BAB
1. PENDAHULUAN
1.1
Latar
Belakang
Permen pada umumnya dibagi menjadi dua kelas yaitu
permen kristalin dan permen non kristalin. Permen kristalin biasanya mempunyai
rasa yang khas dan apabila dimakan terdapat rasa krim yang mencolok misalnya
fondant, fudge. Sedangkan permen non kristalin terkenal dengan sebutan without
form.
Hard candy merupakan salah satu permen non kristalin
yang memiliki tekstur keras, penampakan mengkilat dan bening. Bahan utama dalam
pembuatan permen jenis ini adalah sukrosa, air dan sirup glukosa. Sedangkan
bahan tambahannya adalah flavor, pewarna, dan zat pengasam (Jackson, 1995). Hard candy dengan kandungan total
solid sebanyak 97% memberikan tekstur yang baik dan memberikan umur simpan yang
optimal. Akan tetapi jika semua hanya terdiri dari sukrosa, maka akan menjadi
lewat jenuh, sehingga karbohidrat ini menjadi tidak stabil.
Oleh karena itu perlu dilakukan praktikum tentang
pembuatan rock candy agar mahasiswa dapat mengetahui tentang bagaimana cara
pembuatan rock candy yang sederhana.
1.2
Tujuan
1. Mengetahui
pengaruh konsentrasi gula (rasio gula : air) terhadap pembentukan kristal rock candy.
2. Mengetahui
pengaruh pancingan kristal terhadap pembentukan kristal rock candy.
3. Mengetahui
pengaruh penggantian wadah/pengurangan kristal dalam wadah terhadap pembentukan
kristal rock candy.
BAB 2. TINJAUAN PUSTAKA
2.1 Pengertian
Permen (Candy)
Permen adalah produk yang dibuat dengan
mendidihkan campuran gula dan air bersama dengan bahan pewarna dan pemberi rasa
sampai tercapai kadar air kira-kira 3%. Biasanya suhu yang digunakan sebagai
petunjuk kandungan padatan. Sesudah didihkan sampai mencapai kandungan padatan
yang diinginkan (kurang lebih 150oC) sirup dituangkan pada cetakan dan
dibiarkan tercetak. Seni membuat permen dengan daya tahan yang memuaskan
terletak pada pembuatan produk dengan kadar air minimum dan sedikit saja
kecenderungan untuk mengkristal (Buckle, et al., 1987).
Permen adalah sejenis gula-gula (confectionary)
yang dibuat dengan mencairkan gula di dalam air. Perbedaan tingkat pemanasan
menentukan jenis permen yang dihasilkan. Suhu panas menghasilkan permen keras,
suhu menengah menghasilkan permen lunak, dan suhu dingin menghasilkan permen
kenyal. Permen dinikmati karena rasa manisnya (Wikipedia1, 2011).
Permen merupakan salah satu jenis makanan ringan yang dikonsumsi
semua orang mulai dari
anak-anak hingga orang dewasa.. Permen biasanya terbuat dari sukrosa, glukosa
dan gelatin. Sukrosa dan glukosa berperan dalam menghasilkan rasa manis. Dalam
permen, perbandingan komposisi pemanis sangat menentukan tingkat kekerasan dan kemanisan
dari permen tersebut. Komposisi sukrosa yang terlalu tinggi menghasilkan permen
yang keras. Demikian sebaliknya, komposisi sukrosa yang terlalu tinggi
menghasilkan permen yang lunak. Kandungan sukrosa yang terlalu tinggi tidak
baik untuk kesehatan gigi dan dapat meeningkatkan kandungan gula dalam darah (Edi- Sutaredjo Felycia
dan Nany Indraswati, 2007 ).
2.2 Pembagian
Permen (Candy)
Permen yang banyak
beredar di kalangan masyarakat berjenis permen keras (hard candy) dan
lunak (soft candy). Permen keras adalah permen yang padat teksturnya.
Dimakan dengan cara menghisap, pada permen keras yang perlu diuji di antaranya
adalah bahan baku utamanya berupa glukosa. Sementara permen lunak ditandai
dengan teksturnya yang lunak. Jenis permen ini bukan untuk dihisap melainkan
dikunyah. Berdasarkan bahan campurannya, permen lunak terbagi menjadi tiga
jenis. Ketiga bahan tersebut adalah gum, carragenan (rumput laut)
dan gelatin (Ningsih, 2010).
2.3 Pengertian
Rock Candy
Hard candy adalah jenis permen yang mempu nyai tekstur keras dan
tampak bening serta mengkilap atau glossy (Malik,2010). Bahan utama dalam
pembuatan hard candy adalah sukrosa, sirup glukosa dan air. Salah satu jenis
hard candy adalah rock candy. Rock candy merupakan salah satu jenis permen
yang tergolong hard candy sehingga padat teksturnya daan kenampakannya seperti
Kristal (Fabri, 1990). Rock candy biasanya berwarna bening tetapi terdapat pula
yang berwarna-warni dikarenakan diberi pewarna. Permen yang satu ini dimakan
dengan cara menghisap permen jenis ini larut bersama air liur.
Bahan baku utama rock candy adalah glukosa. Glukosa merupakan
hasil hidrolisat pati ( tepung ). Sedangkan bahan tambahannya yaitu flavor,
pewarna dan zat pengasam. Tingkat pemanasan rock candy adalah pada suhu tinggi
sehingga dihasilkan permen bertekstur keras (Jackson, 1995). Pembuatan rock
candy sangat dipengaruhi oleh suhu dan pengadukan dimana suhu pemasakan yang
digunakan adalah 135- 140oC. Dan pengadukan dilakukan agar sukrosa
tercampur merata pada larutan.
Rock candy memiliki karakteristik tertentu yaitu berbentuk seperti gumpalan-gumpalan batu kristal jernih dan berwarna-warni
yang mengelompok jadi satu dan dilengkapi dengan batang pegangan
seperti lollypop. Kerlap-kerlip kilauan batu kristalnya ini yang menarik
seperti kilauan batu permata.
2.4 Nilai Gizi Produk Permen
Pada
umumnya jarang orang mengkonsumsi permen gula atau permen coklat dengan maksud
untuk memperoleh gizi makanan tersebut. Umumnya mereka mengkonsumsi karena
menyukai permen tersebut. Karena itu permen dan produk-produk sejenisnya sering
disebut sebagai fun food. Variasi yang terdapat pada permen gula atau
permen coklat jauh lebih banyak dibandingkan dengan produk-produk yang lain.
Penampilan dan pengepakan yang menarik dan bentuknya yang praktis sebagai
hadiah merupakan faktor-faktor lain yang menambah daya tarik permen.
Akhir-akhir ini permen juga berfungsi sebagai makanan ringan atau snack food,
terutama jika mengandung kacang-kacangan, kue, wafer dan biji-bijian.
Karena
produk-produk permen menyenangkan untuk dikonsumsi, tidak jarang orang
mengkonsumsi dalam jumlah yang banyak. Hal ini dapat mengakibatkan kegemukan,
kerusakan gigi (dental caries) dan lain-lain, yang jika diperiksa secara
medis sebenarnya disebabkan oleh konsumsi gula yang berlebihan. Kegemukan
terjadi jika lebih banyak nutrisi atau zat gizi yang diserap dibandingkan
dengan yang diperlukan tubuh. Nutrisi tersebut berasal dari bahan makanan pada
umumnya, dan tidak hanya berasal dari permen.
2.5 Komposisi
Nilai Gizi Produk Permen
Dilihat dari komposisinya maka
bagian terbanyak dari semua jenis permen adalah sukrosa (gula pasir) dan gula
lainnya (glukosa, sukrosa atau gula alkohol). Hal ini diperlukan untuk
menghasilkan kemanisan dan keawetan atau daya simpannya. Sehingga dari segi
gizi dapat dikatakan bahwa hampir semua jenis permen merupakan sumber energi
(kalori). Pembakaran sukrosa atau gula pasir di dalam tubuh memberikan 3.95
kkal per gram. Pencernaan sukrosa di dalam tubuh hanya mempunyai efisiensi 98
persen, karena itu kalori yang dihasilkan untuk tubuh dari 1 gram sukrosa
adalah 3.78 kkal (Ningsih,2010).
Di samping sebagai sumber energi,
permen juga memberikan sejumlah lemak, protein dan mineral bagi tubuh. Misalnya
karamel atau permen susu mengandung padatan susu 15 – 25 persen; fudge
mengandung padatan susu 5 – 15 persen dan permen lainnya seperti terlihat pada
Tabel 2.1. Semua senyawa non sukrosa dalam permen mempunyai komposisi yang
cukup efektif untuk mencegah kristalisasi atau mengatur pembentukan kristal
sehingga kecil-kecil, dan seragam pada waktu pembuatan permen. Permen jernih,
putih atau berwarna cerah dibuat pada kondisi yang dapat meminimumkan reaksi
antara bahan-bahan pembuat permen, sedangkan karamel dan tofi dibuat pada
kondisi dimana terjadi reaksi kompleks dalam bahan pembuat permen sehingga
menghasilkan bau dan rasa yang khas (Cahyadi, 2009).
2.6 Sifak-sifat
Fisik Permen
a.
Densitas
Densitas atau berat jenis dari
produk-produk permen tidak bervariasi secara nyata. Densitas apparent dapat
diukur dengan cepat dan lebih peting dalam hubungannya dengan tekstur banyak
jenis permen. Variasi yang besar terjadi pada permen yang diaerasi (aerated
candy). Tekstur nougat dapat bervariasi dari “light”, “short” seperti hampir
semua fudge, sampai “dense”. “Chewy” merupakan pendekatan bagi densitas dan
kualitas karamel. Marshmallow gelatin bervariasi dalam densitas apparennya
dengan adanya perbedaan struktur gel dan kadar air.
b.
Kekerasan
Sifat
ini, yang dihubungkan dengan elastisitas dan kerapuhan (brittleness), jelas
sangat penting dalam hubungannya dengan tekstur semua permen yang mempunyai
kadar air rendah. Pada jenis-jenis permen tersebut, kesulitan utama dalam
pemasaran adalah kecenderungannya untuk menjadi lengket, yang disebabkan oleh
sifatnya yang higroskopis. Sifat higroskopis ini disebabkan hasilhasil reaksi
gula pada suhu tinggi. Sifat higroskopis ini mungkin berhubungan dengan
kekerasan atau sifat lain, bukan dengan kadar air produk awal yang kecil yang
mudah diperoleh dengan pemanasan atau pemasakan vacuum.
c.
Plastisitas
Tekstur
banyak jenis permen ditentukan oleh sifat ini. Parameter mutu yang oleh para
pembuat permen disebut sebagai “tenderness” (keempukan) sangat bergantung pada
sifat plastisitas. Tingkat keempukan maksimum yang dianjurkan merupakan
parameter mutu yang penting bagi pengkelasan krim, karamel, nougats, fudge dan
marshmallow. Jelly pektin dan pati digunakan dalam jumlah yang besar untuk
mempertahankan sifat ini. Kedua jenis permen tersebut dapat dibuat dengan kelas
yang lebih tinggi jika akan dilapisi coklat, tetapi keempukan harus sedikit
dikorbankan pada kelas mutu yang lebih murah yang harus cukup tahan selama
pengapalan dan penjualan dalam bentuk “bulk”.
Kehilangan
atau penguapan air akan menurunkan plastisitas yang menghasilkan sifat lebih
keras pada nougar, jelly dan marshmallow. Fudge, krim dan karamel lebih mudah
menjadi berpasir dan keras karena pengeringan.
d.
Viskositas
Proses
“tempering” yang efisien dan pelapisan coklat, terutama menggunakan cara
“enrobing” yang kontinyu sangat tergantung pada viskositas. Tekstur produk
hasil pelapisan coklat dan permen tergantung pada plastisitas dan pemadatan
coklat, tetapi sifat viskositas juga menentukan. Spesifikasi berbagai kelas
mutu coklat diantaranya tergantung pada viskositasnya, yang diukur sedikit di
atas titik lelehnya.
e.
Konsistensi
Kehalusan
tekstur merupakan hal yang penting bagi tercapainya tingkat mutu yang tinggi
pada hampir semua jenis permen. Kehalusan ini ditentukan oleh sifat fisik yaitu
konsistensi. Sifat beberapa jenis permen terletak antara plastis dan fluid.
Sebagai contoh fudge krim dimana pembentukan kristal sangat kecil dan seragam,
yang terbentuk dari penggunaan fondant krim dan “soft cream centers” yang
dihasilkan karena kerja enzim invertase meningkat rasio sirup terhadap phase
kristal setelah produk-produk tersebut diberi pelapis.
f.
Warna
Warna yang menarik merupakan hal yang
penting karena warna merupakan daya tarik penjualan yang langsung dan
mempengaruhi respon organoleptik terhadap flavor, yang pada akhirnya sangat
menentukan penerimaan konsumen.
Pewarna
yang digunakan dalam pembuatan permen dapat berupa pewarna alami (misalnya
pigmen tanaman) maupun pewarna sintetik yang lebih tahan terhadap perlakukan
dan proses pengolahan. Baik pewarna alami maupun sintetik yang digunakan harus
berupa senyawa yang tergolong “food grade”.
g.
Flavor atau Citarasa
Seperti
halnya warna, flavor sangat berpengaruh terhadap penilaian
organoleptik
dan penerimaan konsumen terhadap produk. Pada saat sekarang dimungkinkan untuk
memberi flavor yang diinginkan pada permen, baik flavor alami maupun sintetis.
Standarisasi lebih sulit dilakukan terhadap produk secara individual, misalnya
karamel; coklat dan fudge yang flavornya tergantung dari viariasi bahan-bahan
yang digunakan dan reaksinya dengan gula.
Bahan-bahan
yang digunakan dalam pembuatan permen dapat berupa
flavoring
alami (vanilla, citrus oils, minyak atsiri), flavor buah-buahan (diekstrak dari
buah-buahan) atau flavor sintetik (yang merupakan campuran bermacam-macam bahan
kimia aromatis).
2.7 Kerusakan Produk-produk Permen
Meskipun
permen tergolong bahan pangan yang awet, masih terdapat berbagai kerusakan atau
penurunan mutu, antara lain :
a. Kerusakan mikrobiologis yang disebabkan khamir
atau ragi yang tahan konsentrasi gula tinggi. Hal ini dapat terjadi pada permen
yang kandungan padatannya kurang dari 75 persen. Kontaminasi kapang juga dapat
terjadi karena pengembunan air disebabkan perubahan suhu yang besar.
b. Kerusakan
berupa graining atau terbentuknya kristal yang tidak dikehendaki (misalnya
kasar dan ukurannya besar-besar), yang disertai dengan penurunan mutu dan
tekstur.
Penyebabnya
antara lain :
(1). Kurangnya senyawa pencegah kristalisasi yang
ditambahkan.
(2). Kondisi penyimpanan yang kurang baik,
menyebabkan terjadinya penyerapan air oleh permen (terutama permen keras) hal
ini menyebabkan permen menjadi lengket dan juga dapat menimbulkan pembentukan
kristal.
(3). Kerusakan lapisan pelindung.
(4). Pengisian
buah-buahan, kacang-kacangan, jahe atau bahan lain yang kurang sempurna.
c.
Kerusakan karena ketengikan oksidatif atau hidrolitik dari komponen lemak dalam
permen.
d. Pada
produk-produk yang mengandung coklat dapat terjadi “Chocolate Bloom”. Bloom
merupakan keadaan yang menunjukkan ketidakstabilan pelapis coklat, akibat
adanya panas dari permen. Lapisan coklat yang mengalami “bloom” berwarna kusam
keabu-abuan dan masa simpannya rendah. Untuk mencegah terjadinya “bloom” ke
dalam permen biasanya ditambahkan Sorbitol monostearat atau Polysorbat 60.
BAB 3. METODOLOGI
PRAKTIKUM
3.1
Alat
dan Bahan
3.1.1
Alat
-
Panci
-
Kompor
-
Pengaduk
-
Saringan
-
Toples/cup plastik
-
Stick
-
Plastik
-
Neraca analitik
-
Sendok
-
Karet gelang
-
Spatula
3.1.2
Bahan
-
Gula kristal putih
-
Air
-
Esens
-
Pewarna
3.2
Skema
Kerja
|
||||
|
BAB 4. HASIL PENGAMATAN
DAN PERHITUNGAN
4.1 Hasil
Pengamatan
Perlakuan
|
Pertumbuhan/ pembentukan kristal hari ke-3
|
Pertumbuhan/ pembentukan kristal hari ke-6
|
|
Rasio gula : air 2,5:1, dipancing
|
Diganti
|
1 : +
|
1 : +
|
2 : +++
|
2 : ++++
|
||
Tidak diganti
|
3 : ++
|
3 : ++++
|
|
4 : +++
|
4 : -
|
||
Rasio gula : air 2,5:1, tidak dipancing
|
Diganti
|
1 : +
|
1 : +
|
2 : +
|
2 : -
|
||
Tidak diganti
|
3 : ++
|
3 : +++
|
|
4 : -
|
4 : -
|
||
Rasio gula : air 2:1, dipancing
|
Diganti
|
1 : +++
|
1 : +++
|
2 : +
|
2 : +
|
||
Tidak diganti
|
3 : ++++
|
3 : ++++
|
|
4 : ++
|
4 : ++
|
||
Rasio gula : air 2:1, tidak
dipancing
|
Diganti
|
1 : -
|
1 : -
|
2 : -
|
2 : -
|
||
Tidak diganti
|
3 : -
|
3 : +
|
|
4 : -
|
4 : -
|
Keterangan : semakin + semakin banyak kristal yang
tumbuh
4.2 Hasil
Perhitungan
Dalam
praktikum tidak dilakukan perhitungan.
BAB 5. PEMBAHASAN
5.1 Skema
Kerja dan Fungsi Perlakuan
Pada
pembuatan rock candy dilakukan dengan dua perlakuan yaitu dipancing dan tidak
dipancing. Langkah pertama yang dilakukan adalah menyiapkan bahan berupa gula kristal
putih, air, perasa dan pewarna. Gula kristal putih yang digunakan yaitu 250
gram dan 300 gram. Sedangkan air yang digunakan pada masing- masing perlakuan
sebanyak 100 ml. Air dan gula kemudian dimasukkan dalam panci dan dipanaskan
diatas kompor. Selama dipanaskan, dilakukan pengadukan menggunakan spatula
secara terus menerus. Hal ini bertujuan agar larutan menjadi lebih homogen dan
panas dari api kompor akan merata ke seluruh larutan sehingga tidak menimbulkan
gosong pada bagian dasar larutan. Pemanasan dilakukan hingga larutan mendidih.
Pada saat mendidih, larutan akan menimbulkan buih dan kemudian api kompor
dimatikan pada saat buih tidak ada. Selanjutnya, larutan gula didinginkan
dengan cara panic diletakkan pada baskom yang telah diberi air dingin. Setelah
larutan dingin, maka dituang kedalam cup dan kemudian diberi perasa melon (3
tetes) dan pewarna hijau (2 tetes).
Perlakuan
pertama yaitu dipancing, pertama stick dicelupkan pada larutan gula yang telah
diberi perasa dan pewarna tersebut yang bertujuan agar stick menjadi lengket
sehingga gula kristal putih akan menempel. Kemudian diputar- putar pada gula
kristal putih. Gula kristal putih disini berfungsi sebagai pemicu timbulnya
kristal pada rock candy. Stick yang sudah dibalut dengan gula kristal putih
kemudian dimasukkan pada larutan gula yang telah diberi perasa dan pewarna
dengan ujung sekitar 2 cm dari dasar cup. Lalu cup ditutup menggunakan
penutupnya untuk menghindari kontaminasi.
Sedangkan pada perlakuan tanpa
dipancing yaitu stick dicelupkan pada larutan gula yang telah diberi perasa dan
pewarna tanpa di putar-putar pada gula kristal putih. Kemudian stick dimasukkan
pada larutan gula yang telah diberi perasa dan pewarna dengan ujung sekitar 2
cm dari dasar cup. Setelah itu cup ditutup menggunakan penutupnya untuk
menghindari kontaminasi. Hasil dari kedua perlakuan tersebut kemudian disimpan.
Pengamatan visual terhadap pembentukan kristal rock candy dilakukan pada hari
ketiga dan hari keenam.
5.2 Analisa
Data
Komposisi gula dan air yang
digunakan dalam praktikum pembuatan rock candy yaitu 250 gram gula pasir dengan
100 ml air dan 200 gram gula pasir dengan 100 ml air. Masing- masing komposisi,
dilakukan dua macam perlakuan yaitu dipancing dan tidak dipancing.
a.
250 gram gula pasir
dengan 100 ml air
Rock
candy yang dihasilkan dengan komposisi 250 gram gula pasir dengan 100 ml air
dengan perlakuan dipancing menunjukkan hasil pada pengamatan hari ketiga.
Pengamatan secara visual dilakukan dengan mengeluarkan stick dari larutan gula.
Dapat dilihat bahwa pada cup nomor 1, kristal yang terbentuk masih sangat
sedikit. Sedangkan pada cup nomor 3, kristal yang tebentuk lumayan banyak. Dan
pada cup 2 dan 4, kristal yang terbentuk banyak. Hasil dari pembentukan kristal
berbeda ditunjukkan pada perlakuan tidak dipancing dimana pada cup 1 dan 2, kristal
yang terbentuk sangat sedikit. Pada cup nomor 3, kristal yang terbentuk lumayan
banyak sedangkan pada cup nomor 4 tidak ada sama sekali kristal yang terbentuk.
Perbedaan antara hasil perlakuan dipancing dan tidak dipancing pada hari ketiga
menunjukkan bahwa pemancingan menentukan terbentuk atau tidaknya kristal pada
rock candy dan dengan adanya pemancingan terjadinya kristal lebih cepat
dibandingkan dengan tidak adanya pemancingan. Pada perlakuan rock candy yang
dipancing, rata- rata pada keempat cup terbentuk adanya kristal walaupun
jumlahnya berbeda satu sama lain. Jumlah yang berbeda ini dikarenakan pemanasan
larutan gula yang tidak merata dikarenakan tidak digunakannya thermometer untuk
mengetahui suhu. Melainkan hanya diperkirakan oleh praktikan. Pemanasan ini sendiri
sangat mempengaruhi terbentuknya kristal apabila pemanasan dilakukan secara berlebihan
akan menyebabkan larutan terlalu viskos sehingga sulit membentuk kristal.
Sedangkan pada perlakuan tanpa dipancing, kristal yang terbentuk pada semua cup
sangat sedikit bahkan ada satu cup yang tidak terbentuk kristal sama sekali.
Hal ini menunjukkan pemancingan menggunakan gula kristal putih sangat
mempengaruhi terbentuknya kristal pada rock candy.
Pengamatan hari keenam menunjukkan
hasil berbeda pada cup 1 dan 2. Pada perlakuan dipancing, ada peningkatan kristal
yang terbentuk di cup 1 dan di cup nomor 2 yaitu semakin banyak kristal yang
terbentuk. Sedangkan pada perlakuan tidak dipancing, cup 1 menunjukkan tidak
adanya pertambahan kristal yang terbentuk dan di cup 2 tidak terbentuk kristal
sama sekali. Penggantian wadah seharusnya dapat mempercepat terbentuknya kristal
karena terhindar dari kristal yang tidak dikehendaki yang menempel pada wadah.
Perlakuan dipancing menghasilkan kristal yang lebih banyak dikarenakan adanya
gula kristal putih sebagai pemicu terbentuknya kristal. Namun pada cup 3 dan 4
tidak dilakukan penggantian wadah. Hasil dari perlakuan dipancing pada cup 3 menunjukkan kenaikan jumlah kristal
yang terbentuk tetapi pada cup 4 tidak terbentuk kristal sama sekali. Sedangkan
cup 3 dan 4 dengan perlakuan tanpa dipancing menunjukkan hasil yang sama yaitu cup
3 menunjukkan adanya kristal yang terbentuk tetapi pada cup 4 tidak terbentuk kristal
sama sekali. Kenaikan jumlah kristal di cup 3 dan 4 pada perlakuan dipancing
berupa gula kristal putih sebagai pemicu terjadinya kristalisasi menyebabkan
lebih cepatnya terbentuk kristal.
Sedangkan pada perlakuan tidak dipancing, kristal bertambah kemungkinan
dikarenakan pemanasan yang tepat sehingga larutan gula tidak terlalu jenuh yang
kemudian menyebabkan kristalisasi mudah terjadi. Kristal pada cup 4 dengan adanya
pemancingan maupun tidak menyebabkan tidak terbentuknya kristal sama sekali.
Hal ini dikarenakan pemanasan larutan gula yang tidak merata dikarenakan tidak
digunakannya thermometer untuk mengetahui suhu yang sama karena pemanasan ini
sendiri sangat mempengaruhi terbentuknya kristal dimana pemanasan berlebihan
akan menyebabkan larutan terlalu viskos sehingga sulit membentuk kristal.
b.
200 gram gula pasir
dengan 100 ml air
Komposisi 200 gram gula pasir dengan
100 ml air dengan perlakuan dipancing menunjukkan hasil pada pengamatan hari
ketiga. Pengamatan secara visual dilakukan dengan mengeluarkan stick dari
larutan gula. Dapat dilihat bahwa pada cup nomor 1, kristal yang terbentuk
masih lumayan banyak sedangkan pada cup nomor 2, kristal yang tebentuk lumayan
banyak. Dan pada cup 2 dan 4, kristal yang terbentuk sangat banyak dan lumayan
banyak. Hasil yang berbeda ditunjukkan pada perlakuan tidak dipancing dimana
pada cup 1, 2, 3 dan 4 tidak ada kristal yang terbentuk sama sekali. Perbedaan
antara hasil perlakuan dipancing dan tidak dipancing pada hari ketiga
menunjukkan bahwa pemancingan menentukan terbentuk atau tidaknya kristal pada
rock candy. Pada perlakuan rock candy yang dipancing, rata- rata pada keempat
cup terbentuk adanya kristal walaupun jumlahnya berbeda satu sama lain. Jumlah
yang berbeda ini dikarenakan pemanasan larutan gula yang tidak merata
dikarenakan tidak digunakannya thermometer untuk mengetahui suhu. Pemanasan ini
sendiri sangat mempengaruhi terbentuknya kristal dimana pemanasan berlebihan
akan menyebabkan larutan terlalu viskos sehingga sulit membentuk kristal.
Sedangkan pada perlakuan tanpa dipancing, pada semua cup tidak terbentuk kristal
sama sekali. Hal ini menunjukkan pemancingan menggunakan gula kristal putih
sangat mempengaruhi terbentuknya kristal pada rock candy.
Pada hasil pengamatan hari keenam
menunjukkan hasil berbeda pada cup 1 dan 2 dengan perlakuan penggantian wadah
pada hari ketiga setelah pengamatan visual. Pada perlakuan dipancing, tidak ada
peningkatan kristal yang terbentuk di cup 1 dan 2. Sedangkan pada perlakuan
tidak dipancing, cup 1 dan 2 menunjukkan tidak terbentuk kristal sama sekali.
Penggantian wadah seharusnya dapat mempercepat terbentuknya kristal karena
terhindar dari kristal yang tidak dikehendaki yang menempel pada wadah.
Perlakuan dipancing menghasilkan kristal yang lebih banyak dikarenakan adanya
gula kristal putih sebagai pemicu terbentuknya kristal. Namun pada cup 3 dan 4
tidak dilakukan penggantian wadah. Hasil dengan perlakuan dipancing pada cup 3 dan 4 kristal yang terbentuk
banyak. Cup 3 dan 4 dengan perlakuan tanpa dipancing menunjukkan hasil yang
berbeda yaitu cup 3 menunjukkan kenaikan jumlah kristal yang terbentuk tetapi
pada cup 4 tidak terbentuk kristal sama sekali. Banyaknya jumlah kristal di cup
3 dan 4 pada perlakuan pancingan berupa
gula kristal putih sebagai pemicu kristal menyebabkan lebih cepatnya terbentuk kristal. Sedangkan pada perlakuan tidak dipancing, kristal
bertambah dapat dimungkinkan karena pemanasan yang tepat sehingga larutan gula
tidak terlalu jenuh yang kemudian menyebabkan kristalisasi mudah terjadi.
Kristal pada cup 4 dengan tidak dipancing menyebabkan tidak terbentuknya kristal
sama sekali. Hal ini dikarenakan pemanasan larutan gula yang tidak merata
dikarenakan tidak digunakannya thermometer untuk mengetahui suhu. Pemanasan ini
sendiri sangat mempengaruhi terbentuknya kristal dimana pemanasan berlebihan
akan menyebabkan larutan terlalu viskos sehingga ssulit membentuk kristal.
BAB 6. PENUTUP
6.1 Kesimpulan
Dari hasil praktikum rock candy yang
dilakukan, dapat diperoleh kesimpulan yaitu :
1.
Rock candy merupakan
salah satu jenis permen yang tergolong hard candy.
2.
Bahan baku
utama rock candy adalah glukosa sedangkan bahan tambahannya yaitu flavor,
pewarna dan zat pengasam.
3.
Pembentukan
kristal dapat dipengaruhi oleh lama pemanasan.
4.
Pemancingan menggunakan
gula kristal putih akan merangsang pertumbuhan kristal.
5.
Kristal yang paling
banyak terbentuk adalah pada cup 3 dengan perbandingan 2 : 1 pada pengamatan
hari ketiga dengan perlakuan dipancing dan wadah diganti.
6.
Kristal yang paling
banyak terbentuk pada pengamatan hari keenam adalah pada cup 2 dan 4 dengan
perlakuan dipancing.
6.2 Saran
Seharusnya
setiap kelompok melakukan pembuatan rock candy agar dapat mengetahui lebih
jelas perbedaan dengan kelompok lain.
DAFTAR PUSTAKA
Buckle, K.A., R. A. Edwards, G. H. Fleet and M. Wootton,
1987. Ilmu Pangan.
Terjemahan H. Purnomo dan Adiono. UI-Press, Jakarta.
Cahyadi, W., 2009. Analisis
& Aspek Kesehatan Bahan Tambahan Pangan. Edisi
Kedua. Bumi Aksara, Jakarta.
Edi- Sutaredjo Felycia dan Nany Indraswati,
2007. Pengaruh komposisi Pemanis
(Sukrosa/Sorbitol:Glukosa:Madu) Terhadap
Viskositas, Kekerasan dan
Aktivitas Air dalam Permen Jelly. Jakarta.
Jackson, 1995. Technologycal of Sugar and The Application.
Manchester.
Ningsih, Lestari. 2010. Permen Keras dan Permen Lunak. Sumatera
Utara: USU
Press.
Malik, I., 2010. Pembuatan
Permen Jelly. http://iwan malik.wordpress.com (15 April 2014).