas dengan kapasitas 10 kg. Pada saat praktikum  berat awal 10 kg namun setelah pendinginan selama 15 menit, berat akhir menjadi 9,4 kg. Hal tersebut dikarenakan kandungan air pada biji kakao berkurang setelah penyangraian dan pendinginan. Setelah pendinginan, suhu akhir biji sangraian adalah 27°C.

3.                  Pengupasan
a.       Pengupasan skala menengah
            Pengupasan skala menengah dilakukan berdasarkan berat jenisnya dimana kulit biji kakao memiliki berat jenis yang lebih rendah sehingga akan lebih mudah terhisap. Mesin dengan kapasitas 25kg/jam. Hasilnya berupa nib kakao maksimal 80% dan kulit ari kakao 17-20%. Dengan kandungan kulit dalam nib maksimal 1,7%. Limbah yang dihasilkan berupa kulit kakao digunakan untuk pakan ternak.
            Mekanisme kerja dari alat pengupasan yaitu biji kakao yang telah didinginkan setelah penyangraian dimasukkan dalam hooper yang dilengkapi katup pembuka. Biji kakao kemudian digiling dalam alat sehingga terpisah nib dan kulitnya. Nib memiliki berat jenis yang besar sehingga akan jatuh ditempat penampungan sementara kulit yang memiliki berat jenis lebih kecil akan terhisap pompa menuju tabung. Kulit yang besar akan turun ke bawah sedangkan kulit yang sangat kecil seperti debu akan dihisap kembali oleh pompa dan masuk ke kotak selanjutnya .
Pada praktikum, input yang digunakan yaitu 1 kg biji kakao yang telah didinginkan setelah penyangraian. Kemudian dilakukan pengupasan menggunakan desheller sehingga diperoleh hasil :
§  Nib 727 gram → (737 : 1000)x100% = 74 %
§  Kulit 273 gram → (263 : 1000)x100% = 26 %
b.      Pengupasan Skala Rumah Tangga
Pada mesin desheller skala rumah tangga di Puslitkoka ini percobaan pengupasan hanya dilakukan sebatas melihat cara kerjanya saja. Selain itu, tidak dilakukan perhitungan berat nib dan kulit yang terpisah. Mekanisme kerja alat desheller skala rumah tangga ini adalah sebanyak 2,5 Kg kakao disiapkan lalu dimasukan dalam hooper sedikit demi sedikit. Biji ini digiling sehingga nibakan terpisah dari kulitnya.  Kulit dihisap dengan mesin penghisap dan nib di ayak sesuai ukuran pengayak. Ukuran kulit hasil pengupasan dibedakan berdasarkan besar dan kecilnya.

4.                  Pemastaan
  Pemastaan merupakan salah satu tahapan proses pengolahan biji kakao menjadi bubuk kakao dimana terjadi perubahan biji kakao yang semula padat menjadi pasta yang berwujud semi cair atau cair menggunakan alat pemasta disertai pengontrolan suhu. Tujuan pemastaan yaitu mengubah biji kakao yang semula padat menjadi semi cair atau cair. Pemastaan dilakukan menggunakan alat pemasta. Prinsip kerja alat ini yaitu melumatkan biji kakao hasil penyangraian yang semula padat menjadi pasta kakao berwujud semi cair atau cair. Kapasitas alat pemasta ini adalah  60 kg, dengan waktu pemastaan yaitu  selama 60 kg/jam.
Pada saat praktikum di Puslitkoka Jember, jumlah nib yang dimasukkan dalam alat adalah sebanyak 3 kg. Mekanisme kerja alat pemasta yaitu dimulai dari dimasukkannya bahan berupa inti biji kakao kedalam hoper mesin pemasta. Pada alat pemasta ini terdapat pengontrol masuknya nib kedalam katub pengeluaran. Pengontrolan ini dilakukan agar nib masuk sedikit demi sedikit sehingga penggerusan berlangsung lebih efektif. Penggerusan nib menyebabkan terjadinya pengecilan ukuran. Gesekan antara bahan- bahan selama penggerusan menimbulkan panas yang mencapai suhu 45 – 50o C. Timbulnya panas ini mengakibatkan lemak pada nib mencair sehingga berubah menjadi pasta dengan berat sekitar 2,5 – 2,9 kg. Pasta yang dihasilkan berwujud semi cair dengan suhu umumnya yaitu kurang lebih  45o C.

5.                  Pengepresan
                        Pengepresan bertujuan untuk mendapatkan lemak kakao. Lemak kakao yang diperoleh akan digunakan untuk membuat berbagai olahan coklat seperti permen coklat. Pengepresan dilakukan menggunakan alat pengempa. Setelah pengepresan diperoleh lemak kakao dan bungkil kakao. Bungkil kakao dapat digunakan untuk bahan pembuatan bubuk kakao.

6.                  Penghalusan
            Proses penghalusan pasta menggunakan alat yaitu ball mill. Formula yang ditambahkan  untuk proses pembuatan bubuk kakao yaitu Pasta kakao 25%, Lemak kakao 27.5%, Gula 25% untuk  memaksimalkan rasa dan tingkat kemanisan, ditambahkan susu bubuk 22.5% untuk menambah rasa. Waktu yang digunakan untuk penghalusan yaitu 15 jam. Jumlah input         3kg dengan menghasilkan output 2,7kg; 8kg menghasilkan output 7,7kg; 25 kg menghasilkan output 24,5 kg (11.000 butir) dan 50 kg menghasilkan output  49 kg. Suhu yang dihasilkan 50-70 oC dengan tingkat kehalusan 20 mikron.

7.                  Conching
            Conching merupakan proses pencampuran untuk menghasilkan coklat dengan flavor yang baik dan tekstur yang halus. Pada Puslit Koka tingkat kehalusan, keseragaman dan citarasa yang optimal dengan waktu kurang lebih selama 4 jam. Jumlah input 25 kg menghasilkan jumlah output sebanyak  25 kg dengan suhu 50-70oC. Formula yang ditambahkan yaitu Lesitin 0.3% untuk mengurangi kekentalan coklat, Vanili 0.1%, Soda / Natrium bikarbonat 0.3%. Tingkat Kehalusan yang dihasilkan yaitu 20 mikron.

8.                  Pencetakan
            Pencetakan dilakukan menggunakan mesin pencetak yang dilengkapi dengan pemanas dan pendingin. Mesin pencetak yang dilengkapi dengan vibration memiliki kapasitas 3 kg dan lamanya proses sekitar 45 menit. Pendinginan tidak boleh lebih dari 300C untuk mempertahankan massa coklat. Pada saat praktikum, pasta yang sudah ditambahkan bahan- bahan lainnya seberat 24 kg dimasukkan dalam cetakan tiap 8 kg.


            Formula dan cita rasa
a.       Mill dan Dark terbuat dari lemak kakao dengan karakteristik :
1.      Rasa lebih enak                                     3.  Mudah leleh
2.      Harga lebih tinggi                                 4.  Daya simpan lama(1 Th)

b.      Lemak Nabati terbuat dari minyak  kelapa Sawit dengan karakteristik :
1.      Rasa kurang enak                                 3.  Tidak Mudah leleh
2.      Daya simpan 6 bulan                            4.  Harga lebih murah

9.                  Tempering
            Tempering merupakan proses yang bertujuan untuk membentuk tekstur padat pada coklat. Waktu tempering yaitu 30 – 45 menit dalam cetakan dan dilepas dari cetakan selama 1 Malam.Suhu yang dibutuhkan pada proses tempering adalah 10-150C.

10.              Pengemasan
a.    Permen coklat
     Massa coklat setelah dari cetakan yaitu :
·                     Cetakan Tralin 8-10 g
·                     Cetakan Bar  25 g, 40 g, 60 g dan 70 g
Kemudian dilakukan packaging menggunakan alumunium foil dan di lap dengan tissue agar bentuknya terlihat. Selanjutnya di kemas dengan Alumunium foil, warna emas dan diberi stiker sesuai formulanya.
b.    Coklat bubuk
Mekanisme pengemasan coklat bubuk yaitu bubuk coklat dikemas menggunakan alat pengemas yang dilengkapi sensor. Sensor berfungsi mengatur netto dari setiap sachet coklat bubuk. Kapasitas pengemasan dalam 1 box = 10 sachet dengan berat 28 g/sachet. Kapasitas produksi adalah  1860 sachet/jam, sehingga dihasilkan 52.080 kg bubuk coklat/produksi.

11.              Pendewasaan
Proses ini dilakukan pada produk permen coklat yang berfungsi untuk membentuk tekstur lebih padat dan tidak mudah meleleh. Pendewasaan dilakukan selama 7 hari. Permen coklat disusun rapi didalam etalase dalam ruang yang bersuhu sejuk.

4.3       Perbandingan Teori dan Praktikum
                 Perbandingan teori dan praktikum pengolahan biji kakao adalah sebagai berikut :
a.                   Penyangraian
Penyangraian (roasting) merupakan pengolahan pendahuluan untuk semua hasil olahan akhir kakao. Tujuan penyangraian adalah mengembangkan cita rasa dan aroma khas cokelat, menurunkan kadar air, mematikan mikroba, menggelembungkan kulit biji hingga mudah dipisahkan dari nib, dan membuat nib lebih renyah sehingga memudahkan penghancuran dan penghalusan (Wahyudi dkk, 2008). Tahap penyangraian di Puslitkoka Jember, bahan yang digunakan berupa biji kakao forastero. Ukuran biji maks 100 per 100 gram (1 A) dan telah  terfermentasi dengan baik. Biji yang akan disangrai disimpan dalam silo yang dijaga keadaan ruangnya agar tidak mempengaruhi keadaan biji yang disimpan. Biji- biji tersebut memiliki ciri cita rasa biji kakao yang  pahit-asam namun  relatif  lebih kuat rasa pahitnya. Hal ini sesuai dengan literature dimana sebelum penyangraian, biji kakao memiliki rasa sepat, pahit, asam dan tanpa ada cita rasa khas cokelat. Senyawa pembentuk aroma khas cokelat, seperti pirazin, karbonil, dan ester meningkat secara nyata selama penyangraian dari 35 menit sampai 65 menit pada suhu 140 °C (Misnawi, 2005). Kualitas cita rasa cokelat sangat ditentukan oleh kondisi penyangraian, khususnya pada waktu dan suhu penyangraian.
Biji kakao dapat dimasukkan ke mesin penyangrai setelah suhu 125oC tercapai. Biasanya panas ruang penyangrai (silinder berputar) dipertahankan antara 120 oC – 150 oC. Hal ini dikarenakan apabila suhu terlalu rendah maka biji yang disangrai tidak akan matang dan apabila suhu terlalu tinggi maka biji akan gosong. Pengontrolan suhu ini sesuai dengan literature karena panas dalam proses penyangraian perlu diberikan dalam intensitas dan waktu yang cukup untuk perkembangan cita rasa (flavor) kakao, namun panas yang berlebihan dapat mengakibatkan terjadinya kehilangan atau kerusakan cita rasa. Konsentrasi pigmen warna cokelat dalam biji kakao yang disangrai mencapai puncaknya pada suhu 135 °C dan akan menurun secara bertahap bila suhu proses pemanasan berlanjut mengalami kenaikan/peningkatan (Agus, 2008).
Proses penyangraian akan selesai apabila warna bagian dalam keping biji berubah menjadi coklat tua dan rasa pahitnya berkurang. Kadar air setelah melakukan penyangraian berkisar 2.5% (Muchtadi dan Sugiyono, 1992). Sedangkan di Puslitkoka proses penyangraian berlangsung kurang lebih selama 30 - 40 menit dan untuk mengukur tingkat kematangan biji saat penyangraian, biasanya operator memeriksa setiap beberapa menit. Selama proses penyangraian, air akan menguap dari biji, kulit yang menempel di permukaan inti biji terlepas, inti biji menjadi cokelat, dan beberapa senyawa menguap, antara lain asam, aldehid, furan, pirazin, alkohol, dan ester (Anonim, 2011).
Ketika kondisi penyangraian telah diatur untuk menentukan ukuran rata – rata biji kakao ternyata biji kakao yang lebih kecil ukurannya mengalami over roasted dan akibatnya komponen flavor yang terbentuk adalah komponen flavor tidak diinginkan. Sedangkan biji kakao yang lebih besar ternyata kurang cukup tersangrai pada bagian tengahnya akibatnya tidak semua komponen pemicu flavor telah terkonversi dan akibatnya flavor cokelat akan berkurang (Minifie, 1999).
b.                  Pengupasan Kulit Biji Kakao
            Komponen dari biji kakao yang berguna untuk bahan pangan adalah daging biji (nib), sedangkan kulit biji merupakan limbah yang saat ini banyak dimanfaatkan sebagai campuran pakan ternak, sebab adanya shell atau kulit yang terikat dalam produk kakao akan memberikan flavor inferior (Mulato, 2005). Hal ini sama dengan tujuan pengupasan di Puslitkoka Jember. Mesin dengan kapasitas 25kg/jam. Hasilnya berupa nib kakao maksimal 80% dan kulit ari kakao 17-20%.
Pengupasan biji kakao bisa dilakukan secara manual dan mekanis. Pengupasan secara manual menggunakan alat pemecah biji seperti palu. Dan pengupasan secara mekanis menggunakan alat pengupas yang dilengkapi penghisap yang akan menghisap kulit yang terlepas dari nib kakao (Mulato, 2005). Mekanisme kerja dari alat pengupasan di Puslitkoka yaitu biji kakao yang telah didinginkan setelah penyangraian dimasukkan dalam hooper yang dilengkapi katup pembuka. Biji kakao kemudian digiling dalam alat sehingga terpisah nib dan kulitnya. Nib memiliki berat jenis yang besar sehingga akan jatuh ditempat penampungan sementara kulit yang memiliki berat jenis lebih kecil akan terhisap pompa menuju tabung. Kulit yang besar akan turun ke bawah sedangkan kulit yang sangat kecil seperti debu akan dihisap kembali oleh pompa dan masuk ke kotak selanjutnya .

c.                   Penggilingan nib (pemasta kasar)
Tahap proses berikutnya adalah penggilingan nib menjadi pasta kakao sebagai produk primer kakao pertama. Proses ini menyebabkan titik cair lemak kakao turun di bawah titik cair sesungguhnya (Wahyudi dkk, 2008).
Mekanisme kerja alat pemasta yaitu dimasukkannya bahan berupa inti biji kakao kedalam hooper mesin pemasta. Pada alat pemasta ini terdapat pengontrol masuknya nib kedalam katub pengeluaran. Pengontrolan ini dilakukan agar nib masuk sedikit demi sedikit sehingga penggerusan berlangsung lebih efektif. Penggerusan nib menyebabkan terjadinya pengecilan ukuran. Gesekan antara bahan - bahan selama penggerusan menghasilkan panas yang mencapai suhu 45 – 50o C. Timbulnya panas ini mengakibatkan lemak pada nib mencair sehingga berubah menjadi pasta. Mekanisme ini hampir sama dengan literature, pengoperasian mesin penggiling bervariasi menurut keadaan nib dan produk yang dimaksudkan (Wahyudi 2008). Sebagai contoh, suhu penggilingan untuk nib sumber aroma dipertahankan agar tetap rendah sehingga cita rasa yang mudah menguap tidak hilang. Oleh karena itu, idealnya peralatan modern untuk penggilingan harus dilengkapi dengan pendingin air. Namun pada mesin pemasta di Puslitkoka, tidak dilengkapi dengan pendingin air.

d.                  Penghalusan
Proses penghalusan pasta di Puslitkoka Jember menggunakan alat yaitu ball mill. Formula yang ditambahkan  untuk proses pembuatan bubuk kakao yaitu Pasta kakao 25%, Lemak kakao 27.5%, Gula 25% untuk  memaksimalkan rasa dan tingkat kemanisan, dan ditambahkan susu bubuk 22.5% untuk menambah rasa. Waktu yang digunakan untuk proses           ini yaitu 15 jam. Suhu yang dihasilkan 50-70 oC dengan tingkat kehalusan 20 mikron.

e.                   Conching
            Conching dilakukan untuk mencampurkan semua bahan yang digunakan dalam pembuatan permen coklat seperti lemak kakao, susu, perasa  buah dan lain- lain (Wahyudi, 2008). Di Puslitkoka, conching adalah proses pencampuran untuk menghasilkan coklat dengan flavor yang baik dan tekstur yang halus. Tingkat kehalusan, keseragaman dan citarasa yang optimal dengan waktu selama 4 jam. Suhu yang dihasilkan yaitu 50 – 70 oC. Formula yang ditambahkan yaitu Lesitin 0.3% untuk  mengurangi kekentalan coklat, Vanili 0.1%, Soda / Natrium bikarbonat 0.3%. Tingkat Kehalusan yang dihasilkan yaitu 20 mikron. Hal ini berarti pemaknaan conching yang dilakukan saat praktikum hampir sama dengan literatur.

f.                   Pencetakan
Coklat memiliki sifat mudah leleh, untuk memaksimalkan pencetakannya digunakan pencetak dengan system pendinginan dan pemanasan (Misnawi, 2005). Hal ini berarti, pencetakan yang dilakukan di Puslitkoka sesuai dengan literature yaitu dengan menggunakan mesin pencetak yang dilengkapi dengan pemanas dan pendingin. Mesin pencetak yang dilengkapi dengan vibration memiliki kapasitas 3 kg dan lamanya proses sekitar 45 menit. Pendinginan tidak boleh lebih dari 30 0C untuk mempertahankan massa coklat.

g.                  Tempering
            Tempering dilakukan setelah conching untuk membentuk kepadatan dari coklat itu sendiri (Misnawi dkk, 2008). Sedangkan pada praktikum di Puslitkoka, tempering dilakukan setelah pencetakan untuk membentuk tekstur padat pada coklat. Waktu tempering yaitu 30 – 45 menit dalam cetakan dan dilepas dari cetakan selama 1 Malam. Suhu yang dibutuhkan pada proses tempering adalah 10-150C.

h.                  Pengemasan
Pengemasan coklat dilakukan menggunakan alumunium foil dikarenakan kemasan ini dapat menahan suhu produk didalamnya. Maka coklat tidak akan mudah meleleh akibat terpaan suhu yang tidak stabil dari luar (Wahyudi, 2008). Hal ini sama dengan kemasan yang digunakan di Puslitkoka dimana menggunakan aluminium foil sebagai pengemas coklatnya.
BAB V PENUTUP

5.1       Kesimpulan
            Dari hasil penelitian yang telah dilakukan, dapat diambil beberapa kesimpulan sebagai berikut :
1.      Produk hilir kakao berupa lemak kakao, bubuk coklat, dan makanan / permen coklat
2.      Tahap pengolahan hilir meliputi penyangraian, pendinginan, pengupasan, pemastaan, pengepresan, penghalusan, conching, pencetakan tempering, dan pengemasan
3.      Alat yang digunakan berupa roaster, blower, desheller, alat pemasta kakao, pengempa, ball mill, conching, dan mesin pencetak dengan vibrator.
4.      Dalam pengolahan biji kakao hilir, tidak terlalu banyak perbedaan antara yang diterapkan pada puslitkoka dengan teori perkuliahan

5.2       Saran
            Dalam studi lapang, diharapkan mencari jadwal yang pas sehingga tidak terdapat pembagian jam yang sedikit kurang rapi. Terimakasih atas bimbingan dari pihak yang terkait.










DAFTAR PUSTAKA

Misnawi (2008). Psyco-cehemical changes during cocoa fermentation and key enzyme involved. Warta Review Pusat Penelitian Kopi dan Kakao Indonesia, 24(1), 53-70.
Minifie, B.W., 1999. Chocolate, Cocoa and Confectionary: Science and Technology. The AVI Publishing, Connecticut, USA
Misnawi. 2005. Peranan Pengolahan Terhadap Pembentukan Citarasa Cokelat. Warta Pusat Penelitian Kopi dan Kakao. Vol. 21. Oktober 2005, Jember.
Muchtadi, T.R. dan Sugiono. 1992. Ilmu Pengetahuan Bahan Pangan. Departemen Pendidikan dan Kebudayaan. Direktorat Jenderal Tinggi Pusat Antar Universitas Pangan dan Gizi. Bogor: Institut Pertanian Bogor.
Wahyudi, T., T.R. Panggabean dan Pujiyanto, 2009. Paduan Lengkap Kakao. Penebar Swadaya, Jakarta.
Widyotomo, S, Sri Mulato, dan Handaka. 2004. Mengenal Lebih Dalam Teknologi Pengolahan Biji Kakao. Warta Penelitian dan Pengembangan Pertanian.

No comments:

Post a Comment